RE Martadinata, Pendiri Barisan Banteng Laut yang Gugur di Udara

Jum'at, 16 Juli 2021 - 05:27 WIB


Setelah proklamasi dikumandangkan, para pelaut di bawah pimpinan RE Martadinata melucuti senjatatentara Jepang, merebut kapal-kapal milik Jawatan Pelayaran Jawa Unko Kaisya, menguasai pelabuhanpenting dan menduduki gedung-gedung dan kantor milik pendudukan Jepang.

Setelah pengakuan kemerdekaan, Belanda menyerahkan dua korvet kepada pemerintah RI. RE Martadinata menjadi salah satu komandan kapal yang diberi nama RI Hang Tuah.

Perjalanan karirnya terus menanjak dan dipercaya menjadi Komandan Kesatuan ALRI di Italia (Kalita)untuk mengawasi pembuatan dua kapal korvet dan dua kapal fregat. Puncak karir di ALRI ketikadiangkat menjadi KSAL pada 17 Juli 1959 dan saat itu dilakukan perubahan dengan program "MenujuAngkatan Laut yang Jaya" dengan bertitik tolak pada konsepsi Wawasan Nusantara. Membangun AngkatanLaut yang kuat perlu penataan kekuatan Armada dan operasi yang didukung dengan pendirian darat.

Armada Angkatan Laut menjadi bertambah kuat dengan pengadaan kapal perang, pesawat udara, pasukan komando dan peralatannya serta pendirian fasilitas pangkalan secara moderen sehingga pada 5Desember 1959 lahirlah Armada Republik Indonesia yang menjadi kekuatan terbesar di Asia Tenggaradan menjadi kebanggaan rakyat.

Pengabdian kepada bangsa dan negara dilanjutkan ketika diangkat menjadi Duta Besar dan BerkuasaPenuh di Pakistan pada 1 September 1966. Pada saat peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1966, ia datangke Jakarta untuk menerima kenaikan pangkat menjadi Laksamana di Istana Negara. Pada 6 Oktober 1966, RE Martadinata mengajak koleganya dari Pakistan Kolonel Syed Mazhar Ahmed danistrinya Begum Salma serta Magda Elizabeth Mari Rauf ke Puncak menggunakan helikopter jenisAlloute A IV 422 yang dipiloti Letnan Willy.

Kembali dari Puncak menuju Jakarta, RE Martadinata mengambil alih kemudi pesawat dan menerbangkansendiri bersama tamunya. Namun naas, saat melewati Puncak Pass tiba-tiba cuaca buruk dan pesawatheli menabrak tebing batu dan meledak. RE Martadinata dan seluruh penumpang heli tewas. Jenazahnyadimakamkan di Kalibata dengan inspektur upacara Jenderal TNI Soeharto.

Pemerintah menghargai jasa-jasa dan perjuangannya serta mengangkat Laksa­mana TNI RE Martadinata

sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden 7 Oktober 1966.
(abd)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More