Wapres Ma'ruf Amin Wacanakan Calon Pengantin Harus Lulus Konseling Pra Nikah
Kamis, 18 Maret 2021 - 12:17 WIB
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin mewacanakan calon pasangan harus lulus kelas konseling pra nikah untuk bisa melanjutkan hingga ke tahap pernikahan. Program ini harus digalakkan karena penting untuk mewujudkan keluarga yang harmonis dan meminimalisir perceraian serta hal buruk lainnnya.
"Dalam konseling tersebut perlu diajarkan hal-hal paling krusial dalam perkawinan, misalnya tujuan perkawinan, hak dan kewajiban serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, dan sebagainya. Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pra nikah," katanya saat membuka acara Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan, secara virtual, Kamis (18/3/2021). Baca juga: Ma'ruf Amin: Gerakan Pendewasaan Usia Perkawinan Harus Bisa Mengadvokasi Masyarakat
Menurut Ma'ruf, konseling pra nikah menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya kasus perceraian. Data dari Badilag Mahkamah Agung menyebutkan penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya. "Dari semua kasus perceraian yang masuk di Badilag, terbesarnya merupakan kasus gugat cerai dari pihak perempuan, yaitu sebesar 70%. Data-data ini menggambarkan bahwa pengetahuan yang memadai calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar," katanya.
Sehingga, lanjut Ma'ruf, kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga.
Ma'ruf berujar, dalam perkawinan, seringkali yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Dalam perkawinan yang tidak sehat, kedudukan perempuan menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga. Perempuan, karena umumnya tergantung secara ekonomi, tidak memiliki kesempatan terbaik untuk menyediakan gizi bagi keluarga dan anak-anaknya. Dalam contoh yang ekstrem, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang untuk membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan.
"Oleh karena itu peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun kemampuan dan kematangan individu. Kita harus dapat membangun lingkungan dimana anak-anak kita mampu menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Khusus untuk kaum perempuan pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan dan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga," tutupnya.
"Dalam konseling tersebut perlu diajarkan hal-hal paling krusial dalam perkawinan, misalnya tujuan perkawinan, hak dan kewajiban serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, dan sebagainya. Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pra nikah," katanya saat membuka acara Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan, secara virtual, Kamis (18/3/2021). Baca juga: Ma'ruf Amin: Gerakan Pendewasaan Usia Perkawinan Harus Bisa Mengadvokasi Masyarakat
Menurut Ma'ruf, konseling pra nikah menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya kasus perceraian. Data dari Badilag Mahkamah Agung menyebutkan penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya. "Dari semua kasus perceraian yang masuk di Badilag, terbesarnya merupakan kasus gugat cerai dari pihak perempuan, yaitu sebesar 70%. Data-data ini menggambarkan bahwa pengetahuan yang memadai calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar," katanya.
Sehingga, lanjut Ma'ruf, kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga.
Ma'ruf berujar, dalam perkawinan, seringkali yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Dalam perkawinan yang tidak sehat, kedudukan perempuan menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga. Perempuan, karena umumnya tergantung secara ekonomi, tidak memiliki kesempatan terbaik untuk menyediakan gizi bagi keluarga dan anak-anaknya. Dalam contoh yang ekstrem, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang untuk membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan.
"Oleh karena itu peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun kemampuan dan kematangan individu. Kita harus dapat membangun lingkungan dimana anak-anak kita mampu menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Khusus untuk kaum perempuan pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan dan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga," tutupnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda