Pesantren, Pembangunan Pendidikan, dan Tantangan Pandemi

Kamis, 25 Maret 2021 - 05:10 WIB
Anggi Afriansyah (Foto: Istimewa)
Anggi Afriansyah

Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

DISKURSUS keagamaan yang ramai di ruang publik turut memengaruhi pilihan orang tua untuk memilih lembaga pendidikan berbasis agama, salah satunya pesantren, sebagai tempat anak-anak dididik. Selain mendambakan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan karakter, juga agar memiliki pemahaman memadai mengenai ajaran agama dan menjadi pribadi yang baik. Para orang tua juga melihat, toh para santri lulusan pesantren dapat bekerja di berbagai sektor kehidupan dan berkompetisi dengan lulusan sekolah-sekolah umum.

Pemberdayaan Umat

Jika menyelisik akar historis, pesantren sejak awal pendiriannya memiliki cita-cita agung untuk membimbing dan memberdayakan umat. Pada awalnya, menurut KH Masdar Farid Mas’udi, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Pesantren hadir untuk mengasuh masyarakat.



Jika pendidikan modern selalu menagih aspek relevansi kurikulum dengan dunia kerja, maka kurikulum pesantren sudah sangat jelas berbasis pada kebutuhan masyarakat. Apa yang diajarkan di pesantren sudah pasti relevan dan tidak perlu dipertanyakan link and match-nya.

Sebelum terintroduksinya peran negara dan sekolah formal, kualitas santri bukan didasarkan pada cetakan ijazah, tetapi pada kapabilitas santri dalam penguasaan ilmu-ilmu agama dan kemampuan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan berbagai potensi yang ada di lingkungan masing-masing. Bahkan tanpa legitimasi ijazah, lulusan pesantren hadir untuk menemani umat memecahkan persoalan keseharian.

Ketika pendidikan modern bicara soal pentingnya karakter, penguatan hard skill dan soft skill, kemampuan adaptasi dan kolaborasi, pesantren-pesantren sudah sejak awal menginternalisasikan kompetensi tersebut dalam program rutin atau aktivitas harian. Poin-poin tersebut sudah menjadi school culture dari pesantren. Apalagi dalam berbagai pengajian di pesantren terdapat narasi utama tentang pentingnya kebermanfaatan manusia bagi manusia lain di dalam kehidupan keseharian sehingga eksistensi lulusan pesantren sangat erat kaitannya dengan kontribusi mereka bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya sebagai pengayom keagamaan, tetapi juga di berbagai bidang kehidupan.

Tidak mengherankan jika Ki Hadjar Dewantara (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2013) sangat terkagum-kagum dengan pola asrama ala pesantren. Pola didikan pondok, dalam bahasa Ki Hadjar Dewantara, merupakan pedagogik yang hidup, tidak semata berbasis pada ragam buku teks. Anak-anak yang dididik akan selalu merasa menjadi bagian dari rakyat dan sadar akan eksistensi kemanusiaannya sebab mereka dididik bersama rakyat.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More