Moeldoko Sebut Tak Mudah Hilangkan Politik Uang
Kamis, 09 September 2021 - 14:16 WIB
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengakui tidak mudah menghilangkan praktik politik uang. Namun demikian budaya seperti itu harus dikikis sedikit demi sedikit.
"Memang tidak mudah untuk menghilangkan politik uang, kecurangan, atau strategi bobotoh dalam Pilkades. Tapi paling tidak budaya itu bisa dihindari sedikit-demi sedikit," ujarnya dikutip dari rilis resmi KSP.
Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Terbuka (UT) itu juga mengajak seluruh elemen mewujudkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pikades) yang jujur, adil, bersih, dan bermartabat.
Seperti diketahui, tahun ini pelaksanaan Pilkades Serentak akan digelar di sejumlah daerah di Indonesia.
Moeldoko juga membicarakan pengelolaan dana desa. Ia menegaskan pengelolaan dana desa harus transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin. Pasalnya dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dana desa yang merupakan APBN harus bisa dipertanggungjawabkan pada publik. Penggunaannya harus terbuka dan mengakomodir kebutuhan warga, bukan keinginan kepala desanya," terang Moeldoko.
Moeldoko mengakui, pengelolaan Dana Desa sering terkendala Sumber Daya Manusia (SDM). Maka dari itu, seorang Kepala Desa harus mampu menjadi motivator, fasilitator, dan mobilisator, agar penggunaan dana desa bisa tepat sasaran dan tepat guna, terutama di saat menghadapi dampak-dampak pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
"Sesuai arahan Presiden, desa merupakan entitas terdepan dalam konteks pembangunan dan ketahanan nasional. Menghadapi dampak Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, desa berperan sangat besar untuk ikut memulihkan kondisi, baik kesehatan maupun ekonomi. Maka pengelolaan dana desa harus bisa tepat sasaran dan tepat guna," lanjut Moeldoko.
Menurut Moeldoko, selain pengelolaan dana desa, Kepala Desa harus bisa menjadikan potensi desa memiliki nilai jual di pasar dunia. Dengan demikian, harapan untuk mewujudkan desa yang makmur dan berkeadilan bisa direalisasikan.
"Potensi itu jangan berhenti hanya sebagai potensi saja. Tapi bagaimana kepala desa bisa menunjukkan dan menjualnya. Seperti di Yogya, ada sebuah desa yang sudah bisa ekspor hasil kerajinan, lewat e-commerce," tutup Moeldoko.
"Memang tidak mudah untuk menghilangkan politik uang, kecurangan, atau strategi bobotoh dalam Pilkades. Tapi paling tidak budaya itu bisa dihindari sedikit-demi sedikit," ujarnya dikutip dari rilis resmi KSP.
Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Universitas Terbuka (UT) itu juga mengajak seluruh elemen mewujudkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pikades) yang jujur, adil, bersih, dan bermartabat.
Seperti diketahui, tahun ini pelaksanaan Pilkades Serentak akan digelar di sejumlah daerah di Indonesia.
Moeldoko juga membicarakan pengelolaan dana desa. Ia menegaskan pengelolaan dana desa harus transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin. Pasalnya dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dana desa yang merupakan APBN harus bisa dipertanggungjawabkan pada publik. Penggunaannya harus terbuka dan mengakomodir kebutuhan warga, bukan keinginan kepala desanya," terang Moeldoko.
Moeldoko mengakui, pengelolaan Dana Desa sering terkendala Sumber Daya Manusia (SDM). Maka dari itu, seorang Kepala Desa harus mampu menjadi motivator, fasilitator, dan mobilisator, agar penggunaan dana desa bisa tepat sasaran dan tepat guna, terutama di saat menghadapi dampak-dampak pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
"Sesuai arahan Presiden, desa merupakan entitas terdepan dalam konteks pembangunan dan ketahanan nasional. Menghadapi dampak Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, desa berperan sangat besar untuk ikut memulihkan kondisi, baik kesehatan maupun ekonomi. Maka pengelolaan dana desa harus bisa tepat sasaran dan tepat guna," lanjut Moeldoko.
Menurut Moeldoko, selain pengelolaan dana desa, Kepala Desa harus bisa menjadikan potensi desa memiliki nilai jual di pasar dunia. Dengan demikian, harapan untuk mewujudkan desa yang makmur dan berkeadilan bisa direalisasikan.
"Potensi itu jangan berhenti hanya sebagai potensi saja. Tapi bagaimana kepala desa bisa menunjukkan dan menjualnya. Seperti di Yogya, ada sebuah desa yang sudah bisa ekspor hasil kerajinan, lewat e-commerce," tutup Moeldoko.
(maf)
tulis komentar anda