Harus Minim Risiko, Kepala BRIN Ingin Transisi Tak Heboh
Selasa, 03 Agustus 2021 - 23:19 WIB
“Tentunya ini perjuangan berat karena berbagai paten itu (inovasi yang telah memiliki hak kekayaan intelektual) tidak serta merta industri menerima dan langsung diproduksi. Beberapa kali harus kita lakukan negoisasi dengan industri. Inilah yang sering kami sampaikan bahwa ada lembah kematian dari riset-riset kita kalau kita tidak terus berjuang,” ucapnya.
Senada, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, BRIN harus dapat mengoordinasikan semua hasil riset dan inovasi agar bisa bersaing dengan negara lain. Makanya, kata dia, setiap lembaga iptek harus bisa bermain dalam orkestrasi sesuai fungsi dan tugas masing-masing.
Kelembagaan iptek dan BRIN, kata Hammam, berada dalam satu kesatuan sistem nasional iptek. Keberadaan kelembagaan iptek yang terdiri dari 5 unsur (perguruan tinggi, lembaga litbang, jirap, badan usaha, dan lembaga penunjang) seperti diatur dalam Pasal 42 UU No. 11/2019 harus ada dalam sistem nasional iptek.
"BRIN berperan mengarahkan dan menyinergikan. BRIN menyusun rencana induk pemajuan iptek, sinergi aspek kebijakan, perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya iptek," kata dia.
UU Sisnas Iptek, jelas Hammam, pada dasarnya tidak menimbulkan beban keuangan negara yang baru. Karena UU ini tidak membentuk lembaga baru. Ia meyakini, keberadaan UU ini justru akan mengoptimalkan fungsi dari lembaga yang telah ada.
Sementara anggota Komisi X DPR RI dan Wakil Ketua Pansus RUU Sisnas Iptek 2014-2019 Marlinda Irwanti menjelaskan, sebenarnya UU Sisnas Iptek didesain untuk memaksimalkan peran iptek dalam pembangunan nasional. "Dalam UU No. 18 Tahun 2002 itu dinyatakan bahwa iptek hanya untuk kemajuan Iptek, kemudian terjadi perubahan paradigma menjadi UU No.11 Tahun 2019 bahwa Iptek untuk pembangunan nasional," jelas Marlinda.
Presiden Joko Widodo sendiri, kata dia, dalam sejumlah pidatonya menyatakan iptek perlu dimanfaatkan bagi pembangunan nasional dan inovasi Iptek dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Perbedaan paling signifikan dari kedua UU tersebut, jelas Marlinda, terdapat pada kata kunci "inovasi".
Senada, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, BRIN harus dapat mengoordinasikan semua hasil riset dan inovasi agar bisa bersaing dengan negara lain. Makanya, kata dia, setiap lembaga iptek harus bisa bermain dalam orkestrasi sesuai fungsi dan tugas masing-masing.
Kelembagaan iptek dan BRIN, kata Hammam, berada dalam satu kesatuan sistem nasional iptek. Keberadaan kelembagaan iptek yang terdiri dari 5 unsur (perguruan tinggi, lembaga litbang, jirap, badan usaha, dan lembaga penunjang) seperti diatur dalam Pasal 42 UU No. 11/2019 harus ada dalam sistem nasional iptek.
"BRIN berperan mengarahkan dan menyinergikan. BRIN menyusun rencana induk pemajuan iptek, sinergi aspek kebijakan, perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya iptek," kata dia.
UU Sisnas Iptek, jelas Hammam, pada dasarnya tidak menimbulkan beban keuangan negara yang baru. Karena UU ini tidak membentuk lembaga baru. Ia meyakini, keberadaan UU ini justru akan mengoptimalkan fungsi dari lembaga yang telah ada.
Sementara anggota Komisi X DPR RI dan Wakil Ketua Pansus RUU Sisnas Iptek 2014-2019 Marlinda Irwanti menjelaskan, sebenarnya UU Sisnas Iptek didesain untuk memaksimalkan peran iptek dalam pembangunan nasional. "Dalam UU No. 18 Tahun 2002 itu dinyatakan bahwa iptek hanya untuk kemajuan Iptek, kemudian terjadi perubahan paradigma menjadi UU No.11 Tahun 2019 bahwa Iptek untuk pembangunan nasional," jelas Marlinda.
Presiden Joko Widodo sendiri, kata dia, dalam sejumlah pidatonya menyatakan iptek perlu dimanfaatkan bagi pembangunan nasional dan inovasi Iptek dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Perbedaan paling signifikan dari kedua UU tersebut, jelas Marlinda, terdapat pada kata kunci "inovasi".
(hab)
Lihat Juga :
tulis komentar anda