KPK: Operasi Tambang Ilegal Perlu Penindakan Hukum
Jum'at, 09 Juli 2021 - 07:27 WIB
Di kesempatan yang sama, Pj Sekda Provinsi Sumut Afifi Lubis menjelaskan, kondisi pertambangan Sumut dari hasil pendataan lapangan melalui aparat di Pemprov Sumut. "Kita menyadari perubahan UU tersebut secara jelas menyatakan kewenangan pengelolaan baik perizinan maupun pengawasan telah beralih ke pemerintah pusat. Kondisi ini tentu bagi kami, posisi kami sebagai steering atau pengarah saja kepada rekan-rekan kita di kabupaten/kota," kata Afifi.
Ia menjelaskan, terdapat 311 izin usaha pertambangan (IUP) yang tersebar di 23 kab/kota dengan total luas wilayah 4.647,06 hektare. Menurutnya, ada 11 jenis izin utama IUP komoditas dan yang paling tinggi adalah jenis kerikil berpasir alami atau sirtu.
"Memang kondisi pengambilan pasir bersirtu, pengambilan tanah dan sebagainya banyak menimbulkan permasalahan. Kita sama-sama tahu di kabupaten Langkat sebagaimana disampaikan oleh Bupati, lebih banyak memberi mudhorot atau kerugian daripada manfaat. Hancurnya sarana, prasarana dan infrastruktur jalan sebagai dampak pengambilan galian C," kata Afifi.
Dari gambaran tersebut, Afifi menjelaskan, sesuai pemantauan tahun 2020 dan mungkin berubah saat ini, terdapat total 222 usaha galian C yang tidak berizin yang tersebar di 20 Kab/Kota di Sumut. Lebih dari 50% dari total keseluruhan izin dan tambang tidak berizin tersebut, didominasi oleh komoditas batuan walaupun ada juga mineral logam dan batuan.
Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Hendriwan menjelaskan keterkaitan penyelenggaraan pertambangan MBLB dan pemungutan pajak MBLB. Pertama, dalam hal kab/kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di luar wilayah pertambangan agar menghentikan pelaksanaan kegiatan pertambangan dan menghentikan pemungutan pajak MBLB.
"Kedua, dalam hal kab/kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di dalam wilayah pertambangan, namun tanpa izin agar kegiatan tetap dapat dilakukan, dengan berkoordinasi dengan provinsi untuk percepatan pengurusan izin dan pajak MBLB tetap dapat dipungut. Wilayah pertambangan ditentukan oleh pemda," kata Hendriwan.
Kasubdit Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Fadliya menyampaikan bahwa sepanjang syarat objektif dan subjektif pajak sudah jelas, sudah dapat dikenakan pajak. "Dasar pengenaan MBLB yaitu yang di mulut tambang, bukan dari pemanfaatan yang sudah melalui proses. Yang dikecualikan, katanya, adalah yang nyata tidak komersial," kata Fadliya.
Sementara itu, Kepala BPKAD Provinsi Sumut Ismail Sinaga menyampaikan permasalah ini sudah berlarut-larut tanpa ada penyelesaian konkrit. Dirinya menganggap ada yang salah dengan regulasi dan kebijakan MBLB dan meyakin hal ini sudah menjadi masalah skala nasional, karena sudah membawa dampak buruk bukan saja bagi lingkungan, ekonomi, sosial masyarakat tapi juga bagi citra dan pendapatan pemda.
"Kita harus dudukkan masalah ini secara nasional. Kabupaten/kota menjadi ragu mengambil tindakan. Semua seolah-olah menjadi ilegal. Saya juga titip agar pusat memperhatikan prinsip keadilan dan keberimbangan dengan daerah dalam merevisi kebijakan," harap Ismail.
Menutup kegiatan, KPK berpendapat bahwa Kemen ESDM perlu segera menyelesaikan dan mengumumkan regulasi turunan dari UU No 3 tahun 2020 sesuai amanat UU ini yaitu satu tahun sejak diundangkan. Kedua, meminta Gubernur Sumut bersurat ke pusat atau Kemendagri dalam rangka mendapatkan pedoman sebagai pegangan pemda terutama di masa transisi kewenangan perizinan.
Ia menjelaskan, terdapat 311 izin usaha pertambangan (IUP) yang tersebar di 23 kab/kota dengan total luas wilayah 4.647,06 hektare. Menurutnya, ada 11 jenis izin utama IUP komoditas dan yang paling tinggi adalah jenis kerikil berpasir alami atau sirtu.
"Memang kondisi pengambilan pasir bersirtu, pengambilan tanah dan sebagainya banyak menimbulkan permasalahan. Kita sama-sama tahu di kabupaten Langkat sebagaimana disampaikan oleh Bupati, lebih banyak memberi mudhorot atau kerugian daripada manfaat. Hancurnya sarana, prasarana dan infrastruktur jalan sebagai dampak pengambilan galian C," kata Afifi.
Dari gambaran tersebut, Afifi menjelaskan, sesuai pemantauan tahun 2020 dan mungkin berubah saat ini, terdapat total 222 usaha galian C yang tidak berizin yang tersebar di 20 Kab/Kota di Sumut. Lebih dari 50% dari total keseluruhan izin dan tambang tidak berizin tersebut, didominasi oleh komoditas batuan walaupun ada juga mineral logam dan batuan.
Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Hendriwan menjelaskan keterkaitan penyelenggaraan pertambangan MBLB dan pemungutan pajak MBLB. Pertama, dalam hal kab/kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di luar wilayah pertambangan agar menghentikan pelaksanaan kegiatan pertambangan dan menghentikan pemungutan pajak MBLB.
"Kedua, dalam hal kab/kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di dalam wilayah pertambangan, namun tanpa izin agar kegiatan tetap dapat dilakukan, dengan berkoordinasi dengan provinsi untuk percepatan pengurusan izin dan pajak MBLB tetap dapat dipungut. Wilayah pertambangan ditentukan oleh pemda," kata Hendriwan.
Kasubdit Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Fadliya menyampaikan bahwa sepanjang syarat objektif dan subjektif pajak sudah jelas, sudah dapat dikenakan pajak. "Dasar pengenaan MBLB yaitu yang di mulut tambang, bukan dari pemanfaatan yang sudah melalui proses. Yang dikecualikan, katanya, adalah yang nyata tidak komersial," kata Fadliya.
Sementara itu, Kepala BPKAD Provinsi Sumut Ismail Sinaga menyampaikan permasalah ini sudah berlarut-larut tanpa ada penyelesaian konkrit. Dirinya menganggap ada yang salah dengan regulasi dan kebijakan MBLB dan meyakin hal ini sudah menjadi masalah skala nasional, karena sudah membawa dampak buruk bukan saja bagi lingkungan, ekonomi, sosial masyarakat tapi juga bagi citra dan pendapatan pemda.
"Kita harus dudukkan masalah ini secara nasional. Kabupaten/kota menjadi ragu mengambil tindakan. Semua seolah-olah menjadi ilegal. Saya juga titip agar pusat memperhatikan prinsip keadilan dan keberimbangan dengan daerah dalam merevisi kebijakan," harap Ismail.
Menutup kegiatan, KPK berpendapat bahwa Kemen ESDM perlu segera menyelesaikan dan mengumumkan regulasi turunan dari UU No 3 tahun 2020 sesuai amanat UU ini yaitu satu tahun sejak diundangkan. Kedua, meminta Gubernur Sumut bersurat ke pusat atau Kemendagri dalam rangka mendapatkan pedoman sebagai pegangan pemda terutama di masa transisi kewenangan perizinan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda