Kabinda Papua Gugur Ditembak KKB, Pengamat: Kehadirannya Sesuai UU Intelijen
Selasa, 04 Mei 2021 - 19:07 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara daerah (Kabinda) Papua, Mayjen TNI Anumerta I Gusti Putu Danny Karya Nugraha gugur tertembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua pada Minggu, 25 April 2021.
Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto menjelaskan, kronologi kejadian tersebut bermula saat patroli Satgas BIN bersama dengan Satgas TNI/Polri melakukan perjalanan menuju Kp. Dambet. "Sekitar pukul 15.50 WIT, Satgas BIN dan Satgas TNI/Polri diadang oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sehingga terjadi aksi saling tembak di sekitar gereja Dambet. Kabinda Papua tertembak dan gugur," ujar Wawan dalam keterangannya, Senin, 26 April 2021.
Beberapa pihak mempertanyakan kenapa sampai peristiwa itu terjadi, bahkan ada tokoh yang malah mempertanyakan keberadaan Kabinda Papua di lapangan. Salah satu yang mempertanyakan adalah eks Dir. Pelaksanan Strategic Intelligence Studies Tjipta Lesmana. Dalam opini yang ditulis di salah satu media online nasional pada Senin, 3 Mei 2021, Tjipta berargumen bahwa tugas BIN bersifat nasional dan tidak pada level operasional dengan merujuk pada pasal 29 UU 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara sehingga secara implisit beliau beropini bahwa keberadaan Kabinda Papua di Beoga itu tidak sesuai dengan tugas dan fungsi BIN.
"Jika kita secara objektif melihat peristiwa ini maka sebenarnya keberadaan Kabinda Papua sudah sesuai dengan peran, tujuan dan fungsi dari BIN yang dimandatkan dalam UU 17/2011. Tugas dari BIN jelas terdapat pada pasal 29. Akan tetapi, fungsi intelijen dari BIN itu jelas terdapat pada pasal 6 yaitu menyelenggarakan fungsi penyelidikan, penanganan dan penggalangan, di mana penyelidikan bisa terdiri dari serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi," papar Analis Konflik dan Keamanan Alto Labetubun Selasa (4/5/2021).
Menurut dia, operasionalisasi fungsi penyelidikan membutuhkan langkah-langkah taktis dalam pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) baik tertutup, maupun terbuka, dan dengan cara-cara seperti yang cepat tapi tepat termasuk penelitian, wawancara, interogasi, pemancingan, pengamatan, penggambaran, penjejakan dan berbagai cara lainnya.
"Dari penjelasan di atas maka keberadaan Kabinda Papua di lapangan itu sudah tepat dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimandatkan oleh UU Intelijen Negara, sehingga framing bahwa keberadaan Kabinda Papua di lapangan bertentangan dengan tugasnya sebagai anggota BIN seperti yang diopinikan oleh Prof. Tjipta Lesmana adalah kurang tepat dan keliru," katanya.
Meski demikian, kata dia, yang perlu dievaluasi adalah langkah-langkah pengamanan atau Operational Security (OpSec) personel BIN saat melaksanakan tugas-tugas tertutupnya di lapangan. Lulusan Master of international Studies dengan spesialisasi Peace and Conflict Resolution dari University of Queensland, Australia menilai, seluruh personel intelijen mengerti betul risiko yang melekat pada profesi dan tugasnya sebagai personel intelijen, termasuk risiko meninggal dunia bahkan hilang dalam tugas, walaupun seluruh langkah-langkah mitigasi risiko sudah dilakukan secara maksimal.
Dia mencontohkan bagaimana ketika tujuh personel Central Intelligence Agency (CIA) tewas ketika salah seorang aset yang mereka percayai sebagai agennya malah meledakan dirinya di dalam lokasi markas operasi mereka di Camp Chapman di pada Desember 2009. Padahal pengamanan markas tersebut sangat ketat dan dilakukan berlapis. Seperti istilah dalam militer yang dikenal dengan Murphy’s Law Anything that can go wrong will go wrong. "Semoga pengorbanan Kabinda Papua, Mayjen (Anumerta) TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha tidaklah sia-sia," ucapnya.
Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto menjelaskan, kronologi kejadian tersebut bermula saat patroli Satgas BIN bersama dengan Satgas TNI/Polri melakukan perjalanan menuju Kp. Dambet. "Sekitar pukul 15.50 WIT, Satgas BIN dan Satgas TNI/Polri diadang oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua sehingga terjadi aksi saling tembak di sekitar gereja Dambet. Kabinda Papua tertembak dan gugur," ujar Wawan dalam keterangannya, Senin, 26 April 2021.
Beberapa pihak mempertanyakan kenapa sampai peristiwa itu terjadi, bahkan ada tokoh yang malah mempertanyakan keberadaan Kabinda Papua di lapangan. Salah satu yang mempertanyakan adalah eks Dir. Pelaksanan Strategic Intelligence Studies Tjipta Lesmana. Dalam opini yang ditulis di salah satu media online nasional pada Senin, 3 Mei 2021, Tjipta berargumen bahwa tugas BIN bersifat nasional dan tidak pada level operasional dengan merujuk pada pasal 29 UU 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara sehingga secara implisit beliau beropini bahwa keberadaan Kabinda Papua di Beoga itu tidak sesuai dengan tugas dan fungsi BIN.
"Jika kita secara objektif melihat peristiwa ini maka sebenarnya keberadaan Kabinda Papua sudah sesuai dengan peran, tujuan dan fungsi dari BIN yang dimandatkan dalam UU 17/2011. Tugas dari BIN jelas terdapat pada pasal 29. Akan tetapi, fungsi intelijen dari BIN itu jelas terdapat pada pasal 6 yaitu menyelenggarakan fungsi penyelidikan, penanganan dan penggalangan, di mana penyelidikan bisa terdiri dari serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi," papar Analis Konflik dan Keamanan Alto Labetubun Selasa (4/5/2021).
Menurut dia, operasionalisasi fungsi penyelidikan membutuhkan langkah-langkah taktis dalam pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) baik tertutup, maupun terbuka, dan dengan cara-cara seperti yang cepat tapi tepat termasuk penelitian, wawancara, interogasi, pemancingan, pengamatan, penggambaran, penjejakan dan berbagai cara lainnya.
"Dari penjelasan di atas maka keberadaan Kabinda Papua di lapangan itu sudah tepat dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimandatkan oleh UU Intelijen Negara, sehingga framing bahwa keberadaan Kabinda Papua di lapangan bertentangan dengan tugasnya sebagai anggota BIN seperti yang diopinikan oleh Prof. Tjipta Lesmana adalah kurang tepat dan keliru," katanya.
Meski demikian, kata dia, yang perlu dievaluasi adalah langkah-langkah pengamanan atau Operational Security (OpSec) personel BIN saat melaksanakan tugas-tugas tertutupnya di lapangan. Lulusan Master of international Studies dengan spesialisasi Peace and Conflict Resolution dari University of Queensland, Australia menilai, seluruh personel intelijen mengerti betul risiko yang melekat pada profesi dan tugasnya sebagai personel intelijen, termasuk risiko meninggal dunia bahkan hilang dalam tugas, walaupun seluruh langkah-langkah mitigasi risiko sudah dilakukan secara maksimal.
Dia mencontohkan bagaimana ketika tujuh personel Central Intelligence Agency (CIA) tewas ketika salah seorang aset yang mereka percayai sebagai agennya malah meledakan dirinya di dalam lokasi markas operasi mereka di Camp Chapman di pada Desember 2009. Padahal pengamanan markas tersebut sangat ketat dan dilakukan berlapis. Seperti istilah dalam militer yang dikenal dengan Murphy’s Law Anything that can go wrong will go wrong. "Semoga pengorbanan Kabinda Papua, Mayjen (Anumerta) TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha tidaklah sia-sia," ucapnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda