Perlu Edukasi Saat Mengonsumsi Obat Covid-19

Senin, 28 Juni 2021 - 08:14 WIB
Dosen Psikologi Ekonomi dan Perilaku Konsumen dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat mengatakan, ada beberapa kelompok konsumen berdasarkan mekanisme psikologis yang membuat mudah atau tidaknya tergoda dengan khasiat obat-obatan yang belum terbukti secara klinis.

Kelompok pertama terdiri atas sebagian kecil konsumen yang cenderung tidak kritis. Mereka mudah terbuai janji yang sebenarnya tidak rasional maupun tidak ada bukti ilmiah.

“Dalam kondisi kepepet, mereka memerlukan sebuah penanganan menghadapi Covid tetapi tidak tersedia. Dalam situasi itu, mereka tergoda dengan resep-resep seperti itu,” kata Rahmat kepada Koran SINDO, Minggu (27/6/2021).

Kelompok berikutnya adalah konsumen yang kritis, rasional, memiliki kognitif yang tinggi dan menginginkan penjelasan ilmiah lebih dahulu. Namun, jumlah ini masih sedikit. Adapun kelompok terakhir atau yang paling umum adalah konsumen yang berusaha untuk rasional, tetapi dalam situasi kepepet mau tidak mau menjadi mudah tergoda.

“Dalam situasi ini, masyarakat atau konsumen yang rentan terhadap bahaya Covid, merasa tidak mendapatkan jaminan perlindungan karena waktu itu memang belum ada. Mereka kemudian tidak ingin pasrah sehingga mencoba percaya terhadap resep obat-obatan termasuk obat tradisional,” katanya.



Dia menambahkan, selama ini edukasi dan literasi yang didapatkan masyarakat justru lebih karena ‘dimanjakan’ oleh dokter. Di sisi lain, dokter kerap tidak menyediakan waktu yang cukup untuk menjelaskan secara mendalam kepada pasien perihal masalah penyakit, penyebab, dan efektivitas maupun alternatif obat-obatan.

“Biasanya akan langsung tanpa menjelaskan, langsung berikan resep. Syukur kalau ketemu dokter bisa 10 menit. Kalau di puskesmas, sudah 10 menit saja, dokter bisa melayani dua pasien. Ini menjadi tidak mendidik,” ucap dia.

Lantaran itu, Rahmat menilai solusi yang paling rasional yaitu masyarakat harus berhati-hati terhadap informasi yang bukti ilmiahnya belum cukup dan tidak memungkinkan untuk membuat klaim bombastis.

Dia pun meminta pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan BPOM aktif dan cepat tanggap terhadap informasi yang masih simpang siur.

Sementara itu, pakar kesehatan masyarakat Hermawan Saputra mengatakan, tidak semua obat dapat diuji cobakan sehingga tidak bisa menstandarkan sebuah terapi dengan obat tertentu. Maka, hingga saat ini tidak ada yang berani mengklaim sebuah obat menjadi obat Covid-19 karena perdebatannya panjang.

“Oleh karena itu di rumah sakit walaupun ada clinical previllege tapi ada juga yang disebut dengan clinical pathway. Inilah yang mengendalikan semacam standar pelayanan medik sehingga komite medis di rumah sakit dapat mengevaluasi sekaligus mengendalikan mutu layanan,” katanya.

Dia menyarankan, jangan sampai ada niat untuk terapi tetapi malah menimbulkan persoalan kesehatan baru. Dalam keadaan kedaruratan, kesehatan seperti saat ini ada wilayah clinical previllage tetapi ada juga clinical pathway untuk mengendalikan mutu dan layanan di rumah sakit agar sesuai dengan prosedur medis dan kesehatan.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) itu menyebut, banyaknya informasi soal obat Covid-19 ini sebarusnya masyarakat jangan mudah percaya dengan informasi yang tidak jelas asal sumbernya.

"Boleh jadi berita benar secara substansi tapi ketika tidak dirilis resmi maka disitulah harusnya ada kehati-hatian masyarakat dari sumber informasi," tambahnya.

Terkait dengan pemakaian obat dan terapi hal itu sama sekali bukan kewenangan publik tapi kewenangan medis sehingga pola diskusi terapinya sangat terbatas pada ranah ranah profesi yang memang diatur oleh UU praktek dokter, UU Rumah sakit, UU kesehatan, dan UU tenaga kesehatan yang berkaitan dengan peran kesehatan.

Masyarakat, kata dia, harus ada edukasi bahwa ketika pasien berobat atau dirawat di rumah sakit ada proses penanganan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga medis dengan pelayanan yang berpusat pada profil pasien. Sehingga, pelayanan yang berpusat pada pasien, profil pasien, latar belakang, dan riwayat kesehatan pasien menjadi pembelajaran seorang dokter untuk mendefinisikan terapi yang tepat termasuk penggunaan obat-obat sebagai terapi tambahan
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More