Ombudsman RI: Layanan Pengaduan Daring Jangan Hanya Formalitas
Selasa, 21 April 2020 - 13:09 WIB
JAKARTA - Ombudsman RI telah selesai melakukan kajian singkat/rapid assesment tentang Responsifitas Saluran Informasi Atau Kontak Lembaga Pada Instansi Penegak Hukum untuk kedua kalinya untuk memastikan mutu pelayanan saluran informasi yang baik kepada masyarakat.
Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai dalam sambutannya saat penyampaian hasil kajian kepada 41 Instansi Penegak Hukum mengatakan Ombudsman ingin melihat responsifitas instansi penegak hukum dalam penggunaan saluran daring sebagai sarana aduan masyarakat.
“Hasil kajian ini bisa menjadi bahan untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan publik melalui online dan media sosial. Kita harapkan saluran online ini tidak hanya secara formalitas ada, tetapi benar-benar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Amzulian dalam virtual meeting penyampaian hasil kajian, Senin (20/4/2020).
Di kesempatan yang berbeda, Anggota Ombudsman RI Prof Adrianus Meliala mengatakan keberadaan saluran informasi yang terpadu dan mudah diakses menjadi jawaban terhadap citra penyelenggara pelayanan publik yang selama ini dianggap lambat dan berbelit.
“Apalagi di era teknologi, respons yang cepat terhadap kebutuhan informasi dan pengaduan/pelaporan menjadi hal penting dalam menumbuhkan kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan instansi penyelenggara pelayanan publik,” ujarnya saat melakukan konferensi pers, Selasa (21/4/2020).
Adrianus mengatakan di saat pandemi COVID-19 seperti ini, layanan daring dan media sosial menjadi lebih strategis. Karena masyarakat tidak bisa datang langsung untuk melaporkan jika ada keluhan tentang pelayanan publik.
Tahun ini Ombudsman kembali melakukan Kajian Singkat (Rapid Assesment) dengan melakukan metode mystery shopping atau penyamaran kepada Polri (Mabes Polri, NTMC Polri, Divisi Humas Polri, Polda Metro Jaya, Polda Jabar dan Polres Se-Jabodetabek), Kejaksaan Agung (Kejati DKI Jakarta, Kejati Banten, Kejati Jawa Barat, Kejari Se-Jabodetabek), Mahkamah Agung RI (PT DKI Jakarta, PT Jawa Barat, PT Banten, PN Se- Jabodetabek), dan Kemenkumham RI (Ditjen PAS, Kanwil DKI Jakarta, Kanwil Banten, Kanwil Jawa Barat, Lapas Se-Jabodetabek). Sedangkan untuk lembaga negara yakni KPK, Komisi Yudisial, Kompolnas, Komnas HAM, KPAI, Komisi Kejaksaan, dan Komnas
Perempuan.
Adrianus menjelaskan Tim Ombudsman RI melakukan kontak telepon atau mengakses kontak layanan lembaga dan media sosial yang dicantumkan dengan skenario sebagai masyarakat yang membutuhkan layanan dari lembaga tersebut. Setiap lembaga diuji 2 hingga 3 kali dalam sehari dengan percobaan selama 2 hari yang berbeda. Jenis saluran yang diuji responsifitasnya adalah kontak telepon, surat elektronik dan media sosial.
Dari hasil kajian tersebut terdapat beberapa potensi maladministrasi, yaitu hasil pengujian menunjukkan bahwa secara keseluruhan layanan nomor kontak yang tidak merespons cukup besar yaitu 60%, begitu pula pada media sosial, dimana Facebook sebesar 81%, Twitter sebesar 88%, dan Instagram juga cukup besar 76%. Sementara itu layanan saluran melalui surat elektronik/email yang tidak merespons terdapat 64%.
Potensi kedua yakni hasil pengujian di atas bisa dimaknai bahwa saluran kontak layanan tidak berfungsi atau tidak dapat memberikan respons yang baik kepada masyarakat. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan terjadinya maladminisitrasi.
"Hal itu mengingat salah satu bentuk pelaksanaan pelayanan publik adalah adalah menyiapkan sarana layanan kontak beserta petugasnya sebagai sarana masyarakat menyampaikan laporan/pengaduan atau meminta informasi tertentu. Apabila hak masyarakat dalam mendapatkan informasi atau menyampaikan saran/pengaduan tidak diperoleh sesuai ketentuan akan menimbulkan kerugian," jelasnya.
Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai dalam sambutannya saat penyampaian hasil kajian kepada 41 Instansi Penegak Hukum mengatakan Ombudsman ingin melihat responsifitas instansi penegak hukum dalam penggunaan saluran daring sebagai sarana aduan masyarakat.
“Hasil kajian ini bisa menjadi bahan untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan publik melalui online dan media sosial. Kita harapkan saluran online ini tidak hanya secara formalitas ada, tetapi benar-benar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Amzulian dalam virtual meeting penyampaian hasil kajian, Senin (20/4/2020).
Di kesempatan yang berbeda, Anggota Ombudsman RI Prof Adrianus Meliala mengatakan keberadaan saluran informasi yang terpadu dan mudah diakses menjadi jawaban terhadap citra penyelenggara pelayanan publik yang selama ini dianggap lambat dan berbelit.
“Apalagi di era teknologi, respons yang cepat terhadap kebutuhan informasi dan pengaduan/pelaporan menjadi hal penting dalam menumbuhkan kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan instansi penyelenggara pelayanan publik,” ujarnya saat melakukan konferensi pers, Selasa (21/4/2020).
Adrianus mengatakan di saat pandemi COVID-19 seperti ini, layanan daring dan media sosial menjadi lebih strategis. Karena masyarakat tidak bisa datang langsung untuk melaporkan jika ada keluhan tentang pelayanan publik.
Tahun ini Ombudsman kembali melakukan Kajian Singkat (Rapid Assesment) dengan melakukan metode mystery shopping atau penyamaran kepada Polri (Mabes Polri, NTMC Polri, Divisi Humas Polri, Polda Metro Jaya, Polda Jabar dan Polres Se-Jabodetabek), Kejaksaan Agung (Kejati DKI Jakarta, Kejati Banten, Kejati Jawa Barat, Kejari Se-Jabodetabek), Mahkamah Agung RI (PT DKI Jakarta, PT Jawa Barat, PT Banten, PN Se- Jabodetabek), dan Kemenkumham RI (Ditjen PAS, Kanwil DKI Jakarta, Kanwil Banten, Kanwil Jawa Barat, Lapas Se-Jabodetabek). Sedangkan untuk lembaga negara yakni KPK, Komisi Yudisial, Kompolnas, Komnas HAM, KPAI, Komisi Kejaksaan, dan Komnas
Perempuan.
Adrianus menjelaskan Tim Ombudsman RI melakukan kontak telepon atau mengakses kontak layanan lembaga dan media sosial yang dicantumkan dengan skenario sebagai masyarakat yang membutuhkan layanan dari lembaga tersebut. Setiap lembaga diuji 2 hingga 3 kali dalam sehari dengan percobaan selama 2 hari yang berbeda. Jenis saluran yang diuji responsifitasnya adalah kontak telepon, surat elektronik dan media sosial.
Dari hasil kajian tersebut terdapat beberapa potensi maladministrasi, yaitu hasil pengujian menunjukkan bahwa secara keseluruhan layanan nomor kontak yang tidak merespons cukup besar yaitu 60%, begitu pula pada media sosial, dimana Facebook sebesar 81%, Twitter sebesar 88%, dan Instagram juga cukup besar 76%. Sementara itu layanan saluran melalui surat elektronik/email yang tidak merespons terdapat 64%.
Potensi kedua yakni hasil pengujian di atas bisa dimaknai bahwa saluran kontak layanan tidak berfungsi atau tidak dapat memberikan respons yang baik kepada masyarakat. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan terjadinya maladminisitrasi.
"Hal itu mengingat salah satu bentuk pelaksanaan pelayanan publik adalah adalah menyiapkan sarana layanan kontak beserta petugasnya sebagai sarana masyarakat menyampaikan laporan/pengaduan atau meminta informasi tertentu. Apabila hak masyarakat dalam mendapatkan informasi atau menyampaikan saran/pengaduan tidak diperoleh sesuai ketentuan akan menimbulkan kerugian," jelasnya.
(kri)
tulis komentar anda