Deadline Realokasi APBD untuk Corona Diperpanjang
Minggu, 12 April 2020 - 22:23 WIB
JAKARTA - Pemerintah memperpanjangdeadlineatau batas waktu realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan corona. Sebelumnya, daerah diberikan waktu tujuh hari sejak Instruksi Mendagri No.1/2020 terbit atau terakhir pada tanggal 9 April lalu.
“AdaSKB dua menteri yang akan memperpanjang waktu refocusing dan realokasi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kemendagri Mochammad Ardianmelalui pesan singkatnya, kemarin. Ardian mengatakan, ada alasan terkait keputusan perpanjangan batas waktu realokasi tersebut. Di antaranya terkait pola pemotongan belanja.
“Ada arahan baru menyangkut pola pemotongan belanja. Bearang, jasa, dan modal rata-rata dikurangi sekitar 50%,” ujarnya. Seperti diketahui di dalam Instruksi Mendagri tersebut disebutkan jika dalam batas waktu yang ditentukan daerah tidak melakukan realokasi maka akan ada rasionalisasi dana transfer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat terbatas pekan lalu juga meminta agar realokasi anggaran pemerintah daerah (pemda) jangan sampai terlambat. Realokasi ini dilakukan agar anggaran lebih difokuskan pada penanganan virus corona. “Jangan sampai ini kita juga terlambat. Terutama berkaitan dnegan jaring pengaman sosial agar segera bisa dinikmati oleh masyarakat,” katanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, lambatnya realokasi disebabkan oleh kapasitas fiskal yang sempit.Dia yakin, lambatnya proses realokasi bukan karena daerah tidak paham. “Semua paham bahwa realokasi dari pos belanja tidak terduga, dari kas daerah, penangguhan, atau pembatalan pengadaan barang dan jasa. Semua daerah paham. Yang masalah sekarang, uangnya ada atau tidak?” tanyanya.
Endi mengatakan, pada triwulan pertama inidanapusat yang ditransfer ke daerah baru sebesar Rp116 triliun. Anggaran tersebut ditransfer untuk 542 provinsi dan kabupaten/kota. Di mana menurutnya, anggaran tersebut kemungkinan dialokasikan untuk gaji pegawai. “Hitungan saya angka segitu sebagian besar hanya untuk pegawai. Jadi, problemnyadanaitu memang sangat sedikit di daerah. Apalagi daerah kita tergantung pada transfer pusat. Kapasitas fiskal daerah di triwulan pertama itu sempit sekali,” tandasnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini daerah juga tidak bisa berharap banyak pada pendapatan asli daerah. Apalagi tiga bulan pertama ini pajak dan retribusi tidak bisa diharapkan. “Akhirnya, daerah banyak sekali yang hidup dari tabungan seperti SILPA yang tidak semua daerah punya jumlah yang besar. Jadi kalau saya tanya daerah soal realokasi, mereka katakan apa yang mau direalokasi,” paparnya.
Endi menilai, pemerintah pusat harus lebih melihat kondisi daerah terlebih dahulu. Namun, dia meengaku tidak tahu secara pasti apakah pemerintah pusat memiliki uang untuk ditransfer ke daerah atau tidak. “Ini saya engga tahu pusat ada uang atau tidak untuk percepattransfer. Kalau ada uang, tentu bisa segera ditransfer ke daerah agar langsung direalokasi. Jika biasanya setahun 4 kalitransfer,bisa diubah menjadi dua kalitransfer,” katanya.
“AdaSKB dua menteri yang akan memperpanjang waktu refocusing dan realokasi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kemendagri Mochammad Ardianmelalui pesan singkatnya, kemarin. Ardian mengatakan, ada alasan terkait keputusan perpanjangan batas waktu realokasi tersebut. Di antaranya terkait pola pemotongan belanja.
“Ada arahan baru menyangkut pola pemotongan belanja. Bearang, jasa, dan modal rata-rata dikurangi sekitar 50%,” ujarnya. Seperti diketahui di dalam Instruksi Mendagri tersebut disebutkan jika dalam batas waktu yang ditentukan daerah tidak melakukan realokasi maka akan ada rasionalisasi dana transfer.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat terbatas pekan lalu juga meminta agar realokasi anggaran pemerintah daerah (pemda) jangan sampai terlambat. Realokasi ini dilakukan agar anggaran lebih difokuskan pada penanganan virus corona. “Jangan sampai ini kita juga terlambat. Terutama berkaitan dnegan jaring pengaman sosial agar segera bisa dinikmati oleh masyarakat,” katanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, lambatnya realokasi disebabkan oleh kapasitas fiskal yang sempit.Dia yakin, lambatnya proses realokasi bukan karena daerah tidak paham. “Semua paham bahwa realokasi dari pos belanja tidak terduga, dari kas daerah, penangguhan, atau pembatalan pengadaan barang dan jasa. Semua daerah paham. Yang masalah sekarang, uangnya ada atau tidak?” tanyanya.
Endi mengatakan, pada triwulan pertama inidanapusat yang ditransfer ke daerah baru sebesar Rp116 triliun. Anggaran tersebut ditransfer untuk 542 provinsi dan kabupaten/kota. Di mana menurutnya, anggaran tersebut kemungkinan dialokasikan untuk gaji pegawai. “Hitungan saya angka segitu sebagian besar hanya untuk pegawai. Jadi, problemnyadanaitu memang sangat sedikit di daerah. Apalagi daerah kita tergantung pada transfer pusat. Kapasitas fiskal daerah di triwulan pertama itu sempit sekali,” tandasnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini daerah juga tidak bisa berharap banyak pada pendapatan asli daerah. Apalagi tiga bulan pertama ini pajak dan retribusi tidak bisa diharapkan. “Akhirnya, daerah banyak sekali yang hidup dari tabungan seperti SILPA yang tidak semua daerah punya jumlah yang besar. Jadi kalau saya tanya daerah soal realokasi, mereka katakan apa yang mau direalokasi,” paparnya.
Endi menilai, pemerintah pusat harus lebih melihat kondisi daerah terlebih dahulu. Namun, dia meengaku tidak tahu secara pasti apakah pemerintah pusat memiliki uang untuk ditransfer ke daerah atau tidak. “Ini saya engga tahu pusat ada uang atau tidak untuk percepattransfer. Kalau ada uang, tentu bisa segera ditransfer ke daerah agar langsung direalokasi. Jika biasanya setahun 4 kalitransfer,bisa diubah menjadi dua kalitransfer,” katanya.
(agn)
tulis komentar anda