5 Hari Sembunyi di Tumpukan Mayat dan Gigitan Semut Selamatkan Nyawa Prajurit Kopassus di Papua
Minggu, 30 Mei 2021 - 07:32 WIB
Dalam upaya penyusupan, Pardjo bersama rekan-rekannya disergap pasukan Korps Marinir Kerajaan Belanda (Korps Mariniers) di daerah Fakfak. Karena kekuatan yang tak seimbang membuat pasukan gabungan terdesak. Berdasarkan instruksi yang diberikan pimpinan, jika kalah jumlah maka seluruh prajurit harus mundur ke dalam hutan.
Ketika keadaan tenang, pasukan gabungan inipun keluar dari hutan untuk kembali melakukan penyusupan. Namun, pasukan gabungan ini dikejutkan dengan kondisi sebuah kampung yang telah rata dengan tanah akibat dibakar tentara Belanda. Melihat kondisi pasukan gabungan yang mulai menurun. Letda Inf Agus Hernoto memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala.
Belum sempat melepas lelah, tiba-tiba muncul serangan mendadak dari pasukan Marinir Belanda. Kontak tembak pun tak terelakan. Dalam pertempuran itu, Agus Hernoto mengalami luka tembak di kedua kakinya. Di kemudian hari, kedua kaki Agus Hernoto harus diamputasi karena membusuk.
Sementara itu, pertempuran sengit tersebut membuat tiga anggota PGT dan dua anggota RPKAD gugur dalam pertempuran. Begitu juga Pardjo, diapun roboh usai terkena terjangan peluru tentara Belanda. Gencarnya serangan dari pasukan Belanda membuat Pardjo harus menyelamatkan diri. Pardjo kemudian merangkak, bergerak perlahan untuk bersembunyi di balik jasad rekan-rekannya yang telah gugur. Pardjo menyamar seolah-olah telah tewas demi menyelamatkan diri. Apalagi, usai pertempuran tentara Belanda melakukan patroli.
Keadaan itu membuat Pardjo tidak bisa bergerak. Bahkan, Pardjo terpaksa harus tidur selama lima hari di antara jasad teman-temannya yang telah gugur dalam pertempuran. Upaya penyelamatan itupun membuahkan hasil. Pardjo akhirnya diselamatkan oleh warga setempat yang membawanya ke permukiman untuk dirawat.
Selanjutnya, Pardjo dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut Belanda untuk menjalani perawatan medis. Pardjo mengaku beruntung tak dijadikan tawanan saat dirawat. Saat di rumah sakit, Pardjo mendengar jika pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
Ketika keadaan tenang, pasukan gabungan inipun keluar dari hutan untuk kembali melakukan penyusupan. Namun, pasukan gabungan ini dikejutkan dengan kondisi sebuah kampung yang telah rata dengan tanah akibat dibakar tentara Belanda. Melihat kondisi pasukan gabungan yang mulai menurun. Letda Inf Agus Hernoto memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala.
Belum sempat melepas lelah, tiba-tiba muncul serangan mendadak dari pasukan Marinir Belanda. Kontak tembak pun tak terelakan. Dalam pertempuran itu, Agus Hernoto mengalami luka tembak di kedua kakinya. Di kemudian hari, kedua kaki Agus Hernoto harus diamputasi karena membusuk.
Sementara itu, pertempuran sengit tersebut membuat tiga anggota PGT dan dua anggota RPKAD gugur dalam pertempuran. Begitu juga Pardjo, diapun roboh usai terkena terjangan peluru tentara Belanda. Gencarnya serangan dari pasukan Belanda membuat Pardjo harus menyelamatkan diri. Pardjo kemudian merangkak, bergerak perlahan untuk bersembunyi di balik jasad rekan-rekannya yang telah gugur. Pardjo menyamar seolah-olah telah tewas demi menyelamatkan diri. Apalagi, usai pertempuran tentara Belanda melakukan patroli.
Keadaan itu membuat Pardjo tidak bisa bergerak. Bahkan, Pardjo terpaksa harus tidur selama lima hari di antara jasad teman-temannya yang telah gugur dalam pertempuran. Upaya penyelamatan itupun membuahkan hasil. Pardjo akhirnya diselamatkan oleh warga setempat yang membawanya ke permukiman untuk dirawat.
Selanjutnya, Pardjo dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut Belanda untuk menjalani perawatan medis. Pardjo mengaku beruntung tak dijadikan tawanan saat dirawat. Saat di rumah sakit, Pardjo mendengar jika pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda