Pesantren dan Literasi Ekonomi Syariah
Jum'at, 07 Mei 2021 - 05:05 WIB
Pasalnya, di saat makna layanan pendidikan dan lembaga dakwah telah berjalan dan sekian lama dirasakan, nyatanya fungsi pemberdayaan masyarakat pada pesantren masih perlu penguatan secara masif. Dalam konteks ini, inklusivitas rantai makna halal sebagai ekosistem keuangan dan ekonomi syariah pada pesantren patut dipertimbangkan dengan pelibatan dan aksi nyata berbagai pihak terkait. Keberadaan 28.194 pesantren dengan 18 juta santri dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) halal Indonesia. Potensi ini bukan hanya hadir secara angka, namun juga mindset, karena pada dasarnya pesantren berdiri dan bergerak secara terintegrasi di masyarakat.
Meskipun ekonomi masih berjalan sulit secara nasional maupun global karena kondisi pandemik, pesantren tetap dapat berbuat dengan potensi angka pesantren dan santrinya serta realitas kedekatan dengan masyarakat. Selama ini, sudah terdengar pengembangan lembaga keuangan syariah pesantren melalui Bank Wakaf Mikro (BWM) dan Baitul Maal Wat-Tamwil (BMT), pengembangan kewirausahaan santri (santripreneur) melalui berbagai diversifikasi keterampilan yang diajarkan, pengembangan sektor riil dan industri halal, dan berbagai upaya terkait lainnya.
Dalam konteks demikian, penting bagi pesantren dan pihak terkait lainnya untuk lebih mendalami dan mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Di dalamnya, pesantren dapat menyesuaikan diri menjadi pihak yang inklusif dalam keuangan syariah dengan terlibat dalam edukasi dan literasi keuangan syariah, pembiayaan syariah bagi unit usaha masyarakat sekitar yang dibina pesantren, dan manajemen keuangan syariah secara umum bagi pengembangan pesantren dan tata kelola secara umum.
Dengan beragam respons kekinian seperti itu, pesantren tidak lantas lupa pada jati dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam berbasis masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, menyemaikan akhlak mulia, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil alamin. Lebih jauh, respons perlunya pelibatan diri pesantren dalam ekonomi atau keuangan syariah mampu memberikan dukungan positif kepada pesantren dalam beberapa hal mendasar.
Pertama, meneguhkan peran pemberdayaan ekonomi umat. Kontribusi pesantren dengan pelibatan diri dalam ekosistem ekonomi syariah menempatkan pesantren dalam fungsinya sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pesantren dengan sendirinya akan mendapatkan manfaat finansial yang dapat diarahkan untuk mendukung pembiayaan kebutuhan pesantren. Praktis, langkah ini makin memperkuat makna kemandirian dan independensi pesantren.
Kedua, meningkatkan kapasitas kelembagaan pesantren. Pesantren dalam banyak hal masih diposisikan sebagai lembaga yang jauh dari kapasitas ideal tata kelola manajemen modern sebuah lembaga pendidikan. Dengan mendekatkan diri pada edukasi dan epistemologi ekonomi syariah secara praksis, pesantren dapat menyesuaikan diri dengan tata kelola keuangan modern.
Pada akhirnya, beragam perkembangan dan tantangan tersebut semoga mampu semakin menjadikan pesantren sebagai lembaga mandiri dan berdaya.
Lihat Juga: Silaturahmi ke Ponpes Al Lathifiyyah Putri Tambak Beras, Khofifah Disambut Pelukan Nyai Machfudhoh
Meskipun ekonomi masih berjalan sulit secara nasional maupun global karena kondisi pandemik, pesantren tetap dapat berbuat dengan potensi angka pesantren dan santrinya serta realitas kedekatan dengan masyarakat. Selama ini, sudah terdengar pengembangan lembaga keuangan syariah pesantren melalui Bank Wakaf Mikro (BWM) dan Baitul Maal Wat-Tamwil (BMT), pengembangan kewirausahaan santri (santripreneur) melalui berbagai diversifikasi keterampilan yang diajarkan, pengembangan sektor riil dan industri halal, dan berbagai upaya terkait lainnya.
Dalam konteks demikian, penting bagi pesantren dan pihak terkait lainnya untuk lebih mendalami dan mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Di dalamnya, pesantren dapat menyesuaikan diri menjadi pihak yang inklusif dalam keuangan syariah dengan terlibat dalam edukasi dan literasi keuangan syariah, pembiayaan syariah bagi unit usaha masyarakat sekitar yang dibina pesantren, dan manajemen keuangan syariah secara umum bagi pengembangan pesantren dan tata kelola secara umum.
Dengan beragam respons kekinian seperti itu, pesantren tidak lantas lupa pada jati dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam berbasis masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, menyemaikan akhlak mulia, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil alamin. Lebih jauh, respons perlunya pelibatan diri pesantren dalam ekonomi atau keuangan syariah mampu memberikan dukungan positif kepada pesantren dalam beberapa hal mendasar.
Pertama, meneguhkan peran pemberdayaan ekonomi umat. Kontribusi pesantren dengan pelibatan diri dalam ekosistem ekonomi syariah menempatkan pesantren dalam fungsinya sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pesantren dengan sendirinya akan mendapatkan manfaat finansial yang dapat diarahkan untuk mendukung pembiayaan kebutuhan pesantren. Praktis, langkah ini makin memperkuat makna kemandirian dan independensi pesantren.
Kedua, meningkatkan kapasitas kelembagaan pesantren. Pesantren dalam banyak hal masih diposisikan sebagai lembaga yang jauh dari kapasitas ideal tata kelola manajemen modern sebuah lembaga pendidikan. Dengan mendekatkan diri pada edukasi dan epistemologi ekonomi syariah secara praksis, pesantren dapat menyesuaikan diri dengan tata kelola keuangan modern.
Pada akhirnya, beragam perkembangan dan tantangan tersebut semoga mampu semakin menjadikan pesantren sebagai lembaga mandiri dan berdaya.
Lihat Juga: Silaturahmi ke Ponpes Al Lathifiyyah Putri Tambak Beras, Khofifah Disambut Pelukan Nyai Machfudhoh
(bmm)
tulis komentar anda