Indonesia Rawan Bencana, Ini Kata Kepala BMKG dan BNPP kepada Megawati
Rabu, 04 Agustus 2021 - 16:49 WIB
BMKG sendiri, sesuai arahan Megawati, terus belajar dari negara yang maju dalam hal penanganan bencana. Misalnya dari Jepang, yang berdasarkan penelitian, memiliki tingkat keselamatan masyarakat yang tinggi saat gempa terjadi. Riset menunjukkan, 95 persen warga yang selamat justru karena kemampuan sendiri, bukan karena ditolong oleh petugas pemerintah.
Selain itu, BMKG juga belajar dari China yang sudah memanfaatkan perbedaan gelombang gempa untuk bisa menyelamatkan diri. Sistem ini juga dibangun oleh Jepang. Diketahui, bahwa ada jeda 10 detik antara gelombang primer dan gelombang sekunder ketika gempa terjadi. Di antara 10 detik itulah sistem nuklir dan sistem transportasi dimatikan, hingga peringatan ke masyarakat disampaikan di jeda waktu itu.
"Kami sedang dalam proses membangun teknologinya, kami baru belajar ilmunya. Insya Allah dalam 2 tahun ini bisa terwujud," kata Dwikorita.
Ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam membangun budaya kesiapsiagaan ini. Berdasarkan riset, sistem peringatan dini yang dibangun BMKG sebenarnya sudah lumayan cepat. Namun ternyata banyak masyarakat yang menerima tak merespons dengan baik.
Temuan riset, banyak masyarakat yang menerima informasi tak memahami makna warna merah, kuning, hijau yang jadi simbol waspada yang dikirimkan. Banyak nelayan dan nahkoda kapal yang tak paham grafis yang dikirim oleh BMKG.
"Tantangannya, bagaimana dari sisi kultur, peringatan dini ini dipahami, dan mendorong sikap bagaimana mampu menolong diri sendiri dan sekitarnya agar selamat. Yang jelas, bagi kami, setinggi apapun teknologi, kalau dari sisi kultur tak terbangun, tak guna," urai Dwikorita.
"Terima kasih kepada PDI Perjuangan yang terus menguatkan kultur kesiapsiagaan multi bencana ini," tegasnya.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau lebih dikenal sebagai Basarnas, Marsekal Madya Hendri Alfiandi mengakui bahwa para kader PDIP memang termasuk salah satu yang paling memberikan dukungan atas kerja-kerja penanggulangan bencana. Pihaknya berharap komitmen PDIP ini bisa diikuti oleh kelompok organisasi kemasyarakatan lainnya tanpa memperhitungkan latar belakang politiknya.
"Terutama kami memang masih sangat membutuhkan support langsung dari potensi SAR yang ada di Indonesia. Kami sangat terbantu dengan Baguna dan ormas lainnya yang selama ini membantu," kata Hendri.
"Sebetulnya kami secara hati nurani, ingin organisasi lain mengikuti jejak PDI Perjuangan, sehingga mereka bisa memberi kontribusi langsung kepada masyarakat terlepas dari latar belakang politiknya," sambungnya.
Selain itu, BMKG juga belajar dari China yang sudah memanfaatkan perbedaan gelombang gempa untuk bisa menyelamatkan diri. Sistem ini juga dibangun oleh Jepang. Diketahui, bahwa ada jeda 10 detik antara gelombang primer dan gelombang sekunder ketika gempa terjadi. Di antara 10 detik itulah sistem nuklir dan sistem transportasi dimatikan, hingga peringatan ke masyarakat disampaikan di jeda waktu itu.
"Kami sedang dalam proses membangun teknologinya, kami baru belajar ilmunya. Insya Allah dalam 2 tahun ini bisa terwujud," kata Dwikorita.
Ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam membangun budaya kesiapsiagaan ini. Berdasarkan riset, sistem peringatan dini yang dibangun BMKG sebenarnya sudah lumayan cepat. Namun ternyata banyak masyarakat yang menerima tak merespons dengan baik.
Temuan riset, banyak masyarakat yang menerima informasi tak memahami makna warna merah, kuning, hijau yang jadi simbol waspada yang dikirimkan. Banyak nelayan dan nahkoda kapal yang tak paham grafis yang dikirim oleh BMKG.
"Tantangannya, bagaimana dari sisi kultur, peringatan dini ini dipahami, dan mendorong sikap bagaimana mampu menolong diri sendiri dan sekitarnya agar selamat. Yang jelas, bagi kami, setinggi apapun teknologi, kalau dari sisi kultur tak terbangun, tak guna," urai Dwikorita.
"Terima kasih kepada PDI Perjuangan yang terus menguatkan kultur kesiapsiagaan multi bencana ini," tegasnya.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau lebih dikenal sebagai Basarnas, Marsekal Madya Hendri Alfiandi mengakui bahwa para kader PDIP memang termasuk salah satu yang paling memberikan dukungan atas kerja-kerja penanggulangan bencana. Pihaknya berharap komitmen PDIP ini bisa diikuti oleh kelompok organisasi kemasyarakatan lainnya tanpa memperhitungkan latar belakang politiknya.
"Terutama kami memang masih sangat membutuhkan support langsung dari potensi SAR yang ada di Indonesia. Kami sangat terbantu dengan Baguna dan ormas lainnya yang selama ini membantu," kata Hendri.
"Sebetulnya kami secara hati nurani, ingin organisasi lain mengikuti jejak PDI Perjuangan, sehingga mereka bisa memberi kontribusi langsung kepada masyarakat terlepas dari latar belakang politiknya," sambungnya.
tulis komentar anda