PBB Duga Putusan MK Terkait Verifikasi Parpol Ada Intervensi Politik
Senin, 10 Mei 2021 - 14:11 WIB
JAKARTA - Partai Bulan Bintang (PBB) menduga ada intervensi politik dengan hasil putusan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-undang No.7/2017 tentang Pemilu.
MK menyatakan partai politik (Parpol) yang telah lolos verifikasi 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold (PT) pada Pemilu 2019, tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual.
Sekjen PBB, Afriansyah Ferry Noor mengatakan, pihaknya keberatan dengan adanya putusan MK ini. Jika berazaskan keadilan, seharusnya seluruh partai yang lolos verifikasi administrasi dan faktual pada Pemilu 2019, tidak perlu lagi melakukannya pada 2024 mendatang. "Harusnya semua yang sudah melakukan verifikasi administrasi mau pun faktual pada 2019 tidak perlu lagi dilakukan pada 2024 ini. Keputusan MK ini tidak atas dasar keadilan tapi sudah ada intervensi politik," katanya saat dihubungi.
Dia mengungkapkan, MK seharusnya mengambil keputusan secara objektif. Jangan sampai dalam perubahan konstitusi negara ada diambil atas dasar keputusan politik. "Lembaga yang bisa melakukan perubahan terhadap konstitusi negara harusnya objektif dan keputusan yang diambil harus adil bukan keputusan politik," tutup Ferry.
Sementara itu, Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak konsisten dan membingungkan.
Alasannya karena partai politik yang telah lulus verifikasi dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 hanya perlu melakukan verifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.
Dia mengungkapkan, putusan MK seharusnya memegang teguh azas keadilan seperti sebelumnya. Mengingat putusan MK No 53/PUU-XV/2017 telah dinyatakan bahwa prasa telah ditetapkan sudah dinyatakan batal karena bertentangan dengan UUD 45. Sehingga seluruh partai politik, harus diverifikasi oleh KPU sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu.
"Kita kembali saja pada azaz keadilan. Namun putusan MK ini enggak konsisten, banyak membingungkan juga sih. Bagaimana partai yang punya anggota DPRD kota dan yang enggak punya anggota DPRD provinsi? wajib verifikasi dan tidak wajib faktual?" kata Pangi saat dihubungi merdeka.com, Jumat (7/5).
Pangi mengatakan, putusan tersebut juga menimbulkan pertanyaan bagi partai partai yang tidak lolos parliamentary threshold namun pernah melakukan verifikasi faktual pada saat 2019. Untuk itu, dia menyarankan, seluruh partai tetap menjalankan verifikasi faktual jelang pemilu 2024 mendatang.
"Kalau partai yang sudah lolos ambang batas ngak wajib verifikasi faktual, lalu yang partai baru yang baru ikut kontestasi pada pemilu 2024 wajib verifikasi faktual. Lalu partai yang sudah ikut pemilu 2019 namun ngak Lolos ambang batas wajib verikasi saja namun tidak perlu faktual? Jadi harus tetap verifikasi faktual, sehingga partai juga lebih update," tutup Pangi.
MK menyatakan partai politik (Parpol) yang telah lolos verifikasi 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold (PT) pada Pemilu 2019, tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual.
Sekjen PBB, Afriansyah Ferry Noor mengatakan, pihaknya keberatan dengan adanya putusan MK ini. Jika berazaskan keadilan, seharusnya seluruh partai yang lolos verifikasi administrasi dan faktual pada Pemilu 2019, tidak perlu lagi melakukannya pada 2024 mendatang. "Harusnya semua yang sudah melakukan verifikasi administrasi mau pun faktual pada 2019 tidak perlu lagi dilakukan pada 2024 ini. Keputusan MK ini tidak atas dasar keadilan tapi sudah ada intervensi politik," katanya saat dihubungi.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, MK seharusnya mengambil keputusan secara objektif. Jangan sampai dalam perubahan konstitusi negara ada diambil atas dasar keputusan politik. "Lembaga yang bisa melakukan perubahan terhadap konstitusi negara harusnya objektif dan keputusan yang diambil harus adil bukan keputusan politik," tutup Ferry.
Sementara itu, Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak konsisten dan membingungkan.
Alasannya karena partai politik yang telah lulus verifikasi dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 hanya perlu melakukan verifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.
Dia mengungkapkan, putusan MK seharusnya memegang teguh azas keadilan seperti sebelumnya. Mengingat putusan MK No 53/PUU-XV/2017 telah dinyatakan bahwa prasa telah ditetapkan sudah dinyatakan batal karena bertentangan dengan UUD 45. Sehingga seluruh partai politik, harus diverifikasi oleh KPU sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu.
"Kita kembali saja pada azaz keadilan. Namun putusan MK ini enggak konsisten, banyak membingungkan juga sih. Bagaimana partai yang punya anggota DPRD kota dan yang enggak punya anggota DPRD provinsi? wajib verifikasi dan tidak wajib faktual?" kata Pangi saat dihubungi merdeka.com, Jumat (7/5).
Pangi mengatakan, putusan tersebut juga menimbulkan pertanyaan bagi partai partai yang tidak lolos parliamentary threshold namun pernah melakukan verifikasi faktual pada saat 2019. Untuk itu, dia menyarankan, seluruh partai tetap menjalankan verifikasi faktual jelang pemilu 2024 mendatang.
"Kalau partai yang sudah lolos ambang batas ngak wajib verifikasi faktual, lalu yang partai baru yang baru ikut kontestasi pada pemilu 2024 wajib verifikasi faktual. Lalu partai yang sudah ikut pemilu 2019 namun ngak Lolos ambang batas wajib verikasi saja namun tidak perlu faktual? Jadi harus tetap verifikasi faktual, sehingga partai juga lebih update," tutup Pangi.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda