Pesantren, Pembangunan Pendidikan, dan Tantangan Pandemi
Kamis, 25 Maret 2021 - 05:10 WIB
Pada laporan sebuah majalah berjudul Indonesia dan Seribu Wajah Pesantren (2019) dipaparkan, ragam varian pesantren di negeri ini dan menunjukkan bukti bahwa pesantren tidak hanya bicara aspek keagamaan yang ritual. Pengembangan jejaring bisnis, kesempatan bekerja selama di pesantren, pelatihan kewirausahaan, kepedulian terhadap isu ekologis, merupakan hal yang juga jadi konsumsi santri di samping pembelajaran yang berbasis pada penguatan keagamaan.
Ekosistem pendidikan yang teratur, mandiri, dan berbasis pada peran kiai yang menjadi role model utama pendidikan di pesantren, tidak ada contoh mengawang-ngawang, semua aktual diteladankan di hadapan para santri. Selain itu, keeratan dengan masyarakat di masa santri tinggal, khusus untuk pesantren-pesantren tradisional, menjadi kekuatan agar santri tetap memiliki kepedulian terhadap isu-isu sosial kemasyarakatan. Pola pendidikan yang dekat dan erat dengan masyarakat memiliki keunggulan, yaitu tidak tercerabutnya para santri dari konteks sosial.
Didikan tersebut ternyata sangat bermanfaat bagi santri dalam menyambut era ketidakpastian. Secara kolektif, kekuatan jaringan santri yang menyebar di seluruh pelosok negeri menjadi hal yang sangat baik ketika bicara penyebaran pengetahuan dan keterampilan. Polesan teknologi dan tradisi pendidikan modern, dengan dosis yang tepat, membuat para santri menjadi lebih cemerlang.
Selain itu, tradisi diskusi di pesantren dengan basis argumentasi kuat menggunakan kitab-kitab rujukan ulama besar menjadi bagian penting bagi peran santri mewarnai diskursus publik yang lebih berwarna dan dapat dipertanggungjawabkan. Santri menjadi lebih siap dalam menghadapi ragam perbedaan dan berjumpa ide dengan ragam pihak. Poin tersebut menjadi pengokoh Indonesia yang lebih beragam. Jika menggunakan terminologi Paulo Freire, dalam pendidikan pesantren dilakukan pendidikan hadap masalah (problem posing).
Meskipun saat ini patut pula dikritik adalah hadirnya pesantren-pesantren yang eksklusif berbiaya mahal yang memanjakan anak-anak didik dan membuat mereka berjarak dengan masyarakat. Di pesantren jenis ini anak-anak tidak didik untuk tangguh dan mandiri karena mereka hanya ditugaskan untuk belajar agama dan ilmu lain. Padahal, roh pesantren adalah inklusivitas, kemandirian, ketangguhan, dan keluwesan bergaul dengan masyarakat.
Tantangan Pandemi
Akan tetapi, di masa pandemi ini pesantren mendapatkan ujian tersendiri. Di beberapa pesantren penyebaran Covid-19 membuat kegiatan pembelajaran terhenti dan para santri harus dipulangkan. Ragam fasilitas dan kondisi pesantren membuat cara pesantren dalam menangani pandemi begitu berbeda.
Persoalan yang hadir sekarang adalah bagaimana bangunan karakter bagi santri yang terpaksa harus pulang sementara? Tentu harus ada cara-cara khusus yang perlu dilakukan agar anak-anak yang pulang ke rumah masih tetap bisa berdisiplin, meski tidak dalam pendampingan para guru-guru di pesantren. Sementara itu, bagi pesantren yang berhasil membatasi penyebaran Covid-19, tentu harus lebih hati-hati dalam membangun relasi dengan masyarakat yang ada di sekitar pesantren. Banyak pesantren yang kemudian menutup diri dari kunjungan masyarakat selama masa pandemi.
Pada posisi ini adaptasi pesantren menghadapi pandemi menjadi sangat penting. Pesantren yang memiliki kapital memadai mentransformasi pengajian-pengajian melalui berbagai medium virtual. Masyarakat umum kemudian dapat terlibat berbagai pengajian yang dibuka secara publik dan dapat diikuti melalui media virtual. Hal tersebut menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat umum yang menginginkan kajian keagamaan yang mendalam dari ulama yang otoritatif.
Situasi pandemi menjadi pelajaran penting, termasuk bagi institusi pesantren dalam mencari ragam alternatif pendidikan yang diberikan kepada santri. Jika melihat keberhasilan pesantren dalam mengarungi pancaroba zaman, tentu saja pandemi ini hanya bagian kecil dari ujian bagi pesantren. Peran pesantren masih terus ditunggu dalam membentuk wajah bangsa ini di masa depan.
Ekosistem pendidikan yang teratur, mandiri, dan berbasis pada peran kiai yang menjadi role model utama pendidikan di pesantren, tidak ada contoh mengawang-ngawang, semua aktual diteladankan di hadapan para santri. Selain itu, keeratan dengan masyarakat di masa santri tinggal, khusus untuk pesantren-pesantren tradisional, menjadi kekuatan agar santri tetap memiliki kepedulian terhadap isu-isu sosial kemasyarakatan. Pola pendidikan yang dekat dan erat dengan masyarakat memiliki keunggulan, yaitu tidak tercerabutnya para santri dari konteks sosial.
Didikan tersebut ternyata sangat bermanfaat bagi santri dalam menyambut era ketidakpastian. Secara kolektif, kekuatan jaringan santri yang menyebar di seluruh pelosok negeri menjadi hal yang sangat baik ketika bicara penyebaran pengetahuan dan keterampilan. Polesan teknologi dan tradisi pendidikan modern, dengan dosis yang tepat, membuat para santri menjadi lebih cemerlang.
Selain itu, tradisi diskusi di pesantren dengan basis argumentasi kuat menggunakan kitab-kitab rujukan ulama besar menjadi bagian penting bagi peran santri mewarnai diskursus publik yang lebih berwarna dan dapat dipertanggungjawabkan. Santri menjadi lebih siap dalam menghadapi ragam perbedaan dan berjumpa ide dengan ragam pihak. Poin tersebut menjadi pengokoh Indonesia yang lebih beragam. Jika menggunakan terminologi Paulo Freire, dalam pendidikan pesantren dilakukan pendidikan hadap masalah (problem posing).
Meskipun saat ini patut pula dikritik adalah hadirnya pesantren-pesantren yang eksklusif berbiaya mahal yang memanjakan anak-anak didik dan membuat mereka berjarak dengan masyarakat. Di pesantren jenis ini anak-anak tidak didik untuk tangguh dan mandiri karena mereka hanya ditugaskan untuk belajar agama dan ilmu lain. Padahal, roh pesantren adalah inklusivitas, kemandirian, ketangguhan, dan keluwesan bergaul dengan masyarakat.
Tantangan Pandemi
Akan tetapi, di masa pandemi ini pesantren mendapatkan ujian tersendiri. Di beberapa pesantren penyebaran Covid-19 membuat kegiatan pembelajaran terhenti dan para santri harus dipulangkan. Ragam fasilitas dan kondisi pesantren membuat cara pesantren dalam menangani pandemi begitu berbeda.
Persoalan yang hadir sekarang adalah bagaimana bangunan karakter bagi santri yang terpaksa harus pulang sementara? Tentu harus ada cara-cara khusus yang perlu dilakukan agar anak-anak yang pulang ke rumah masih tetap bisa berdisiplin, meski tidak dalam pendampingan para guru-guru di pesantren. Sementara itu, bagi pesantren yang berhasil membatasi penyebaran Covid-19, tentu harus lebih hati-hati dalam membangun relasi dengan masyarakat yang ada di sekitar pesantren. Banyak pesantren yang kemudian menutup diri dari kunjungan masyarakat selama masa pandemi.
Pada posisi ini adaptasi pesantren menghadapi pandemi menjadi sangat penting. Pesantren yang memiliki kapital memadai mentransformasi pengajian-pengajian melalui berbagai medium virtual. Masyarakat umum kemudian dapat terlibat berbagai pengajian yang dibuka secara publik dan dapat diikuti melalui media virtual. Hal tersebut menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat umum yang menginginkan kajian keagamaan yang mendalam dari ulama yang otoritatif.
Situasi pandemi menjadi pelajaran penting, termasuk bagi institusi pesantren dalam mencari ragam alternatif pendidikan yang diberikan kepada santri. Jika melihat keberhasilan pesantren dalam mengarungi pancaroba zaman, tentu saja pandemi ini hanya bagian kecil dari ujian bagi pesantren. Peran pesantren masih terus ditunggu dalam membentuk wajah bangsa ini di masa depan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda