Kesadaran Kesehatan Kota
Rabu, 07 April 2021 - 05:35 WIB
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
PANDEMI Covid-19 telah memaksa kota dan kita untuk mengubah cara merencanakan, merancang, membangun, mengelola, dan mengevaluasi kota, bagimana menyikapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, hingga memasuki kenormalan baru.
Jawaban atas pertanyaan ini selaras dengan peringatan Hari Kesehatan Dunia (HKD), yang dirayakan setiap 7 April yang tahun ini mengusung tema “Building A Fairer, Healthier World”. HKD harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk bertekad membangun kota sehat demi dunia yang lebih sehat.
Di kala pandemi Covid-19, dunia menunjukkan ketimpangan yang tajam, ketidakadilan pembangunan infrastruktur perkotaan, kondisi permukiman padat kumuh, keterbatasan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas kesehatan perkotaan, ketidaksetaraan gender, serta ketidakpastian lapangan kerja dan kehidupan pascapandemi kelak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyambut HKD 2021 mengajak seluruh kepala negara untuk bersama mewujudkan pembangunan negeri/kota yang lebih adil dan merata demi menciptakan dunia yang lebih sehat sebagai kenormalan baru. Salah satunya adalah dengan membangun kota sehat.
Pembangunan kota sehat sesuai dengan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) (2030) dan Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda/NUA) (2036) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan 11 TPB mengarahkan capaian kota yang aman, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Kota sehat harus dirancang dapat bertahan, beradaptasi, cepat pulih, dan mengatur kembali sistem kehidupan kotanya pascapandemi. Kota harus memiliki kemampuan antisipasi (pencegahan), mitigasi (pengurangan risiko), serta adaptasi (penyesuaian perubahan). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, kota sehat memberikan peningkatan kualitas dan kelayakan hidup untuk menaikkan harapan hidup yang lebih sejahtera, serta memudahkan akses ke fasilitas layanan kesehatan guna mengurangi risiko kematian, termasuk ancaman pandemi Covid-19.
Pusat Studi Perkotaan
PANDEMI Covid-19 telah memaksa kota dan kita untuk mengubah cara merencanakan, merancang, membangun, mengelola, dan mengevaluasi kota, bagimana menyikapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, hingga memasuki kenormalan baru.
Jawaban atas pertanyaan ini selaras dengan peringatan Hari Kesehatan Dunia (HKD), yang dirayakan setiap 7 April yang tahun ini mengusung tema “Building A Fairer, Healthier World”. HKD harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk bertekad membangun kota sehat demi dunia yang lebih sehat.
Di kala pandemi Covid-19, dunia menunjukkan ketimpangan yang tajam, ketidakadilan pembangunan infrastruktur perkotaan, kondisi permukiman padat kumuh, keterbatasan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas kesehatan perkotaan, ketidaksetaraan gender, serta ketidakpastian lapangan kerja dan kehidupan pascapandemi kelak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyambut HKD 2021 mengajak seluruh kepala negara untuk bersama mewujudkan pembangunan negeri/kota yang lebih adil dan merata demi menciptakan dunia yang lebih sehat sebagai kenormalan baru. Salah satunya adalah dengan membangun kota sehat.
Pembangunan kota sehat sesuai dengan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) (2030) dan Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda/NUA) (2036) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan 11 TPB mengarahkan capaian kota yang aman, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Kota sehat harus dirancang dapat bertahan, beradaptasi, cepat pulih, dan mengatur kembali sistem kehidupan kotanya pascapandemi. Kota harus memiliki kemampuan antisipasi (pencegahan), mitigasi (pengurangan risiko), serta adaptasi (penyesuaian perubahan). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, kota sehat memberikan peningkatan kualitas dan kelayakan hidup untuk menaikkan harapan hidup yang lebih sejahtera, serta memudahkan akses ke fasilitas layanan kesehatan guna mengurangi risiko kematian, termasuk ancaman pandemi Covid-19.
tulis komentar anda