Diambil Alih Setneg, Sastrawan Usul TMII Jadi Taman Kejujuran
Minggu, 11 April 2021 - 14:31 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Intinya menetapkan penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensetneg, sekaligus menandai berakhirnya pengelolaan TMII oleh Yayasan Harapan Kita.
Setelah hampir 44 tahun dikelola oleh Yayasan Harapan Kita dan tidak memberikan kontribusi kepada negara maka Pemerintah Jokowi mengambilalih TMII untuk memperbaiki pengelolaan agar lebih bermanfaat dan memberikan kontribusi signifikan kepada negara. Melalui Perpres tersebut, Kemensetneg berkomitmen menjadikan TMII sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa, sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara, menjadi cultural theme park berstandar internasional, serta fasilitas lain yang mendorong inovasi dan kreativitas budaya anak bangsa.
Terkait hal itu, Sastrawan Riki Dhamparan mengusulkan ke depan TMII menjadi Taman Kejujuran. "Dahulu Taman Mini Indonesia Indah dapat digolongkan sebagai aset budaya karena begitu hidup dalam khayal kanak-kanak kita sebagai salah satu ikon Ibu Kota Negara. Lebih persisnya aset budaya Orde Baru. Kalau ada program wisata sekolah jaman SD ke Ibu Kota, hampir dipastikan guru-guru akan mengajak kita ke Taman Mini. Tapi sejalan dengan perubahan waktu, imajinasi anak-anakpun berubah drastis. Semua tempat yang ingin dikunjungi anak-anak kini adalah tempat yang seperti play store android, ada spot game-nya, ada orang jual boba, sate taichan, dan beragam kecanggihan. Pelestarian budaya yang menjadi konsep dasar tertulis TMII sudah bukan ‘budaya’ lagi sekarang, tapi sudah menjadi museum ingatan ‘Opa’. Apalagi TMII tampaknya sulit bersaing dengan tempat rekreasi yang menjamur di Jakarta. Lalu akan dibawah kemana pengembangan TMII?" ungkap Riki.
Menurut Riki, masih ada peluang bila konsep dasar pengembangan TMII diubah menjadi Taman Kejujuran. Selama ini, Taman Mini memang tak kekurangan wahana dan konsep. Bahkan mungkin kelebihan. Di situ ada beragam wahana dari alam tradisi, keramahtamahan orang Indonesia, sejarah versi Orde Baru, Indonesia negara kuat, museum transrportasi, wahana ilmu pengetahuan, anjungan seni tradisi, dan kabarnya bakal ada discovery world.
"Masalahnya, seluruh wahana itu – kecuali seni tradisi, tidak ada yang benar-benar ciptaan atau kreativitas warga negara Indonesia. Semua impor, bahkan konseptornya juga impor. Tidak sesuai dengan rumah besarnya Taman Indonesia yang idealnya terdiri dari rangkaian kreativitas putra-putri Indonesia. Begitu pun wahana keramahtamahan dan keanekaragaman, itu hoaks. Karena faktanya kita belum menghargai keragaman dan budaya toleransi. Kita juga bukan macan ekonomi, bukan negara yang lingkungannya aman. Kalau dipaksakan itu milik Indonesia, dan kita merasa kita begitu, maka namanya hoaks. Bagaimana caranya agar tidak hoaks?" jelas tanya Riki.
