Dari Hutan Kota ke Kota Hutan
Jum'at, 19 Maret 2021 - 05:02 WIB
Ketiga, hutan kota telah menjadi primadona menghadapi perubahan iklim, ia jadi ikon penyelamat bumi. Hutan merupakan aset, potensi, dan investasi kota jangka panjang. Berbagai perayaan atau peringatan penting sering dipuncaki dengan prosesi menanam pohon.
Hutan kota telah lama memberikan “jasa lingkungan” bagi keberlanjutan semua makhluk hidup, kita dan kota. Pohon memang tidak bisa bergerak, apalagi berbicara. Ia “hanya” bertumbuh-kembang, meninggi, dan membesar. Kanopi pepohonan hutan kota meneduhi dan menyejukkan iklim mikro serta menurunkan suhu warga dan kota. Dedaunan menyerap karbon dioksida dan gas polutan. Dan, melalui proses fotosintesis, daun-daun melepaskan oksigen.
Batang pohon yang kokoh, dahan dan ranting yang kuat, menjadi habitat dan tempat berkembang biak beragam satwa liar. Akar pohon yang menghujam ke dalam tanah menyerap dan menyimpan air sebanyak-banyaknya untuk cadangan di musim kemarau.
Keempat, setiap pemerintah kota/kabupaten harus mengembangkan kota hutan dan dilegalisasikan dalam peraturan daerah atau peraturan kepala daerah. Rencana induk kota hutan meliputi pemetaan lokasi rencana lokasi hutan-hutan kota baru, penanaman pohon (penyulaman, penanaman baru), tema penghijauan (identitas lokal, nama kawasan, jalan protokol, habitat satwa liar), fungsi ekologis (penyerap gas polutan, peredam bising, penahan angin, penyimpan air), dan pemilihan pohon yang sesuai lokasi (kondisi tapak, pertimbangan perancangan, teknik pemeliharaan, dan manfaatnya).
Keberadaaan hutan kota dan penanaman pohon mensyaratkan jenis pohon (pantai, dataran rendah, pegunungan), fungsi (ekologis, ekonomi, estetis, arsitektural, evakuasi), ketetapan cara (standar keamanan, keselamatan, kenyamanan), kondisi media tumbuh, pengadaan perbanyakan (biji, stek, cangkok), waktu penanaman (musim hujan, kemarau), pemilihan, penyediaan dan pendistribusian (pemassalan), serta teknik perawatan dan pemeliharaan (pemangkasan, pemupukan, perbanyakan).
Kelima, pemilihan pohon lokal yang kuat, tidak mudah roboh, tumbang, atau patah, berusia panjang, dengan karakter batang besar, tegak, dan akar tidak muncul di permukaan (tak berbanir) merupakan pilihan yang paling bijak.
Pola tanam pohon hutan kota sebaiknya berlapis-lapis. Strata pertama penyerap polutan partikel. Strata kedua penyerap polutan gas. Sementara itu, strata ketiga menjadi peredam kebisingan. Ini dimaksudkan untuk menghindari gangguan proses ekofisiologi pohon yang menyebabkan pohon cenderung terpapar polutan tinggi sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman. Polutan yang terbagi rata pada lapisan tanaman dapat meminimalkan kadar polutan lingkungan dan mengurangi stres pohon.
Keenam, pohon yang tumbuh kembang di hutan kota adalah makhluk hidup yang memiliki hak hidup, sama seperti warga kota. Pohon perlu diaudit, didata, dan diberi nomor (registrasi dan asuransi pohon). Pohon ditempeli “pin” nomor dan titik koordinat pada batangnya. Peta lokasi dan data kondisi terkini mempermudah petugas untuk mengetahui status pohon (sehat, sakit, keropos, patah, akan tumbang) dan merekomendasikan tindak lanjut (dijaga, dirawat, dipangkas, ditebang, diganti pohon baru).
Pohon sebagai makhluk hidup tentu mengalami siklus tumbuh kembang, sehat, sakit, dan mati. Pohon yang sakit dirawat, yang patah dipangkas rapi, yang berlubang ditambal, yang sudah keropos atau akan tumbang ditebang dan segera diganti pohon baru yang lebih kuat. Pohon diasuransikan agar warga atau kendaraannya yang terdampak pohon tumbang mendapat biaya ganti rugi dari pemerintah daerah.
Ketujuh, pembangunan kota hutan mensyaratkan standar kerja, kompetensi pekerjaan, tenaga pengawas dan pelaksana pengelolaan hutan kota dan pohon profesional dan bersertifikat. Pemangkasan dahan, pembentukan percabangan batang, dan penebangan pohon dilakukan melalui prosedur standar operasional yang jelas dan ketat. Unit reaksi cepat tanggap yang siap siaga 24 jam diperlukan untuk mengantisipasi pohon tumbang.
Hutan kota telah lama memberikan “jasa lingkungan” bagi keberlanjutan semua makhluk hidup, kita dan kota. Pohon memang tidak bisa bergerak, apalagi berbicara. Ia “hanya” bertumbuh-kembang, meninggi, dan membesar. Kanopi pepohonan hutan kota meneduhi dan menyejukkan iklim mikro serta menurunkan suhu warga dan kota. Dedaunan menyerap karbon dioksida dan gas polutan. Dan, melalui proses fotosintesis, daun-daun melepaskan oksigen.
Batang pohon yang kokoh, dahan dan ranting yang kuat, menjadi habitat dan tempat berkembang biak beragam satwa liar. Akar pohon yang menghujam ke dalam tanah menyerap dan menyimpan air sebanyak-banyaknya untuk cadangan di musim kemarau.
Keempat, setiap pemerintah kota/kabupaten harus mengembangkan kota hutan dan dilegalisasikan dalam peraturan daerah atau peraturan kepala daerah. Rencana induk kota hutan meliputi pemetaan lokasi rencana lokasi hutan-hutan kota baru, penanaman pohon (penyulaman, penanaman baru), tema penghijauan (identitas lokal, nama kawasan, jalan protokol, habitat satwa liar), fungsi ekologis (penyerap gas polutan, peredam bising, penahan angin, penyimpan air), dan pemilihan pohon yang sesuai lokasi (kondisi tapak, pertimbangan perancangan, teknik pemeliharaan, dan manfaatnya).
Keberadaaan hutan kota dan penanaman pohon mensyaratkan jenis pohon (pantai, dataran rendah, pegunungan), fungsi (ekologis, ekonomi, estetis, arsitektural, evakuasi), ketetapan cara (standar keamanan, keselamatan, kenyamanan), kondisi media tumbuh, pengadaan perbanyakan (biji, stek, cangkok), waktu penanaman (musim hujan, kemarau), pemilihan, penyediaan dan pendistribusian (pemassalan), serta teknik perawatan dan pemeliharaan (pemangkasan, pemupukan, perbanyakan).
Kelima, pemilihan pohon lokal yang kuat, tidak mudah roboh, tumbang, atau patah, berusia panjang, dengan karakter batang besar, tegak, dan akar tidak muncul di permukaan (tak berbanir) merupakan pilihan yang paling bijak.
Pola tanam pohon hutan kota sebaiknya berlapis-lapis. Strata pertama penyerap polutan partikel. Strata kedua penyerap polutan gas. Sementara itu, strata ketiga menjadi peredam kebisingan. Ini dimaksudkan untuk menghindari gangguan proses ekofisiologi pohon yang menyebabkan pohon cenderung terpapar polutan tinggi sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman. Polutan yang terbagi rata pada lapisan tanaman dapat meminimalkan kadar polutan lingkungan dan mengurangi stres pohon.
Keenam, pohon yang tumbuh kembang di hutan kota adalah makhluk hidup yang memiliki hak hidup, sama seperti warga kota. Pohon perlu diaudit, didata, dan diberi nomor (registrasi dan asuransi pohon). Pohon ditempeli “pin” nomor dan titik koordinat pada batangnya. Peta lokasi dan data kondisi terkini mempermudah petugas untuk mengetahui status pohon (sehat, sakit, keropos, patah, akan tumbang) dan merekomendasikan tindak lanjut (dijaga, dirawat, dipangkas, ditebang, diganti pohon baru).
Pohon sebagai makhluk hidup tentu mengalami siklus tumbuh kembang, sehat, sakit, dan mati. Pohon yang sakit dirawat, yang patah dipangkas rapi, yang berlubang ditambal, yang sudah keropos atau akan tumbang ditebang dan segera diganti pohon baru yang lebih kuat. Pohon diasuransikan agar warga atau kendaraannya yang terdampak pohon tumbang mendapat biaya ganti rugi dari pemerintah daerah.
Ketujuh, pembangunan kota hutan mensyaratkan standar kerja, kompetensi pekerjaan, tenaga pengawas dan pelaksana pengelolaan hutan kota dan pohon profesional dan bersertifikat. Pemangkasan dahan, pembentukan percabangan batang, dan penebangan pohon dilakukan melalui prosedur standar operasional yang jelas dan ketat. Unit reaksi cepat tanggap yang siap siaga 24 jam diperlukan untuk mengantisipasi pohon tumbang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda