Kesadaran Kesehatan Kota
loading...
A
A
A
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
PANDEMI Covid-19 telah memaksa kota dan kita untuk mengubah cara merencanakan, merancang, membangun, mengelola, dan mengevaluasi kota, bagimana menyikapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, hingga memasuki kenormalan baru.
Jawaban atas pertanyaan ini selaras dengan peringatan Hari Kesehatan Dunia (HKD), yang dirayakan setiap 7 April yang tahun ini mengusung tema “Building A Fairer, Healthier World”. HKD harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk bertekad membangun kota sehat demi dunia yang lebih sehat.
Di kala pandemi Covid-19, dunia menunjukkan ketimpangan yang tajam, ketidakadilan pembangunan infrastruktur perkotaan, kondisi permukiman padat kumuh, keterbatasan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas kesehatan perkotaan, ketidaksetaraan gender, serta ketidakpastian lapangan kerja dan kehidupan pascapandemi kelak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyambut HKD 2021 mengajak seluruh kepala negara untuk bersama mewujudkan pembangunan negeri/kota yang lebih adil dan merata demi menciptakan dunia yang lebih sehat sebagai kenormalan baru. Salah satunya adalah dengan membangun kota sehat.
Pembangunan kota sehat sesuai dengan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) (2030) dan Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda/NUA) (2036) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan 11 TPB mengarahkan capaian kota yang aman, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Kota sehat harus dirancang dapat bertahan, beradaptasi, cepat pulih, dan mengatur kembali sistem kehidupan kotanya pascapandemi. Kota harus memiliki kemampuan antisipasi (pencegahan), mitigasi (pengurangan risiko), serta adaptasi (penyesuaian perubahan). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, kota sehat memberikan peningkatan kualitas dan kelayakan hidup untuk menaikkan harapan hidup yang lebih sejahtera, serta memudahkan akses ke fasilitas layanan kesehatan guna mengurangi risiko kematian, termasuk ancaman pandemi Covid-19.
Pemerintah harus menyediakan fasilitas dan akses kesehatan yang mumpuni (klinik kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, apotek), serta didukung laboratorium penelitian dan pengembangan vaksin dan obat yang canggih. Dukungan dunia pendidikan kesehatan menjamin ketersediaan dokter, perawat, dan tenaga medis yang memadai, serta memberikan jaminan asuransi kesehatan/badan penyelenggara jaminan sosial dan inovasi program kesehatan lain.
Kedua, lingkungan sehat berperan penting membentuk warga sehat. Kondisi kota sehat adalah ketika sanitasi lingkungan permukiman bersih dan higienis, akses air bersih terlayani, saluran air tidak tergenang, sampah dan limbah terkelola baik, sehingga tidak mudah timbul wabah penyakit.
Pemerintah juga mesti melakukan penataan permukiman yang meliputi bedah rumah sehat, peremajaan kawasan padat, serta penyediaan hunian layak untuk semua. Pemerintah kota harus mengelola dan mengolah tuntas sampah dan limbah dengan menyediakan tempat pengolahan sampah terpadu, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, akses jaringan air bersih dan sanitasi higienis, serta jaringan listrik dan internet yang memadai.
Ketiga, kota sehat mendorong warga hidup sehat. Warga didorong berjalan kaki (penyediaan trotoar) atau bersepeda (pembangunan infrastruktur pesepeda) dalam jarak dekat, serta menggunakan angkutan umum pada jarak menengah-jauh, namun dengan tetap mempertimbangkan untuk mengurangi mobilitas dan menghindari kerumuman, serta mengoptimalkan kegiatan dari rumah.
Kenormalan baru akan mengubah persepsi kinerja dan produktivitas kota, berpindahnya fungsi kota ke rumah sebagai tempat tinggal sekaligus tempat belajar, bekerja, dan berniaga. Keberhasilan pelaksanaan belajar dan bekerja dari rumah akan membuka peluang kebijakan lanjutan terkait kegiatan apa saja yang dapat terus dilakukan dari rumah. Sementara kesempatan berusaha dari rumah akan mendorong percepatan perkembangan perdagangan secara dalam jaringan (on line, e-commerce).
Keempat, kemampuan perencanaan kota dan wilayah harus ditingkatkan dan diselaraskan. Pandemi Covid-19 di kota induk telah berdampak pada rantai produksi dan suplai dengan wilayah sekitar, regional, nasional, dan global. Perencanaan kota harus berwawasan luas dan komprehensif, serta menciptakan koalisi lebih kuat dalam mengantisipasi pandemi.