Riki menjawab bahwa ubah konsep TMII jadi Taman Kejujuran. Untuk merealisasikannya seluruh wahana dapat difokuskan pada lima hal saja yakni, pertama pendidikan lingkungan. Kedua, seni kemudian, ketiga, Ilmu pengetahuan diorama sejarah yang anti kekerasan. Keempat, sentralisasi dan kelima pendidikan budaya toleransi. Riki menambahkan selain itu pemerintah harus punya visi tentang kebudayaan dan masa depan "Kalau tidak punya visi kebudayaan, serahkanlah pekerjaan ini pada pegiat lingkungan, pegiat wisata, pegiat seni, dan kalangan pendidikan" pungkas Riki
Setelah hampir 44 tahun dikelola oleh Yayasan Harapan Kita dan tidak memberikan kontribusi kepada negara maka Pemerintah Jokowi mengambilalih TMII untuk memperbaiki pengelolaan agar lebih bermanfaat dan memberikan kontribusi signifikan kepada negara. Melalui Perpres tersebut, Kemensetneg berkomitmen menjadikan TMII sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa, sarana wisata edukasi bermatra budaya nusantara, menjadi cultural theme park berstandar internasional, serta fasilitas lain yang mendorong inovasi dan kreativitas budaya anak bangsa.
Terkait hal itu, Sastrawan Riki Dhamparan mengusulkan ke depan TMII menjadi Taman Kejujuran. "Dahulu Taman Mini Indonesia Indah dapat digolongkan sebagai aset budaya karena begitu hidup dalam khayal kanak-kanak kita sebagai salah satu ikon Ibu Kota Negara. Lebih persisnya aset budaya Orde Baru. Kalau ada program wisata sekolah jaman SD ke Ibu Kota, hampir dipastikan guru-guru akan mengajak kita ke Taman Mini. Tapi sejalan dengan perubahan waktu, imajinasi anak-anakpun berubah drastis. Semua tempat yang ingin dikunjungi anak-anak kini adalah tempat yang seperti play store android, ada spot game-nya, ada orang jual boba, sate taichan, dan beragam kecanggihan. Pelestarian budaya yang menjadi konsep dasar tertulis TMII sudah bukan ‘budaya’ lagi sekarang, tapi sudah menjadi museum ingatan ‘Opa’. Apalagi TMII tampaknya sulit bersaing dengan tempat rekreasi yang menjamur di Jakarta. Lalu akan dibawah kemana pengembangan TMII?" ungkap Riki.
Menurut Riki, masih ada peluang bila konsep dasar pengembangan TMII diubah menjadi Taman Kejujuran. Selama ini, Taman Mini memang tak kekurangan wahana dan konsep. Bahkan mungkin kelebihan. Di situ ada beragam wahana dari alam tradisi, keramahtamahan orang Indonesia, sejarah versi Orde Baru, Indonesia negara kuat, museum transrportasi, wahana ilmu pengetahuan, anjungan seni tradisi, dan kabarnya bakal ada discovery world.
"Masalahnya, seluruh wahana itu – kecuali seni tradisi, tidak ada yang benar-benar ciptaan atau kreativitas warga negara Indonesia. Semua impor, bahkan konseptornya juga impor. Tidak sesuai dengan rumah besarnya Taman Indonesia yang idealnya terdiri dari rangkaian kreativitas putra-putri Indonesia. Begitu pun wahana keramahtamahan dan keanekaragaman, itu hoaks. Karena faktanya kita belum menghargai keragaman dan budaya toleransi. Kita juga bukan macan ekonomi, bukan negara yang lingkungannya aman. Kalau dipaksakan itu milik Indonesia, dan kita merasa kita begitu, maka namanya hoaks. Bagaimana caranya agar tidak hoaks?" jelas tanya Riki.
Riki menjawab bahwa ubah konsep TMII jadi Taman Kejujuran. Untuk merealisasikannya seluruh wahana dapat difokuskan pada lima hal saja yakni, pertama pendidikan lingkungan. Kedua, seni kemudian, ketiga, Ilmu pengetahuan diorama sejarah yang anti kekerasan. Keempat, sentralisasi dan kelima pendidikan budaya toleransi. Riki menambahkan selain itu pemerintah harus punya visi tentang kebudayaan dan masa depan "Kalau tidak punya visi kebudayaan, serahkanlah pekerjaan ini pada pegiat lingkungan, pegiat wisata, pegiat seni, dan kalangan pendidikan" pungkas Riki
(cip)
tulis komentar anda