KLB Kubu Moeldoko Ditolak, Pengamat: Waspadai Hoaks Ala Joseph Goebbels

Rabu, 14 April 2021 - 06:05 WIB
loading...
KLB Kubu Moeldoko Ditolak,...
Pengamat Politik, M Isnaini kubu menilai KLB Moeldoko sebenarnya sudah kocar-kacir setelah mundurnya pengacara Razman Nasution dari Koordinator Tim Hukum KLB Deli Serdang. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Meskipun Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal Partai Demokrat sudah ditolak pemerintah, aktor-aktornya masih aktif menyebarkan hoaks dan disinformasi melalui berbagai manuver untuk kemudian diamplifikasi di media sosial dan diberitakan di media massa.

"Kubu Moeldoko tidak mengandalkan akal sehat, hanya bermodalkan nekat dan niat buruk,” ujar Pengamat Politik yang meraih gelar Master dalam Strategic Studies dari RSIS, NTU, Singapura, M Isnaini dalam keterangannya, Selasa (13/4/2021). Baca juga: Demokrat Gugat 12 Eks Kader yang Juga Inisiator KLB, Ini Alasannya

Dia menanggapi gugatan sekelompok orang atas AD/ART Partai Demokrat 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Isnaini lebih lanjut menjelaskan kubu KLB Moeldoko sebenarnya sudah kocar-kacir, makin berantakan setelah mundurnya pengacara Razman Nasution dari jabatan sebagai Kepala bidang Advokasi dan Hukum dari KLB Deli Serdang.

Isnaini mengungkapkan Razman sebagai Koordinator Tim Hukum KLB Moeldoko tidak menduga Menkumham akan menolak hasil KLB ilegal dengan alasan berkas tidak lengkap, sesuai ketentuan pemerintah.

"Saya sudah tanya pengurus inti, ini ada yang tidak lengkap. Tapi dijawab mereka tidak tahu. Idealnya ini dirapatkan oleh pihak-pihak hukum. Jadi saya khawatir di persidangan nantinya saya tidak mampu menyajikan data-data faktual, sama saja saya bunuh diri. Saya juga merasa tidak nyaman dengan Darmizal dan Nazarudin,” ujar Razman dalam jumpa pers mendadak di Jakarta, Jumat 2 April lalu.

Namun, Isnaini mengingatkan sisa-sisa kubu KLB Moeldoko masih juga berupaya untuk menyebar hoaks ala Paul Joseph Goebbels, Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II, yang pertama kali secara sistematis melakukan praktik manipulasi kebohongan dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.

Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran.

Goebbels juga menciptakan praktik komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat karena menggunakan platform dunia digital. Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian.

“Kita perlu lawan hoaks itu untuk menyehatkan jiwa masyarakat agar tidak mudah ditipu seperti para penjahat menipu masyarakat dalam kasus asuransi Jiwasraya yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah,” kata Isnaini.

Hoaks yang harus dilawan itu urai Isnaini antara lain; pertama, kubu Moeldoko mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke pengadilan supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan. “Ini pemikiran sesat,” kata Isnaini.

Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap pemerintah tidak bekerja maksimal. “Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta,” tandas Isnaini.

Selain itu, kata dia, kubu Moeldoko menganggap hukum kita dalam hal ini pengadilan bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat. Padahal Razman yang Koordinator Tim Hukum mereka saja masih menggunakan akal sehat.

"Dia mundur karena sadar riwayat KLB Partai Demokrat itu sudah tamat dengan gugurnya pengakuan Penyelenggaraan KLB oleh Kemenkumham. Kenapa gugur? Karena peserta yang hadir di KLB itu adalah peserta bayaran, bukan pemegang hak suara yang sah."

"Bahkan ada peserta KLB yang mengatakan suara di KLB Deli Serdang adalah suara hantu. Dengan kata lain kubu KLB Moeldoko ini kalah sebelum bertanding alias didiskualifikasi karena tidak memenuhi syarat untuk bertanding,” sambungnya.

Hoaks yang kedua, Isnaini menjelaskans soal pandangan kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020. Sesuai UU PTUN Pasal 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART itu oleh Menkumham. Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu. Baca juga: Partai Demokrat Ajukan Gugatan Baru terhadap Pendukung KLB

“Hoaks ketiga, pandangan jika gugatan terhadap pasal demi pasal pada AD/ART 2020 disahkan, kepengurusan AHY akan demisioner, juga salah. Kepengurusan AHY tidak mungkin bisa demisioner karena Kepengurusan AHY dipilih dan diangkat berdasarkan AD/ART PD 2015, bukan AD/ART PD 2020. Agenda Kongres V PD tahun 2020 adalah; memilih Ketum dulu berdasarkan AD/ART 2015, baru menyempurnakan AD/ART 2015 menjadi AD/ART 2020," terangnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)