Perencanaan kota harus terintegrasi dengan perekonomian sekitar, pasokan air bersih dan gas, penyediaan listrik dan energi terbarukan, transportasi terpadu, jaringan internet, serta ketahanan pertanian dan pangan sebagai pilar ketangguhan kota sehat. Perencana kota melibatkan berbagai lintas profesi seperti kesehatan masyarakat, epidomologi, sosiologi, teknik lingkungan, arsitektur dan arsitektur lanskap, dalam mempercepat pembangunan kota sehat pascapandemi.
Kelima, warga menerapkan pola hidup bersih dan sehat, seperti makan makanan sehat bergizi, rajin berolahraga, istirahat cukup, serta menghindari stres. Pola hidup bersih dan sehat yang terbangun dari keluarga di rumah harus ditularkan dan disebarkan ke tetangga dan lingkungan sekitar, mulai dari tingkat RT/RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten.
Meski program vaksinasi tengah dikebut, masyarakat tetap diingatkan untuk selalu wajib menerapkan 5M. Wajib memakai masker dengan benar kemanapun bepergian keluar rumah. Wajib mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak lupa membawa hand sanitizer di saku. Wajib menjaga jarak 1,5-2 meter di mana pun berada. Wajib menghindari kerumuman atau keramaian termasuk saat menggunakan angkutan umum. Wajib mengurangi mobilitas keluar rumah dan mengoptimalkan belajar, bekerja, berniaga, serta beribadah dari rumah.
Keenam, seluruh kepala daerah diharapkan melakukan evaluasi dan realokasi anggaran daerah dengan fokus pada prioritas kegiatan penanganan Covid-19 dan akselerasi pemulihan ekonomi daerah. Pemerintah daerah harus melaporkan sebagai kinerja bidang kesehatan kepada pemerintah pusat. Pastikan koordinasi setiap kebijakan penanganan Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah berjalan baik.
Seluruh kebijakan dan peraturan pendukung, serta mobilisasi seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diarahkan untuk turut menghentikan laju penyebaran Covid-19 dan mendorong percepatam pemulihan ekonomi daerah masing-masing. Program pembangunan daerah yang tidak mendesak harus ditunda atau dibatalkan dan digeser ke tahun berikutnya, sementara anggaran yang ada dialihkan ke kedua program kegiatan prioritas itu.
Kesadaran kesehatan kota sehat bukan merupakan pilihan melainkan sebuah keharusan sebagai wujud kenormaan baru.
Pusat Studi Perkotaan
PANDEMI Covid-19 telah memaksa kota dan kita untuk mengubah cara merencanakan, merancang, membangun, mengelola, dan mengevaluasi kota, bagimana menyikapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro, hingga memasuki kenormalan baru.
Jawaban atas pertanyaan ini selaras dengan peringatan Hari Kesehatan Dunia (HKD), yang dirayakan setiap 7 April yang tahun ini mengusung tema “Building A Fairer, Healthier World”. HKD harus menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat untuk bertekad membangun kota sehat demi dunia yang lebih sehat.
Di kala pandemi Covid-19, dunia menunjukkan ketimpangan yang tajam, ketidakadilan pembangunan infrastruktur perkotaan, kondisi permukiman padat kumuh, keterbatasan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas kesehatan perkotaan, ketidaksetaraan gender, serta ketidakpastian lapangan kerja dan kehidupan pascapandemi kelak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menyambut HKD 2021 mengajak seluruh kepala negara untuk bersama mewujudkan pembangunan negeri/kota yang lebih adil dan merata demi menciptakan dunia yang lebih sehat sebagai kenormalan baru. Salah satunya adalah dengan membangun kota sehat.
Pembangunan kota sehat sesuai dengan amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) (2030) dan Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda/NUA) (2036) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan 11 TPB mengarahkan capaian kota yang aman, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
Kota sehat harus dirancang dapat bertahan, beradaptasi, cepat pulih, dan mengatur kembali sistem kehidupan kotanya pascapandemi. Kota harus memiliki kemampuan antisipasi (pencegahan), mitigasi (pengurangan risiko), serta adaptasi (penyesuaian perubahan). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, kota sehat memberikan peningkatan kualitas dan kelayakan hidup untuk menaikkan harapan hidup yang lebih sejahtera, serta memudahkan akses ke fasilitas layanan kesehatan guna mengurangi risiko kematian, termasuk ancaman pandemi Covid-19.
Pemerintah harus menyediakan fasilitas dan akses kesehatan yang mumpuni (klinik kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, apotek), serta didukung laboratorium penelitian dan pengembangan vaksin dan obat yang canggih. Dukungan dunia pendidikan kesehatan menjamin ketersediaan dokter, perawat, dan tenaga medis yang memadai, serta memberikan jaminan asuransi kesehatan/badan penyelenggara jaminan sosial dan inovasi program kesehatan lain.
