Kritik Adalah Biasa, tapi Harus Tetap Beretika dan Solutif
Jum'at, 18 Juni 2021 - 00:34 WIB
“Tapi kondisinya masyarakat kita ada yang minim literasi karena pendidikannya kurang. Ini bagaimana disinergikan. Jadi memberdayakan mereka supaya saling bersinergi,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Trubus, kririk harus ditempatkan atau jangan sampai berisi ujaran kebencian atau hate speech. Jangan mengarah kepada yang bersifat personal atau menyebut nama seseorang. Sebab itu bisa menjurus kepada penghinaan dan pencemaran nama baik. “Ketiga, kritik harus menegakkan solusi yang mana bahasa kerennya itu kritik yang solutif, Jadi kritik solutif itu kritik yang memberikan jalan keluar terhadap persoalan-persoalan yang ada,” tuturnya.
Dia mengakui kelemahan para pengkritik, baik yang dilakukan buzzer-buzzer atau pun yang dilakukan oleh kalangan akademisi terkadang tidak solutif. “Mengapa ? Karena lebih kepentingan-kepentingan saja. Karena apa? Ketika mereka diminta untuk menjelaskan secara rinci atau pun mendeskripsikan persoalan yang disampaikan, kebanyakan mereka itu tidak menguasai dan tidak memiliki data,” tutur Trubus.
Dosen Tetap di Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu juga menyampaikan agar kritik juga memberikan-masukan yang bisa dipakai untuk merumuskan suatu kebijakan yang sifatnya proporsional, berkeadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu, lanjut dia, perlu edukasi kepada mereka-mereka yang suka memberikan kritikan terutama kelompok oposisi.
“Karena sifat budaya kita yang patron-klien, maka patronnya atau tokohnya dulu yang harus dibenahi. Jadi nanti publiknya atau kliennya atau pendukungnya otomatis akan terbawa atau terbenahi pada situasi track record yang menjunjung namanya perbedaan atau toleransi,” katanya.
Baca Juga
Kedua, lanjut Trubus, kririk harus ditempatkan atau jangan sampai berisi ujaran kebencian atau hate speech. Jangan mengarah kepada yang bersifat personal atau menyebut nama seseorang. Sebab itu bisa menjurus kepada penghinaan dan pencemaran nama baik. “Ketiga, kritik harus menegakkan solusi yang mana bahasa kerennya itu kritik yang solutif, Jadi kritik solutif itu kritik yang memberikan jalan keluar terhadap persoalan-persoalan yang ada,” tuturnya.
Dia mengakui kelemahan para pengkritik, baik yang dilakukan buzzer-buzzer atau pun yang dilakukan oleh kalangan akademisi terkadang tidak solutif. “Mengapa ? Karena lebih kepentingan-kepentingan saja. Karena apa? Ketika mereka diminta untuk menjelaskan secara rinci atau pun mendeskripsikan persoalan yang disampaikan, kebanyakan mereka itu tidak menguasai dan tidak memiliki data,” tutur Trubus.
Dosen Tetap di Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu juga menyampaikan agar kritik juga memberikan-masukan yang bisa dipakai untuk merumuskan suatu kebijakan yang sifatnya proporsional, berkeadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu, lanjut dia, perlu edukasi kepada mereka-mereka yang suka memberikan kritikan terutama kelompok oposisi.
“Karena sifat budaya kita yang patron-klien, maka patronnya atau tokohnya dulu yang harus dibenahi. Jadi nanti publiknya atau kliennya atau pendukungnya otomatis akan terbawa atau terbenahi pada situasi track record yang menjunjung namanya perbedaan atau toleransi,” katanya.
(dam)
tulis komentar anda