Jawab Tantangan Masa Depan dengan Bangkitkan Nilai-nilai Pancasila

Rabu, 02 Juni 2021 - 21:46 WIB
loading...
Jawab Tantangan Masa Depan dengan Bangkitkan Nilai-nilai Pancasila
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat saat mengikuti diskusi daring bertema Pancasila dan Tantangan-Tantangan Kebangsaan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/6/2020). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat menilai perlu upaya untuk membangkitkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai roh dan jiwa bangsa Indonesia untuk menjawab berbagai tantangan zaman.

"Tidak bisa dipungkiri di era ini muncul berbagai tantangan terhadap kebangsaan kita akibat dinamika yang terjadi di berbagai bidang di dunia," tutur Lestari saat membuka diskusi daring bertema Pancasila dan Tantangan-Tantangan Kebangsaan, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/6/2020).

Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Arimbi Heroepoetri dihadiri oleh Otto Gusti Madung (Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores), Mujtaba Hamdi (Direktur Eksekutif Wahid Institute), Dimas Oky Nugroho (Direktur Eksekutif Akar Rumput Research and Consulting), Gatot Prio Utomo (Ketua Umum NU Circle) dan Atang Irawan (Ketua DPP Partai Nasdem) sebagai narasumber. Hadir juga Ngatawi Al-Zastrouw (budayawan), Diana Mutiah (pendidik) dan Nyoman Wiryadinatha (jurnalis) sebagai penanggap.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, kata Lestari, bangsa Indonesia perlu menegaskan jati dirinya lewat pengamalan sejumlah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Apalagi, kata perempuan yang biasa disapa Rerie ini, Pancasila adalah bagian dari empat konsensus kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.

Agar mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai anak bangsa harus mampu membumikan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya.

Ketua STFK Ledalero, Maumere, Flores, Otto Gusti Madung mengungkapkan, bangsa Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang dapat membahayakan persatuan bangsa. Tantangan itu, kata dia,antara lain adalah radikalisme agama, globalisme ekonomi, kesenjangan sosial, dan korupsi.

Menurut Otto, bangsa Indonesia berada dalam pergaulan global. Untuk itu, kata dia, usaha untuk meghidupi Pancasila sebagai landasan etis kehidupan bangsa harus ditempatkan dalam dialog dengan etika politik global yakni faham hak-hak asasi manusia.



Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi berpandangan dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari 17.441 pulau dan 633 suku bangsa, Pancasila sangat dibutuhkan sebagai perekat dari keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia.

Mujtaba berpendapat tantangan bangsa saat ini adalah intoleransi dan radikalisme. Berdasarkan survei Wahid Institute, kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila dan UUD 1945 dalam menjawab tantangan kebangsaan saat ini, cukup tinggi, sekitar 82%.

Dengan kondisi tersebut, menurut Mujtaba, penting untuk tetap membuka ruang dikusi terkait pemahaman nilai-nilai kebangsaan, agar tetap memberikan kewarasan berpikir anak bangsa dalam menjawab tantangan yang ada saat ini.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Akar Rumput Research & Consulting, Dimas Oky Nugroho mengungkapkan berdasarkan data BPS 2020, kelompok usia 16-39 tahun tercatat 64 juta orang.

Dengan kondisi itu, tutur dia, peran generasi muda sangat besar untuk terlibat aktif dalam proses membangun bangsa di masa datang. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 harus benar-benar dipahami oleh generasi muda.

Dia menegaskan perlu upaya agar generasi penerus bangsa itu mendapatkan pendidikan yang lebih dalam terkait nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila, bukan sekadar indoktrinasi atau jargon.

Tetapi, sambung dia, sebuah sistem yang mampu meningkatkan pemahaman generasi muda sehingga mampu menerapkan nilai-nilai tersebut. Untuk itu, sambung dia, diperlukan kebijakan publik yang konsisten dan keteladanan yang mampu mengakselerasi pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang diwariskan para pendiri bangsa itu.

Ketua Umum NU Circle, Gatot Prio Utomo mengungkapkan, tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah disintegrasi politik dan sosial, teokratisme, oligarki dan korupsi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, kata dia, pembangunan ideologi harus senafas dan sebangun dengan pembangunan karakter anak bangsa.

Dia menjelaskan, dalam membentuk jati diri bangsa perlu perpaduan antara pemahaman ideologi dan karakter individu anak bangsa yang kuat.

Ketua DPP Partai Nasdem Atang Irawan menilai globalisasi dan kebencian terhadap Orde Baru berdampak pada pemahaman anak bangsa terhadap pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.

Pasca-Orde Baru, kata Atang, terjadi sejumlah perubahan pola pengajaran Pancasila terhadap generasi muda, yang berdampak konfigurasi materi ajar terkait Pancasila jauh berkurang. Maka itu, kata dia, wajar bila generasi muda saat ini sangat minim pemahamannya terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Kondisi itu ditambah lagi dengan adanya globalisasi yang memungkinkan cara pandang dari luar bebas masuk ke setiap individu dan mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir anak bangsa.

Atang mengatakan, harus segera dilakukan pembenahan secara sistematis melalui kebijakan dan sistem pendidikan yang tepat untuk memperkuat pemahaman nilai-nilai kebangsaan setiap warga negara.

Budayawan, Ngatawi Al-Zastrouw mengandaikan Pancasila sebagai berlian yang hanya bisa bernilai dan bermanfaat bagi orang yang paham mengolahnya. Pelaksanaan Pancasila, kata Zastrouw, memerlukan kebeningan hati, kepekaan rasa dan kelapangan berpikir setiap anak bangsa.

Baca juga: Pesan Gubernur Lemhannas kepada Milenial: Kita Punya Dasar Negara yang Sama yaitu Pancasila
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1840 seconds (0.1#10.140)