Kedua, lingkungan sehat berperan penting membentuk warga sehat. Kondisi kota sehat adalah ketika sanitasi lingkungan permukiman bersih dan higienis, akses air bersih terlayani, saluran air tidak tergenang, sampah dan limbah terkelola baik, sehingga tidak mudah timbul wabah penyakit.
Pemerintah juga mesti melakukan penataan permukiman yang meliputi bedah rumah sehat, peremajaan kawasan padat, serta penyediaan hunian layak untuk semua. Pemerintah kota harus mengelola dan mengolah tuntas sampah dan limbah dengan menyediakan tempat pengolahan sampah terpadu, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal, akses jaringan air bersih dan sanitasi higienis, serta jaringan listrik dan internet yang memadai.
Ketiga, kota sehat mendorong warga hidup sehat. Warga didorong berjalan kaki (penyediaan trotoar) atau bersepeda (pembangunan infrastruktur pesepeda) dalam jarak dekat, serta menggunakan angkutan umum pada jarak menengah-jauh, namun dengan tetap mempertimbangkan untuk mengurangi mobilitas dan menghindari kerumuman, serta mengoptimalkan kegiatan dari rumah.
Kenormalan baru akan mengubah persepsi kinerja dan produktivitas kota, berpindahnya fungsi kota ke rumah sebagai tempat tinggal sekaligus tempat belajar, bekerja, dan berniaga. Keberhasilan pelaksanaan belajar dan bekerja dari rumah akan membuka peluang kebijakan lanjutan terkait kegiatan apa saja yang dapat terus dilakukan dari rumah. Sementara kesempatan berusaha dari rumah akan mendorong percepatan perkembangan perdagangan secara dalam jaringan (on line, e-commerce).
Keempat, kemampuan perencanaan kota dan wilayah harus ditingkatkan dan diselaraskan. Pandemi Covid-19 di kota induk telah berdampak pada rantai produksi dan suplai dengan wilayah sekitar, regional, nasional, dan global. Perencanaan kota harus berwawasan luas dan komprehensif, serta menciptakan koalisi lebih kuat dalam mengantisipasi pandemi.
Perencanaan kota harus terintegrasi dengan perekonomian sekitar, pasokan air bersih dan gas, penyediaan listrik dan energi terbarukan, transportasi terpadu, jaringan internet, serta ketahanan pertanian dan pangan sebagai pilar ketangguhan kota sehat. Perencana kota melibatkan berbagai lintas profesi seperti kesehatan masyarakat, epidomologi, sosiologi, teknik lingkungan, arsitektur dan arsitektur lanskap, dalam mempercepat pembangunan kota sehat pascapandemi.
Kelima, warga menerapkan pola hidup bersih dan sehat, seperti makan makanan sehat bergizi, rajin berolahraga, istirahat cukup, serta menghindari stres. Pola hidup bersih dan sehat yang terbangun dari keluarga di rumah harus ditularkan dan disebarkan ke tetangga dan lingkungan sekitar, mulai dari tingkat RT/RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten.
Meski program vaksinasi tengah dikebut, masyarakat tetap diingatkan untuk selalu wajib menerapkan 5M. Wajib memakai masker dengan benar kemanapun bepergian keluar rumah. Wajib mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak lupa membawa hand sanitizer di saku. Wajib menjaga jarak 1,5-2 meter di mana pun berada. Wajib menghindari kerumuman atau keramaian termasuk saat menggunakan angkutan umum. Wajib mengurangi mobilitas keluar rumah dan mengoptimalkan belajar, bekerja, berniaga, serta beribadah dari rumah.
Keenam, seluruh kepala daerah diharapkan melakukan evaluasi dan realokasi anggaran daerah dengan fokus pada prioritas kegiatan penanganan Covid-19 dan akselerasi pemulihan ekonomi daerah. Pemerintah daerah harus melaporkan sebagai kinerja bidang kesehatan kepada pemerintah pusat. Pastikan koordinasi setiap kebijakan penanganan Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah berjalan baik.
Seluruh kebijakan dan peraturan pendukung, serta mobilisasi seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diarahkan untuk turut menghentikan laju penyebaran Covid-19 dan mendorong percepatam pemulihan ekonomi daerah masing-masing. Program pembangunan daerah yang tidak mendesak harus ditunda atau dibatalkan dan digeser ke tahun berikutnya, sementara anggaran yang ada dialihkan ke kedua program kegiatan prioritas itu.
Kesadaran kesehatan kota sehat bukan merupakan pilihan melainkan sebuah keharusan sebagai wujud kenormaan baru.
(bmm)