KLB Kubu Moeldoko Ditolak, Pengamat: Waspadai Hoaks Ala Joseph Goebbels
Rabu, 14 April 2021 - 06:05 WIB
Hoaks yang harus dilawan itu urai Isnaini antara lain; pertama, kubu Moeldoko mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke pengadilan supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan. “Ini pemikiran sesat,” kata Isnaini.
Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap pemerintah tidak bekerja maksimal. “Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta,” tandas Isnaini.
Selain itu, kata dia, kubu Moeldoko menganggap hukum kita dalam hal ini pengadilan bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat. Padahal Razman yang Koordinator Tim Hukum mereka saja masih menggunakan akal sehat.
"Dia mundur karena sadar riwayat KLB Partai Demokrat itu sudah tamat dengan gugurnya pengakuan Penyelenggaraan KLB oleh Kemenkumham. Kenapa gugur? Karena peserta yang hadir di KLB itu adalah peserta bayaran, bukan pemegang hak suara yang sah."
"Bahkan ada peserta KLB yang mengatakan suara di KLB Deli Serdang adalah suara hantu. Dengan kata lain kubu KLB Moeldoko ini kalah sebelum bertanding alias didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat untuk bertanding,” sambungnya.
Hoaks yang kedua, Isnaini menjelaskans soal pandangan kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020. Sesuai UU PTUN Pasal 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART itu oleh Menkumham. Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu. Baca juga: Partai Demokrat Ajukan Gugatan Baru terhadap Pendukung KLB
“Hoaks ketiga, pandangan jika gugatan terhadap pasal demi pasal pada AD/ART 2020 disahkan, kepengurusan AHY akan demisioner, juga salah. Kepengurusan AHY tidak mungkin bisa demisioner karena Kepengurusan AHY dipilih dan diangkat berdasarkan AD/ART PD 2015, bukan AD/ART PD 2020. Agenda Kongres V PD tahun 2020 adalah; memilih Ketum dulu berdasarkan AD/ART 2015, baru menyempurnakan AD/ART 2015 menjadi AD/ART 2020," terangnya.
Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap pemerintah tidak bekerja maksimal. “Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta,” tandas Isnaini.
Selain itu, kata dia, kubu Moeldoko menganggap hukum kita dalam hal ini pengadilan bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat. Padahal Razman yang Koordinator Tim Hukum mereka saja masih menggunakan akal sehat.
"Dia mundur karena sadar riwayat KLB Partai Demokrat itu sudah tamat dengan gugurnya pengakuan Penyelenggaraan KLB oleh Kemenkumham. Kenapa gugur? Karena peserta yang hadir di KLB itu adalah peserta bayaran, bukan pemegang hak suara yang sah."
"Bahkan ada peserta KLB yang mengatakan suara di KLB Deli Serdang adalah suara hantu. Dengan kata lain kubu KLB Moeldoko ini kalah sebelum bertanding alias didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat untuk bertanding,” sambungnya.
Hoaks yang kedua, Isnaini menjelaskans soal pandangan kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020. Sesuai UU PTUN Pasal 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART itu oleh Menkumham. Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu. Baca juga: Partai Demokrat Ajukan Gugatan Baru terhadap Pendukung KLB
“Hoaks ketiga, pandangan jika gugatan terhadap pasal demi pasal pada AD/ART 2020 disahkan, kepengurusan AHY akan demisioner, juga salah. Kepengurusan AHY tidak mungkin bisa demisioner karena Kepengurusan AHY dipilih dan diangkat berdasarkan AD/ART PD 2015, bukan AD/ART PD 2020. Agenda Kongres V PD tahun 2020 adalah; memilih Ketum dulu berdasarkan AD/ART 2015, baru menyempurnakan AD/ART 2015 menjadi AD/ART 2020," terangnya.
(kri)
tulis komentar anda