Soal KKB Papua, GMNI Tegaskan Separatisme Bertentangan dengan Kemanusiaan
Minggu, 02 Mei 2021 - 18:23 WIB
JAKARTA - KKB di Papua kembali beraksi. Tercatat KKB di Papua telah banyak menewaskan korban warga sipil, hingga Kabinda Papua dan satu personel Brimob. Melihat situasi ini, Pemerintah secara resmi mengategorikan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris. Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Namun menurut Arjuna, operasi kemanan tersebut harus tetap dalam bingkai mengamankan warga sipil dari ancaman KKB serta menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak boleh lebih dari bingkai memberi rasa aman bagi warga sipil dan mempertahankan kedaulatan serta keutuhan NKRI.
"Saya kira wajar jika ada operasi keamanan dilakukan pasca aksi KKB di Papua. Semua negara di dunia ketika mendapat anacaman apalagi sudah ada korban tewas pasti akan bereaksi. Paling tidak bereaksi dalam bingkai mengamankan warganya dan menjaga keutuhan serta kedaulatan negaranya, karena ini juga amanah konstitusi," lanjut Arjuna
Arjuna tidak sepakat jika memperlawankan antara kebijakan pengelolaan keamanan nasional dalam menghadapi ancaman KKB di Papua dengan prinsip dan standar hak asasi manusia. Menurut Arjuna, meluasnya gerakan KKB di Papua berpontensi mengancam keamanan nasional merupakan sebuah fakta, dan kebijakan penyelenggaraan keamanan untuk menangani agresifnya serangan KKB di Papua juga bertujuan melindungi keamanan warga sipil di Papua.
"Saya kira tidak perlu diperlawankan antara kebijakan pengamanan KKB di Papua dengan prinsip HAM. KKB ini kan mempunyai keahlian bertempur karena dididik dalam iklim pemberontakan dalam kurun waktu yang tak pendek. Batasannya sudah jelas, kebijakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat dalam koridor mengamankan warga sipil dari ancaman KKB. Menciptakan kondusifitas, agar tercipta rasa aman," jelasnya.
Karena menurut Arjuna, jika Pemerintah tidak bertindak cepat juga bisa disebut gagal dalam memberi rasa aman bagi warganya. Dan ketika pemerintah gagal menciptakan rasa aman bagi warganya juga dianggap gagal menjalankan konstitusi. Maka menurut Arjuna, kita jangan terlalu terburu-buru dan gegabah dalam menghakimi tindakan yang hendak dilakukan, buru-buru mencap melanggar HAM dan sebagainya.
"Kita sama-sama awasi prosesnya saja. Memastikan prosesnya tidak melanggar HAM dan tidak ada kesewenang-wenangan. Itu saja dulu. Karena jika KKB tidak ditangani secara cepat juga akan membahayakan HAM," ungkapnya.
Arjuna mengusulkan, agar dalam menangani ancaman KKB di Papua pemerintah tidak hanya berfokus pada upaya-upaya dalam negeri saja. Melainkan juga harus berinisiatif membangun pakta kemanan kawasan, terutama di kawasan Pasifik Selatan, untuk mengurangi ruang gerak KKB terutama supporting, baik persenjataan, dana dan suaka politik. Maka perlu diinisiasi kerja sama keamanan regional berbasis lingkungan strategis (geostrategis) di kawasan Pasifik Selatan dalam mengatasi terorisme KKB.
"Tentu ruang gerak KKB di tidak hanya lingkup nasional. Perlu ada inisiasi dari Pemerintah Indonesia untuk membangun pakta keamanan kawasan, kerja sama keamanan berbasis lingkungan strategis (geostrategis), terutama di Pasifik Selatan. Artinya Indonesia harus aktif melakukan diplomasi pertahanan dan keamanan di Pasifik Selatan, membangun gerakan bersama lawan terorisme KKB," tutup Arjuna
Namun menurut Arjuna, operasi kemanan tersebut harus tetap dalam bingkai mengamankan warga sipil dari ancaman KKB serta menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak boleh lebih dari bingkai memberi rasa aman bagi warga sipil dan mempertahankan kedaulatan serta keutuhan NKRI.
"Saya kira wajar jika ada operasi keamanan dilakukan pasca aksi KKB di Papua. Semua negara di dunia ketika mendapat anacaman apalagi sudah ada korban tewas pasti akan bereaksi. Paling tidak bereaksi dalam bingkai mengamankan warganya dan menjaga keutuhan serta kedaulatan negaranya, karena ini juga amanah konstitusi," lanjut Arjuna
Arjuna tidak sepakat jika memperlawankan antara kebijakan pengelolaan keamanan nasional dalam menghadapi ancaman KKB di Papua dengan prinsip dan standar hak asasi manusia. Menurut Arjuna, meluasnya gerakan KKB di Papua berpontensi mengancam keamanan nasional merupakan sebuah fakta, dan kebijakan penyelenggaraan keamanan untuk menangani agresifnya serangan KKB di Papua juga bertujuan melindungi keamanan warga sipil di Papua.
"Saya kira tidak perlu diperlawankan antara kebijakan pengamanan KKB di Papua dengan prinsip HAM. KKB ini kan mempunyai keahlian bertempur karena dididik dalam iklim pemberontakan dalam kurun waktu yang tak pendek. Batasannya sudah jelas, kebijakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat dalam koridor mengamankan warga sipil dari ancaman KKB. Menciptakan kondusifitas, agar tercipta rasa aman," jelasnya.
Karena menurut Arjuna, jika Pemerintah tidak bertindak cepat juga bisa disebut gagal dalam memberi rasa aman bagi warganya. Dan ketika pemerintah gagal menciptakan rasa aman bagi warganya juga dianggap gagal menjalankan konstitusi. Maka menurut Arjuna, kita jangan terlalu terburu-buru dan gegabah dalam menghakimi tindakan yang hendak dilakukan, buru-buru mencap melanggar HAM dan sebagainya.
"Kita sama-sama awasi prosesnya saja. Memastikan prosesnya tidak melanggar HAM dan tidak ada kesewenang-wenangan. Itu saja dulu. Karena jika KKB tidak ditangani secara cepat juga akan membahayakan HAM," ungkapnya.
Arjuna mengusulkan, agar dalam menangani ancaman KKB di Papua pemerintah tidak hanya berfokus pada upaya-upaya dalam negeri saja. Melainkan juga harus berinisiatif membangun pakta kemanan kawasan, terutama di kawasan Pasifik Selatan, untuk mengurangi ruang gerak KKB terutama supporting, baik persenjataan, dana dan suaka politik. Maka perlu diinisiasi kerja sama keamanan regional berbasis lingkungan strategis (geostrategis) di kawasan Pasifik Selatan dalam mengatasi terorisme KKB.
"Tentu ruang gerak KKB di tidak hanya lingkup nasional. Perlu ada inisiasi dari Pemerintah Indonesia untuk membangun pakta keamanan kawasan, kerja sama keamanan berbasis lingkungan strategis (geostrategis), terutama di Pasifik Selatan. Artinya Indonesia harus aktif melakukan diplomasi pertahanan dan keamanan di Pasifik Selatan, membangun gerakan bersama lawan terorisme KKB," tutup Arjuna
(maf)
tulis komentar anda