Jawab Tantangan Masa Depan dengan Bangkitkan Nilai-nilai Pancasila
Rabu, 02 Juni 2021 - 21:46 WIB
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi berpandangan dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari 17.441 pulau dan 633 suku bangsa, Pancasila sangat dibutuhkan sebagai perekat dari keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
Mujtaba berpendapat tantangan bangsa saat ini adalah intoleransi dan radikalisme. Berdasarkan survei Wahid Institute, kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila dan UUD 1945 dalam menjawab tantangan kebangsaan saat ini, cukup tinggi, sekitar 82%.
Dengan kondisi tersebut, menurut Mujtaba, penting untuk tetap membuka ruang dikusi terkait pemahaman nilai-nilai kebangsaan, agar tetap memberikan kewarasan berpikir anak bangsa dalam menjawab tantangan yang ada saat ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Akar Rumput Research & Consulting, Dimas Oky Nugroho mengungkapkan berdasarkan data BPS 2020, kelompok usia 16-39 tahun tercatat 64 juta orang.
Dengan kondisi itu, tutur dia, peran generasi muda sangat besar untuk terlibat aktif dalam proses membangun bangsa di masa datang. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 harus benar-benar dipahami oleh generasi muda.
Dia menegaskan perlu upaya agar generasi penerus bangsa itu mendapatkan pendidikan yang lebih dalam terkait nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila, bukan sekadar indoktrinasi atau jargon.
Tetapi, sambung dia, sebuah sistem yang mampu meningkatkan pemahaman generasi muda sehingga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut. Untuk itu, sambung dia, diperlukan kebijakan publik yang konsisten dan keteladanan yang mampu mengakselerasi pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang diwariskan para pendiri bangsa itu.
Ketua Umum NU Circle, Gatot Prio Utomo mengungkapkan, tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah disintegrasi politik dan sosial, teokratisme, oligarki dan korupsi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kata dia, pembangunan ideologi harus senafas dan sebangun dengan pembangunan karakter anak bangsa.
Dia menjelaskan, dalam membentuk jati diri bangsa perlu perpaduan antara pemahaman ideologi dan karakter individu anak bangsa yang kuat.
Mujtaba berpendapat tantangan bangsa saat ini adalah intoleransi dan radikalisme. Berdasarkan survei Wahid Institute, kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila dan UUD 1945 dalam menjawab tantangan kebangsaan saat ini, cukup tinggi, sekitar 82%.
Dengan kondisi tersebut, menurut Mujtaba, penting untuk tetap membuka ruang dikusi terkait pemahaman nilai-nilai kebangsaan, agar tetap memberikan kewarasan berpikir anak bangsa dalam menjawab tantangan yang ada saat ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Akar Rumput Research & Consulting, Dimas Oky Nugroho mengungkapkan berdasarkan data BPS 2020, kelompok usia 16-39 tahun tercatat 64 juta orang.
Dengan kondisi itu, tutur dia, peran generasi muda sangat besar untuk terlibat aktif dalam proses membangun bangsa di masa datang. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 harus benar-benar dipahami oleh generasi muda.
Dia menegaskan perlu upaya agar generasi penerus bangsa itu mendapatkan pendidikan yang lebih dalam terkait nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila, bukan sekadar indoktrinasi atau jargon.
Tetapi, sambung dia, sebuah sistem yang mampu meningkatkan pemahaman generasi muda sehingga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut. Untuk itu, sambung dia, diperlukan kebijakan publik yang konsisten dan keteladanan yang mampu mengakselerasi pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang diwariskan para pendiri bangsa itu.
Ketua Umum NU Circle, Gatot Prio Utomo mengungkapkan, tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah disintegrasi politik dan sosial, teokratisme, oligarki dan korupsi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kata dia, pembangunan ideologi harus senafas dan sebangun dengan pembangunan karakter anak bangsa.
Dia menjelaskan, dalam membentuk jati diri bangsa perlu perpaduan antara pemahaman ideologi dan karakter individu anak bangsa yang kuat.
tulis komentar anda