Picu Polemik, KP3I Minta Jokowi Jelaskan Soal Polemik Vaksin Berbayar
Selasa, 13 Juli 2021 - 21:25 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu menyoroti rencana pemerintah menjual vaksin Covid-19, yang belakangan berujung polemik.
Pemerintah sebelumnya melalui Kemenkes, BUMN, Kimia Farma berencana akan menjual vaksin Covid-19 merek Sinopharm kepada warga melalui skema vaksinasi gotong royong individual atau vaksinasi berbayar. Meskipun, untuk sementara kebijakan tersebut ditunda.
Tom menilai langkah pemerintah ini suatu bukti bahwa pemerintah menari-nari di atas penderitaan rakyat. Padahal, jelas-jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2020 lalu dengan tegas menyebut vaksin Covid-19 gratis untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Menurut dia, rencana vaksinasi berbayar ini telah memperlihatkan sikap inkonsisten dari pemerintah dan bertolak belakang dari regulasi dari vaksin gratis, yang mau diubah menjadi berbayar. "Jokowi sebagai presiden sebaiknya menjelaskan sendiri soal (polemik) ini, biar rakyat tidak bingung. Mana informasi yang benar, vaksin gratis yang dinyatakan presiden atau vaksin berbayar yang dinyatakan anak buah presiden?," kata Tom kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).
Kalau pemerintah nantinya melanjutkan rencananya terkait vaksin berbayar, menurut Tom, pemerintah juga harus menyampaikan dengan apa adanya soal informasi vaksin berbayar yang akan dijalankan. "Apakah mutu, kualitas dan kuantitasnya berbeda dengan yang gratis?," ungkapnya penasaran.
Selain itu, Tom juga berpendapat perbedaan sikap di kalangan politisi di Senayan, dimana sebagian fraksi mendukung vaksinasi berbayar tetapi fraksi lainnya menolak keras, hal ini sebagai bukti fraksi-fraksi di DPR lebih mengedepankan kepentingan peribadi dan kelompok daripada kepentingan umum.
"Mereka perlu diingatkan, bahwa dalam membuat kebijakan dan informasi pemerintah jangan seperti terbelah, sepertinya pemerintah harus berulang-ulang membaca Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 serta pasal 1 ayat 2, pasal 28, pasal 28A sampai 28J, pasal 30, pasal 31 pasal 32 UUD 1945. Jadi, kami minta sikap pemerintah jangan membuat rakyat bingung dengan kebijakan dan pernyataan yang terus berbeda-beda," Tom mengingatkan.
Pemerintah sebelumnya melalui Kemenkes, BUMN, Kimia Farma berencana akan menjual vaksin Covid-19 merek Sinopharm kepada warga melalui skema vaksinasi gotong royong individual atau vaksinasi berbayar. Meskipun, untuk sementara kebijakan tersebut ditunda.
Tom menilai langkah pemerintah ini suatu bukti bahwa pemerintah menari-nari di atas penderitaan rakyat. Padahal, jelas-jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2020 lalu dengan tegas menyebut vaksin Covid-19 gratis untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Menurut dia, rencana vaksinasi berbayar ini telah memperlihatkan sikap inkonsisten dari pemerintah dan bertolak belakang dari regulasi dari vaksin gratis, yang mau diubah menjadi berbayar. "Jokowi sebagai presiden sebaiknya menjelaskan sendiri soal (polemik) ini, biar rakyat tidak bingung. Mana informasi yang benar, vaksin gratis yang dinyatakan presiden atau vaksin berbayar yang dinyatakan anak buah presiden?," kata Tom kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).
Kalau pemerintah nantinya melanjutkan rencananya terkait vaksin berbayar, menurut Tom, pemerintah juga harus menyampaikan dengan apa adanya soal informasi vaksin berbayar yang akan dijalankan. "Apakah mutu, kualitas dan kuantitasnya berbeda dengan yang gratis?," ungkapnya penasaran.
Selain itu, Tom juga berpendapat perbedaan sikap di kalangan politisi di Senayan, dimana sebagian fraksi mendukung vaksinasi berbayar tetapi fraksi lainnya menolak keras, hal ini sebagai bukti fraksi-fraksi di DPR lebih mengedepankan kepentingan peribadi dan kelompok daripada kepentingan umum.
"Mereka perlu diingatkan, bahwa dalam membuat kebijakan dan informasi pemerintah jangan seperti terbelah, sepertinya pemerintah harus berulang-ulang membaca Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 serta pasal 1 ayat 2, pasal 28, pasal 28A sampai 28J, pasal 30, pasal 31 pasal 32 UUD 1945. Jadi, kami minta sikap pemerintah jangan membuat rakyat bingung dengan kebijakan dan pernyataan yang terus berbeda-beda," Tom mengingatkan.
(cip)
tulis komentar anda