RJ Lino Ajukan Praperadilan, Begini Pandangan Pakar Hukum Pidana
Jum'at, 21 Mei 2021 - 16:25 WIB
JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino atau RJ Lino mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum lama ini.
Langkah hukum itu dilakukan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian Quay Container Crane.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada lima tahun lalu, RJ Lino ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir Maret 2021.
Pakar ilu hukum pidana Romli Atmasasmita menilai status RJ Lino tidak menentu setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak diterbitkan Surat Perintah Dimulai Penyelidikan (SPDP) pada 21 Desember 2021.
"Bagi siapa pun dalam status tersangka selama lima tahun tanpa ada kelanjutan tidak lazim dan melanggar asas kepatutan (billijkheid), yaitu justice delayed justice denied," kata Romli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/5/2021).
Apalagi, kata Romli, RJ Lino tidak ditetapkan sebagai buron sebagaimana lazimnya. Ketika kasusnya dibuka kembali pada tahun 2016, muncul pertanyaan mengapa KPK memerlukan waktu selama lima tahun untuk memperoleh dua alat bukti permulaan yang cukup.
"Masalah RJ Lino tidak berhenti pada dilanjutkan tidaknya kasus yang bersangkutan akan tetapi stigma tersangka dalam kurun waktu yang lama merupakan perampasan hak asasi," kata Romli.
Menurut dia, hal itu yang paling penting bagi kehidupan setiap orang." Perjuangan yang bersangkutan melalui forum praperadilan hak setiap tersangka dan memperoleh celah hukum yang terdapat dalam Pasal 5 huruf f UU KPK Nomor 19 Tahun 2019," ujar Romli.
Langkah hukum itu dilakukan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian Quay Container Crane.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada lima tahun lalu, RJ Lino ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir Maret 2021.
Pakar ilu hukum pidana Romli Atmasasmita menilai status RJ Lino tidak menentu setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak diterbitkan Surat Perintah Dimulai Penyelidikan (SPDP) pada 21 Desember 2021.
"Bagi siapa pun dalam status tersangka selama lima tahun tanpa ada kelanjutan tidak lazim dan melanggar asas kepatutan (billijkheid), yaitu justice delayed justice denied," kata Romli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/5/2021).
Apalagi, kata Romli, RJ Lino tidak ditetapkan sebagai buron sebagaimana lazimnya. Ketika kasusnya dibuka kembali pada tahun 2016, muncul pertanyaan mengapa KPK memerlukan waktu selama lima tahun untuk memperoleh dua alat bukti permulaan yang cukup.
"Masalah RJ Lino tidak berhenti pada dilanjutkan tidaknya kasus yang bersangkutan akan tetapi stigma tersangka dalam kurun waktu yang lama merupakan perampasan hak asasi," kata Romli.
Menurut dia, hal itu yang paling penting bagi kehidupan setiap orang." Perjuangan yang bersangkutan melalui forum praperadilan hak setiap tersangka dan memperoleh celah hukum yang terdapat dalam Pasal 5 huruf f UU KPK Nomor 19 Tahun 2019," ujar Romli.
(dam)
tulis komentar anda