IDM Gelar Survei tentang Konflik Internal Demokrat, Ini Hasilnya
Senin, 22 Maret 2021 - 12:08 WIB
Terlepas dari survei di atas, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menegaskan, dinasti politik sesungguhnya tak bagus diterapkan di partai politik yang berkonsep modern.
"Karena partai modern bukan bersandar pada dinasti politik. Tapi pada kekuatan dalam membangun dan memperkuat pelembagaan partai politik, seperti membangun demokratisasi di internal partai, membuat kaderisasi yang baik, rekrutmen politik yang menjungjung nilai-nilai prestasi, dan lain-lain," jelas Ujang.
"Dinasti politik akan membunuh pelembagaan partai politik. Karena yang berkuasa hanya dari klan tertentu, dari keluarga tertentu. Tidak terbuka untuk semua," lanjut Ujang.
Akibatnya tambah Ujang, bukan tidak mungkin akan timbul rasa iri dan perlawanan dari kader-kader yang merasa ikut andil dalam membesarkan partai, namun tidak memperoleh posisi penting.
"Karena yang berkuasa di partai tersebut dari keluarga tertentu saja. Bisa melakukan perlawanan terselubung atau pun terang-terangan. Dan bahkan keluar partai. Tapi semua itu adalah pilihan," tukas Ujang.
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menekankan, legal atau tidaknya Demokrat versi KLB hanyalah ditentukan oleh Kemenkum HAM dan juga melihat AD/ART dari partai ini pada 2001 silam.
"Jadi tinggal mereka (Kemenkum HAM) melihat dan mempelajari berkas keduanya dan memutuskan sikap. Tapi bisa saja kubu Moeldoko memakai AD/ART versi yang lama dan AHY versi yang baru," ungkapnya.
"Keputusan ada di Kementerian Hukum dan HAM kalau saya bilang legal maka akan ada yang menggangap ilegal begitu juga saya saya katakan ilegal kubu KLB yang dimotori Jhoni Marbun dan koleganya pasti menyebut KLB ini sah. Tapi kalau tak dianulir berarti legal," demikian Jerry.
"Karena partai modern bukan bersandar pada dinasti politik. Tapi pada kekuatan dalam membangun dan memperkuat pelembagaan partai politik, seperti membangun demokratisasi di internal partai, membuat kaderisasi yang baik, rekrutmen politik yang menjungjung nilai-nilai prestasi, dan lain-lain," jelas Ujang.
"Dinasti politik akan membunuh pelembagaan partai politik. Karena yang berkuasa hanya dari klan tertentu, dari keluarga tertentu. Tidak terbuka untuk semua," lanjut Ujang.
Akibatnya tambah Ujang, bukan tidak mungkin akan timbul rasa iri dan perlawanan dari kader-kader yang merasa ikut andil dalam membesarkan partai, namun tidak memperoleh posisi penting.
"Karena yang berkuasa di partai tersebut dari keluarga tertentu saja. Bisa melakukan perlawanan terselubung atau pun terang-terangan. Dan bahkan keluar partai. Tapi semua itu adalah pilihan," tukas Ujang.
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menekankan, legal atau tidaknya Demokrat versi KLB hanyalah ditentukan oleh Kemenkum HAM dan juga melihat AD/ART dari partai ini pada 2001 silam.
"Jadi tinggal mereka (Kemenkum HAM) melihat dan mempelajari berkas keduanya dan memutuskan sikap. Tapi bisa saja kubu Moeldoko memakai AD/ART versi yang lama dan AHY versi yang baru," ungkapnya.
"Keputusan ada di Kementerian Hukum dan HAM kalau saya bilang legal maka akan ada yang menggangap ilegal begitu juga saya saya katakan ilegal kubu KLB yang dimotori Jhoni Marbun dan koleganya pasti menyebut KLB ini sah. Tapi kalau tak dianulir berarti legal," demikian Jerry.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda