Pimpinan KPK Tak Punya Dasar Tolak Panggilan Komnas, MAKI Uji UU HAM
Kamis, 10 Juni 2021 - 11:03 WIB
JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) memilih tidak menghadiri panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) terkait pengaduan dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan (TKW) alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Lewat surat tertulis, selain alasan adanya agenda lain pada hari pemanggilan, Ketua KPK Firli Bahuri juga meminta penjelasan dari Komnas HAM soal jenis pelanggaran HAM dalam TWK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman menilai panggilan Komnas HAM berlaku bagi semua Warga Negara Indonesia secara pribadi atau dari instansi pemerintah atau lembaga swasta tanpa kecuali. Di sisi lain, penolakan Firli Bahuri untuk menghadiri panggilan Komnas HAM dianggapnya bentuk imunitas atau kekebalan istimewa sebagai ketua KPK yang belum diatur.
Karena itu perlu pengaturan secara khusus sebagai landasan yang kuat kepada ketua KPK untuk menolak panggilan Komnas HAM dengan alasan independensi. Unutk itu MAKI berinisiatif mengajukan Uji Materi Undang Undang HAM dengan maksud menguji efektifitas Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan wewenangnya termasuk kewenangan memanggil seseorang untuk diklarifikasi atau didengar keterangannya terkait aduan dugaan Pelanggaran HAM.
"Uji materi ini akan diajukan minggu depan ke Mahkamah Konstitusi," kata Koordinator MAKI Bonyamin Saiman melalui keterangan tertulis yang diterima, Kamis (10/6/2021).
Bahan materi uji materi pasal-pasal yang diatur Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM terhadap UUD 1945 :
1. Pasal 89 Ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berbunyi "Komnas HAM berwenang melakukan pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya" bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "berlaku terhadap semua WNI, instansi pemerintah dan badan hukum swasta kecuali terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dan atau Pimpinan KPK lainnya."
Lewat surat tertulis, selain alasan adanya agenda lain pada hari pemanggilan, Ketua KPK Firli Bahuri juga meminta penjelasan dari Komnas HAM soal jenis pelanggaran HAM dalam TWK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman menilai panggilan Komnas HAM berlaku bagi semua Warga Negara Indonesia secara pribadi atau dari instansi pemerintah atau lembaga swasta tanpa kecuali. Di sisi lain, penolakan Firli Bahuri untuk menghadiri panggilan Komnas HAM dianggapnya bentuk imunitas atau kekebalan istimewa sebagai ketua KPK yang belum diatur.
Karena itu perlu pengaturan secara khusus sebagai landasan yang kuat kepada ketua KPK untuk menolak panggilan Komnas HAM dengan alasan independensi. Unutk itu MAKI berinisiatif mengajukan Uji Materi Undang Undang HAM dengan maksud menguji efektifitas Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan wewenangnya termasuk kewenangan memanggil seseorang untuk diklarifikasi atau didengar keterangannya terkait aduan dugaan Pelanggaran HAM.
"Uji materi ini akan diajukan minggu depan ke Mahkamah Konstitusi," kata Koordinator MAKI Bonyamin Saiman melalui keterangan tertulis yang diterima, Kamis (10/6/2021).
Bahan materi uji materi pasal-pasal yang diatur Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM terhadap UUD 1945 :
1. Pasal 89 Ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berbunyi "Komnas HAM berwenang melakukan pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya" bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "berlaku terhadap semua WNI, instansi pemerintah dan badan hukum swasta kecuali terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dan atau Pimpinan KPK lainnya."
tulis komentar anda