Potensi Besar Obat Herbal Indonesia Harus Digarap Serius

Kamis, 02 September 2021 - 19:33 WIB
Potensi rempah dan herbal sangat besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat obat herbal dunia. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Potensi rempah dan herbal sangat besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat obat herbal dunia. Pandemi Covid-19 merupakan momentum baik untuk menjadikan rempah dan herbal sebagai obat alternatif yang efektif dan aman. Sayangnya, strategi yang kurang konsisten dan cenderung parsial membuat industri obat herbal di Indonesia belum bisa berkembang secara baik terutama dalam menembus pasar global.

Herbalis, Iwan Suryolaksono mengungkapkan hal tersebut merespons keinginan pemerintah untuk mengembalikan kejayaan rempah Nusantara pada abad ke-15 dan 16. "Negara kita sebenarnya harus menjadi juara dalam perdagangan rempah dan herbal dunia karena kekayaan alam yang dimiliki sangat besar," kata Iwan.

Sebagaimana diketahui, keragaman hayati yang dimiliki Indonesia sangat besar. Tidak kurang dari 30.000 spesies tanaman tumbuh di hutan tropis Indonesia. Di mana 9.600 spesies di antaranya mengandung khasiat obat. Hanya, sejauh ini baru sekitar 200 spesies tanaman yang dipakai untuk bahan baku pembuatan obat tradisional. Selain rempah, ada banyak sekali tumbuhan herbal yang bisa dipakai untuk kepentingan medis.

Baca juga: Sudah Vaksin, Tetap Lengkapi Hari Anda dengan Kandungan Suplemen Herbal Ini





Namun, banyaknya kekayaan nabati tersebut belum mampu dimaksimalkan menjadi produk unggulan. Dalam industri obat herbal, Indonesia masih harus mengakui keunggulan bangsa lain seperti China dan India yang produknya lebih dikenal khalayak dunia. Bahkan di Indonesia, obat herbal China juga sangat popular. Misalnya, saat ini sudah banyak obat herbal China beredar di pasaran seperti Linhua Qingwen Jiaonang dan Hua Xiang Zheng Qi Kou Fu Ye. Obat-obatan dari negeri Tirai Bambu itu banyak dikonsumsi oleh pasien Covid-19 di Indonesia.

Pandemi Covid-19 seharusnya dijadikan momentum untuk mengangkat rempah dan herbal Indonesia. Karena sejauh ini belum ditemukan obat kimia yang dinilai efektif untuk melawan Covid-19. Bahkan, obat kimia yang digunakan untuk pasien Covid memiliki dampak yang tidak ringan bagi kesehatan. Ke depan, obat herbal yang lebih aman diprediksi akan makin diminati masyarakat.

Iwan mengakui di tengah potensi besar di atas, masih banyak kendala dalam mengembangkan obat herbal secara paten. Salah satunya adalah soal standar bahan baku rempah dan herbal. Obat atau suplemen berbasis herbal memiliki kelemahan sulitnya mendapatkan kadar yang terstandar. Karena rempah dan herbal mengandung kadar bahan aktif bervariasi yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor mulai tempat tumbuh, umur panen, musim, teknis ekstraksi, dan lain-lain.

Baca juga: Inovasi Keren, Mahasiswa UNNES Sulap Daun Kelor Jadi Pasta Gigi Herbal



Misalnya, hasil panen jahe sekarang punya standar yang baik untuk bahan obat herbal. Namun, ketika menanam lagi, hasil panen jahe pada periode berikutnya belum tentu memiliki kandungan dengan kualitas yang sama. Begitulah rata-rata produk panenan rempah dan herbal yang umumnya memiliki kelemahan.

Tidak ajegnya standar rempah dan herbal ini menjadi masalah yang serius bagi kualitas obat herbal. Obat herbal yang kurang standar tidak bisa dipakai terutama untuk mengobati pasien dengan penyakit berat. "Bahaya kalau dipaksakan," kata Iwan.

Namun, Iwan punya trik jitu untuk menyiasati tidak ajegnya standar bahan aktif yang dikandung bahan baku obat herbal. "Agar suatu produk herbal mampu bekerja secara sistemik dengan hasil yang konsisten, maka strategi menyinergikan beragam zat aktif dengan efikasi yang konvergen ke organ-organ tertentu, sangat diperlukan," papar Iwan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More