Pengamat Hukum Dorong Propam Ungkap Motif AKBP Gafur Buka Kasus SP3
Kamis, 02 September 2021 - 12:14 WIB
JAKARTA - Divisi Profesi dan Pengamana (Divpropam) Mabes Polri didorong menyelidiki motif di balik keputusan mantan Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Gafur Siregar yang membuka kembali penyidikan perkara yang sudah dihentikan penyidikannya (SP3). Ini karena membuka kembali kasus yang sudah SP3 cacat hukum.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir mengatakan, dalam ilmu hukum pidana sebuah objek yang disidik itu tidak termasuk perbuatan pidana. Karenanya proses penyidikan mutlak tidak bisa dibuka kembali karena sudah disimpulkan sebagai bukan perbuatan pidana atau dikenal dengan SP3 permanen.
Yang kedua, jika SP3 disebabkan karena kurang cukup bukti maka kasus dihentikan demi kepastian hukum. “Pertanyaan berikutnya adalah apakah SP3 ini bisa dibuka kembali? Prinsipnya tidak bisa dibuka kembali, kecuali ada satu hal yang disebut sebagai alat bukti baru yang dikenal sebagai novum,” katanya kepada wartawan, Kamis (2/9/2021).
Yang dimaksud dengan novum bukan sekedar alat bukti baru, melainkan yang mampu membuka unsur-unsur tindak pidana menjadi terpenuhi. Dalam kasus yang melibatkan penyidikan AKBP Gafur Siregar, Mudzakir melihat upaya menyidik kembali perkara yang telah di SP3 sebagai sebuah kekeliruan, cacat hukum, sehingga tidak bisa dibuka kembali.
Seperti diketahui, AKBP Gafur Siregar saat menjabat sebagai Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya menetapkan status tersangka terhadap R Lutfi atas perkara yang sebelumnya telah di-SP3 oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Penetapan status tersangka kepada R Lutfi didasari oleh laporan atas kasus yang sama, pasal sama, dan penyidiknya juga sama.
AKBP Gafur Siregar sendiri saat ini mendapat promosi jabatan menjadi Kapolres Kota Baru, Kalimantan Selatan, sebagaimana telegram rahasia (TR) Kapolri yang beredar di kalangan wartawan. Terkait hal ini Mudzakir memandang Kapolri sedang mempertaruhkan profesionalisme penyidik yang bertentangan dengan prinsip profesionalme kepolisian.
Ia menyarankan Polri mengevaluasi bahwa promosi pada orang-orang yang cacat profesi akan berdampak dalam rangka membangun citra kepolisian yang profesional. Promosi jabatan kalau tidak ditangani secara hati-hati akan menjadi awal dari runtuhnya citra kepolisian.
Dalam upayanya mencari keadilan, R Lutfi sehari sebelumnya melaporkan AKBP Gafur Siregar ke Komnas HAM dan Ombudsman. Dugaaannya kesewenang-wenangan dalam menetapkan status tersangka dirinya dalam perkara memasuki pekarangan orang lain yang di tuduhkan PT Multi Aneka Sarana (MAS) kepada dirinya.
"Saya ditersangkakan karena memasuki pekarangan orang lain. Padahal itu rumah dan tanah yang sudah kami tinggali secara turun temurun," kata Lutfi.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan AKBP Gafur telah menjalani sidang kode etik terkait penanganan kasus saat menjabat Kasubdit II Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Setelah dilakukan sidang dan pemeriksaan, Gafur tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir mengatakan, dalam ilmu hukum pidana sebuah objek yang disidik itu tidak termasuk perbuatan pidana. Karenanya proses penyidikan mutlak tidak bisa dibuka kembali karena sudah disimpulkan sebagai bukan perbuatan pidana atau dikenal dengan SP3 permanen.
Yang kedua, jika SP3 disebabkan karena kurang cukup bukti maka kasus dihentikan demi kepastian hukum. “Pertanyaan berikutnya adalah apakah SP3 ini bisa dibuka kembali? Prinsipnya tidak bisa dibuka kembali, kecuali ada satu hal yang disebut sebagai alat bukti baru yang dikenal sebagai novum,” katanya kepada wartawan, Kamis (2/9/2021).
Yang dimaksud dengan novum bukan sekedar alat bukti baru, melainkan yang mampu membuka unsur-unsur tindak pidana menjadi terpenuhi. Dalam kasus yang melibatkan penyidikan AKBP Gafur Siregar, Mudzakir melihat upaya menyidik kembali perkara yang telah di SP3 sebagai sebuah kekeliruan, cacat hukum, sehingga tidak bisa dibuka kembali.
Seperti diketahui, AKBP Gafur Siregar saat menjabat sebagai Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya menetapkan status tersangka terhadap R Lutfi atas perkara yang sebelumnya telah di-SP3 oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Penetapan status tersangka kepada R Lutfi didasari oleh laporan atas kasus yang sama, pasal sama, dan penyidiknya juga sama.
AKBP Gafur Siregar sendiri saat ini mendapat promosi jabatan menjadi Kapolres Kota Baru, Kalimantan Selatan, sebagaimana telegram rahasia (TR) Kapolri yang beredar di kalangan wartawan. Terkait hal ini Mudzakir memandang Kapolri sedang mempertaruhkan profesionalisme penyidik yang bertentangan dengan prinsip profesionalme kepolisian.
Ia menyarankan Polri mengevaluasi bahwa promosi pada orang-orang yang cacat profesi akan berdampak dalam rangka membangun citra kepolisian yang profesional. Promosi jabatan kalau tidak ditangani secara hati-hati akan menjadi awal dari runtuhnya citra kepolisian.
Dalam upayanya mencari keadilan, R Lutfi sehari sebelumnya melaporkan AKBP Gafur Siregar ke Komnas HAM dan Ombudsman. Dugaaannya kesewenang-wenangan dalam menetapkan status tersangka dirinya dalam perkara memasuki pekarangan orang lain yang di tuduhkan PT Multi Aneka Sarana (MAS) kepada dirinya.
"Saya ditersangkakan karena memasuki pekarangan orang lain. Padahal itu rumah dan tanah yang sudah kami tinggali secara turun temurun," kata Lutfi.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan AKBP Gafur telah menjalani sidang kode etik terkait penanganan kasus saat menjabat Kasubdit II Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Setelah dilakukan sidang dan pemeriksaan, Gafur tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
(poe)
tulis komentar anda