Soal Komersialisasi Vaksin, Komisi IX DPR Akan Cecar Menkes dalam Raker Hari Ini

Selasa, 13 Juli 2021 - 07:50 WIB
Kebijakan vaksin berbayar yang ditangani oleh cucu perusahaan BUMN, Kimia Farma Diagnostika (KFD) melalui Permenkes Nomor 19/2021 menuai pro dan kontra di masyarakat. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Kebijakan vaksin berbayar yang ditangani oleh cucu perusahaan BUMN, Kimia Farma Diagnostika (KFD) melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19/2021 menuai pro dan kontra di masyarakat. Meskipun Kimia Farma mengumumkan untuk menunda pelaksanaannya yang sebelumnya dijadwalkan mulai Senin (12/7) kemarin, kebijakan ini seharusnya dibatalkan dan akan menjadi salah satu topik bahasan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR dengan Menkes hari ini, pukul 10.00 WIB.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Intan Fauzi menjelaskan awalnya Komisi IX DPR meminta dibuat petunjuk teknis (juknis) soal vaksin COVID-19 melalui Permenkes 28/2020 yang diteken Menkes Terawan Agus Putranto. Lalu, muncul perubahan kedua yakni Permenkes 10/2021 yang dimungkinkan adanya Vaksin Gotong Royong yang biayanya ditanggung Badan Usaha. Dan sekarang keluar lagi aturan perubahan Permenkes 19/2021 yang isinya dimungkinkan vaksinasi perorangan dengan menanggung biaya sendiri.

"Dan itu ditandatangani di Senin 5 Juli 2021, padahal kami Komisi IX melakukan hari dengan Menkes dari pagi hingga malam hari dan tidak disampaikan sedikitpun. Artinya, perubahan permenkes tidak disampaikan di hari kami rapat dan itu juga ditandatangani hari itu. Sehingga kami sebagai DPR fungsi kami ya pengawasan dan kami minta ini dibatalkan," ujar Intan saat dihubungi, Selasa (13/7/2021).



"Oleh karena itu kami akan melakukan raker insya Allah hari ini," imbuhnya.

Apalagi, Intan melanjutkan kalau melihat skema harganya itu merupakan lumayan karena harga per dosisnya dibanderol Rp321 ribu lalu dikali dua dosis dan ada juga biaya layanan Rp117 ribu sehingga keluar angka Rp879.140 untuk vaksin berbayar ini.

Kemudian, kata Intan, vaksinasi berbayar ini dilakukan oleh Kimia Farma Diagnostika yang mana perusahaan ini pernah bermasalah pada saat swab antigen di Bandara Kualanamu Medan, mungkin masih ingat kejadian swab antigen bekas dengan korban 30.000 lebih masyarakat.

"Artinya yang Kualanamu saja belum selesai, menurut saya itu tidak bisa selesai hanya dengan mengganti jajaran direksi," tukasnya.

Bendahara DPP PAN ini juga mempertanyakan bagaimana roadmap pemerintah di awal bahwa vaksinasi ini tidak berbayar lalu sekarang ini membuat kebijakan berbayar ke individu, lalu bagaimana tanggung jawabnya kalau kemudian ini dilepas kepada pihak ketiga. Karena ini merupakan masa pandemi di mana kesehatan menjadi hak rakyat, ditambah adanya gejolak dengan kondisi pandemi yang belum pernah landai angka penularannya. Mesipun ditunda, tetap hal ini belum melegakan masyarakat.

"Kimia Farma mengumumkan ada penundaan vaksinasi berbayar yang tadinya akan dimulai per hari ini. Tentu saya mendorong untuk membatalkan untuk kondisi sekarang. Bukan hanya penundaan karena hanya data dan lain sebagainya. Itu sesuai dengan apa yang disepakati DPR dan Menkes dalam Permeneks 10/2021 mulai dari pengadaan, distribusi sampai dengan penerima hanya dimungkinkan berbayar pemerintah dan Badan Usaha. Tidak ada dibebankan kepada rakyat," desak Intan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More