Pembeli Aset Asabri-Jiwasraya Rawan Digugat dan Barang Diminta Kembali Jaksa
Minggu, 13 Juni 2021 - 23:30 WIB
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) gencar melakukan pelelangan aset sitaan terkait dengan kasus Asabri dan Jiwasraya . Namun, muncul dugaan harta atau aset tersebut tidak terkait kejahatan.
Kejagung diketahui melakukan proses pelelangan dengan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung. PPA sudah koordinasi ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai asetnya, nanti yang lelang KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Baca juga: Kejagung Lelang 16 Mobil Mewah Sitaan Kasus Asabri, Ada Rolls Royce Hingga Ferarri
Menyikapi rencana tersebut, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai dasar hukum rencana Kejagung melelang sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tidak memadai. Alasannya, Korps Adhyaksa hanya merujuk kepada Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan.
“Terlalu minim jika berpegangan pada KUHAP saja, sementara korupsi ini kan sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa,” ujar Yenti di Jakarta, Minggu (13/6/2021).
Sementara dugaan adanya aset yang masih berstatus utang dan tak terkait kasus korupsi, kata Yenti, seharusnya tidak dipermasalahkan kejaksaan.Artinya, tidak dapat dilaksanakan eksekusi lelangnya (non-executable).
Putusannon-executableantara lain diatur di dalamPasal 39 KUHAP yang mengatur bahwa terhadap pemilik barang bukti yang tidak terbukti mengadakan 'permufakatan jahat' dengan pelaku tindak pidana maka seharusnya barang bukti dikembalikan kepada yang berhak/pemiliknya.
Jika kejaksaan mengacu pada Pasal 45 KUHP, lelang tersebut harus ada persetujuan pemilik dan harus dihadiri oleh tersangka dalam pelelangan. Namun kejaksaan diketahui tidak menghadirkan para tersangka.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar pun senada dan mengatakan jika tidak sesuai dengan hukum acara pelelangan itu tidak sah. "Apalagi belum ada putusan pengadilan yang menyatakan barang tersebut sebagai hasil dari kejahatan atau barang bukti yang dapat diserahkan kepada negara. Jadi tidak sah," ujar Fickar.
Menurutnya, jika ke depan hasil lelang tersebut itu terjadi sengketa maka bisa terjadi perubahan status barang bukti itu tidak diserahkan kepada negara.
Kejagung diketahui melakukan proses pelelangan dengan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung. PPA sudah koordinasi ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai asetnya, nanti yang lelang KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Baca juga: Kejagung Lelang 16 Mobil Mewah Sitaan Kasus Asabri, Ada Rolls Royce Hingga Ferarri
Menyikapi rencana tersebut, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai dasar hukum rencana Kejagung melelang sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tidak memadai. Alasannya, Korps Adhyaksa hanya merujuk kepada Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan.
“Terlalu minim jika berpegangan pada KUHAP saja, sementara korupsi ini kan sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa,” ujar Yenti di Jakarta, Minggu (13/6/2021).
Sementara dugaan adanya aset yang masih berstatus utang dan tak terkait kasus korupsi, kata Yenti, seharusnya tidak dipermasalahkan kejaksaan.Artinya, tidak dapat dilaksanakan eksekusi lelangnya (non-executable).
Putusannon-executableantara lain diatur di dalamPasal 39 KUHAP yang mengatur bahwa terhadap pemilik barang bukti yang tidak terbukti mengadakan 'permufakatan jahat' dengan pelaku tindak pidana maka seharusnya barang bukti dikembalikan kepada yang berhak/pemiliknya.
Jika kejaksaan mengacu pada Pasal 45 KUHP, lelang tersebut harus ada persetujuan pemilik dan harus dihadiri oleh tersangka dalam pelelangan. Namun kejaksaan diketahui tidak menghadirkan para tersangka.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar pun senada dan mengatakan jika tidak sesuai dengan hukum acara pelelangan itu tidak sah. "Apalagi belum ada putusan pengadilan yang menyatakan barang tersebut sebagai hasil dari kejahatan atau barang bukti yang dapat diserahkan kepada negara. Jadi tidak sah," ujar Fickar.
Menurutnya, jika ke depan hasil lelang tersebut itu terjadi sengketa maka bisa terjadi perubahan status barang bukti itu tidak diserahkan kepada negara.
tulis komentar anda