Terlalu Mahal, YLKI Desak Kemenkes Turunkan Harga Tes Rapid Antigen
Minggu, 27 Juni 2021 - 18:52 WIB
JAKARTA - Harga tes rapid antigen banyak dikeluhkan masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes rapid antigen sebesar Rp250 ribu. Tetapi harga tersebut dinilai masih terlalu tinggi.
"HET tes rapid antigen Rp250.000 ternyata terlalu mahal. Sebab, menurut informasi yang saya peroleh, harga pokoknya hanya Rp 50.000," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Minggu (27/6/2021).
Selisih harga itu, kata dia, terlampau jauh. Di masa sulit seperti saat ini, selisih HET dengan harga pokoknya yang terlampau jauh menunjukan ada pihak yang mengeruk keuntungan di balik kesulitan masyarakat. Akibatnya, masyarakat enggan untuk rapid tes secara mandiri.
"Jangan terlalu banyak mengambil untung. Jangan terlalu komersialistik di tengah pandemi seperti ini, tidak etis," ujarnya.
Dia mendesak Kemenkes untuk merevisi kebijakannya itu. Sehingga harga pasarannya menjadi lebih masuk akal. Dengan harga yang lebih terjangkau.
"Saya minta Kemenkes mengevaluasi dan merevisi HET tes rapid antigen. Sehingga harganya lebih rasional dan terjangkau oleh konsumen. Apakah banyak cukong yang bermain sehingga HET rapid antigen sangat tinggi dan sangat mahal," katanya.
Dia juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengaudit HET dan aliran dana yang mengalir ke pihak-pihak yang menikmati keputusan Kemenkes. Dengan begitu, tidak terjadi penyimpangan keuangan di balik keputusan tersebut. "BPK sebaiknya juga bisa melakukan audit HET rapid antigen tersebut," katanya.
"HET tes rapid antigen Rp250.000 ternyata terlalu mahal. Sebab, menurut informasi yang saya peroleh, harga pokoknya hanya Rp 50.000," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Minggu (27/6/2021).
Selisih harga itu, kata dia, terlampau jauh. Di masa sulit seperti saat ini, selisih HET dengan harga pokoknya yang terlampau jauh menunjukan ada pihak yang mengeruk keuntungan di balik kesulitan masyarakat. Akibatnya, masyarakat enggan untuk rapid tes secara mandiri.
"Jangan terlalu banyak mengambil untung. Jangan terlalu komersialistik di tengah pandemi seperti ini, tidak etis," ujarnya.
Dia mendesak Kemenkes untuk merevisi kebijakannya itu. Sehingga harga pasarannya menjadi lebih masuk akal. Dengan harga yang lebih terjangkau.
"Saya minta Kemenkes mengevaluasi dan merevisi HET tes rapid antigen. Sehingga harganya lebih rasional dan terjangkau oleh konsumen. Apakah banyak cukong yang bermain sehingga HET rapid antigen sangat tinggi dan sangat mahal," katanya.
Dia juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengaudit HET dan aliran dana yang mengalir ke pihak-pihak yang menikmati keputusan Kemenkes. Dengan begitu, tidak terjadi penyimpangan keuangan di balik keputusan tersebut. "BPK sebaiknya juga bisa melakukan audit HET rapid antigen tersebut," katanya.
tulis komentar anda