Sinar BLU di Masa Pandemi
Senin, 22 Maret 2021 - 06:00 WIB
Prof Candra Fajri Ananda PH.D
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Bencana pandemi Covid-19yang mengguncang perekonomian dunia membuat banyak negara mengalami penurunan pendapatan, termasuk Indonesia. Problematika anjloknya pemasukan pajak dan penerimaan negara di saat terjadi peningkatan belanja negara untuk mengatasi wabah dan ekonomi menjadi tantangan berat yang tengah dihadapi oleh berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan pajak sebesar Rp68,5 triliun per Januari 2021. Adapun realisasi tersebut menurun 15,3% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Masih rendahnya penerimaan pajak pada awal 2021 karena salah satu kebijakan pemberian insentif yang dilanjutkan bagi pelaku usaha yang masih terdampak pandemi.
Di sisi lain, pada 2021 belanja negara juga masih terus meningkat untuk menstimulasi ekonomi nasional akibat pandemi. Sebagai instrumen countercyclical, APBN menjadi salah satu instrumen utama yang memiliki dimensi dampak yang sangat luas baik dalam melanjutkan penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat yang rentan, dan dalam mendukung proses pemulihan perekonomian nasional pada tahun 2021. Belanja negara pada APBN 2021 diproyeksikan mencapai Rp2.750,0 triliun atau meningkat 4% dari APBN tahun 2020. Belanja tersebut diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan prioritas pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan perlindungan sosial.
BLU Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional
Besarnya beban belanja negara di masa pandemi tak mengurangi kewajiban pemerintah untuk terus mengoptimalkan pelayanan publik di segala bidang. Oleh sebab itu, pemerintah perlu terus berupaya mencari alternatif untuk dapat meringankan beban pemerintah dalam penyediaan layanan publik. Terkait hal ini, Badan Layanan Umum (BLU) dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat membantu pemerintah dalam penyediaan layanan publik. BLU berperan penting di antaranya melalui penanganan bidang kesehatan, dukungan untuk bidang pendidikan, serta bantuan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan usaha ultramikro. Kemampuan menjalankan aktivitas bisnis yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas, serta tetap akuntabel membuat BLU mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cepat.
Fakta menunjukkan bahwa BLU tetap mampu memberikan layanan terbaiknya meski di tengah pandemi. Sebagai agen pemerintah dalam penyediaan layanan publik yang tidak mengutamakan keuntungan, BLU turut berkontribusi di masa pandemi ini. BLU rumpun kesehatan, dalam hal ini rumah sakit (RS) BLU menangani 34 juta pasien selama tahun 2020, dan 75 RS BLU menjadi RS rujukan penanganan pasien Covid-19. Di bidang usaha masyarakat, BLU memberikan dukungan bantuan permodalan kepada 3.406.629 debitur usaha ultramikro.
BLU merupakan bagian dari agen pemerintah yang memiliki kontribusi dalam penerimaan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Data menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir kontribusi BLU dalam penerimaan negara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 porsi PNBP terhadap keseluruhan anggaran BLU ini adalah 53,7%, sedangkan 46,3% BLU masih bergantung dari APBN. Lalu, pada tahun 2020 porsi PNBP naik dari 53,7% menjadi 79,21% dan ketergantungan terhadap APBN menurun jadi 20,79%. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa ketergantungan anggaran BLU terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga terus mengalami penurunan yang signifikan dalam delapan tahun terakhir. Pada 2020, porsi PNBP naik dari 53,7% menjadi 79,21%. Sementara ketergantungan terhadap APBN menurun menjadi 20,79%. Sebab itu, kini BLU dinilai semakin mandiri dalam menjalankan fungsinya.
Selanjutnya, perkembangan BLU juga tercermin dari data Kementerian Keuangan yang mencatat bahwa terdapat peningkatan jumlah BLU dari 236 badan pada 2019 menjadi 244 badan sepanjang 2020. Tercatat BLU pada 2020 setidaknya terdiri atas 105 bidang kesehatan, 101 bidang pendidikan, 10 pengelolaan dana, 5 pengelolaan kawasan, dan 23 BLU penyediaan barang dan jasa lainnya. Peningkatan jumlah BLU tersebut terjadi tak lain seiring dinamika layanan yang semakin berkembang sehingga alternatif pilihan BLU pun menjadi meningkat.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Bencana pandemi Covid-19yang mengguncang perekonomian dunia membuat banyak negara mengalami penurunan pendapatan, termasuk Indonesia. Problematika anjloknya pemasukan pajak dan penerimaan negara di saat terjadi peningkatan belanja negara untuk mengatasi wabah dan ekonomi menjadi tantangan berat yang tengah dihadapi oleh berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan pajak sebesar Rp68,5 triliun per Januari 2021. Adapun realisasi tersebut menurun 15,3% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Masih rendahnya penerimaan pajak pada awal 2021 karena salah satu kebijakan pemberian insentif yang dilanjutkan bagi pelaku usaha yang masih terdampak pandemi.
Di sisi lain, pada 2021 belanja negara juga masih terus meningkat untuk menstimulasi ekonomi nasional akibat pandemi. Sebagai instrumen countercyclical, APBN menjadi salah satu instrumen utama yang memiliki dimensi dampak yang sangat luas baik dalam melanjutkan penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat yang rentan, dan dalam mendukung proses pemulihan perekonomian nasional pada tahun 2021. Belanja negara pada APBN 2021 diproyeksikan mencapai Rp2.750,0 triliun atau meningkat 4% dari APBN tahun 2020. Belanja tersebut diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan prioritas pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan perlindungan sosial.
BLU Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional
Besarnya beban belanja negara di masa pandemi tak mengurangi kewajiban pemerintah untuk terus mengoptimalkan pelayanan publik di segala bidang. Oleh sebab itu, pemerintah perlu terus berupaya mencari alternatif untuk dapat meringankan beban pemerintah dalam penyediaan layanan publik. Terkait hal ini, Badan Layanan Umum (BLU) dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat membantu pemerintah dalam penyediaan layanan publik. BLU berperan penting di antaranya melalui penanganan bidang kesehatan, dukungan untuk bidang pendidikan, serta bantuan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan usaha ultramikro. Kemampuan menjalankan aktivitas bisnis yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas, serta tetap akuntabel membuat BLU mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cepat.
Fakta menunjukkan bahwa BLU tetap mampu memberikan layanan terbaiknya meski di tengah pandemi. Sebagai agen pemerintah dalam penyediaan layanan publik yang tidak mengutamakan keuntungan, BLU turut berkontribusi di masa pandemi ini. BLU rumpun kesehatan, dalam hal ini rumah sakit (RS) BLU menangani 34 juta pasien selama tahun 2020, dan 75 RS BLU menjadi RS rujukan penanganan pasien Covid-19. Di bidang usaha masyarakat, BLU memberikan dukungan bantuan permodalan kepada 3.406.629 debitur usaha ultramikro.
BLU merupakan bagian dari agen pemerintah yang memiliki kontribusi dalam penerimaan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Data menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir kontribusi BLU dalam penerimaan negara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 porsi PNBP terhadap keseluruhan anggaran BLU ini adalah 53,7%, sedangkan 46,3% BLU masih bergantung dari APBN. Lalu, pada tahun 2020 porsi PNBP naik dari 53,7% menjadi 79,21% dan ketergantungan terhadap APBN menurun jadi 20,79%. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa ketergantungan anggaran BLU terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga terus mengalami penurunan yang signifikan dalam delapan tahun terakhir. Pada 2020, porsi PNBP naik dari 53,7% menjadi 79,21%. Sementara ketergantungan terhadap APBN menurun menjadi 20,79%. Sebab itu, kini BLU dinilai semakin mandiri dalam menjalankan fungsinya.
Selanjutnya, perkembangan BLU juga tercermin dari data Kementerian Keuangan yang mencatat bahwa terdapat peningkatan jumlah BLU dari 236 badan pada 2019 menjadi 244 badan sepanjang 2020. Tercatat BLU pada 2020 setidaknya terdiri atas 105 bidang kesehatan, 101 bidang pendidikan, 10 pengelolaan dana, 5 pengelolaan kawasan, dan 23 BLU penyediaan barang dan jasa lainnya. Peningkatan jumlah BLU tersebut terjadi tak lain seiring dinamika layanan yang semakin berkembang sehingga alternatif pilihan BLU pun menjadi meningkat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda