KLB Tidak Sah, Pihak AHY Sarankan Kubu Moeldoko Ubah Nama dan Logo Partai
Rabu, 17 Maret 2021 - 07:28 WIB
JAKARTA - Kuasa Hukum Partai Demokrat (PD) kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit yang menjadikan KSP Moeldoko sebagai ketua umum tidak sah karena diselenggarakan oleh orang-orang yang tidak lagi menjadi anggota partai.
Menurut Fickar, KLB Sibolangit selain tidak menghargai bahkan menginjak-injak konstitusi partai yang resmi, juga menggambarkan ancaman terhadap demokrasi karena peristiwa seperti ini sangat mungkin dialami oleh partai partai lain yang notabene sebagai tiangnya demokrasi.
Lebih lanjut Fickar mengatakan, KLB terhadap parpol bisa saja dilakukan oleh orang yang berduit dan memegang kekuasaan di penerintahan, dan ini merupakan bumerang bagi kelangsungan demokrasi sebuah bangsa.
"Karena itu jika pemerintah cq kemenkumham menerima pengesahannya, ini awal dari kiamat demokrasi kepartaian," kata pakar hukum pidana asal Universitas Trisakti itu.
Sebaliknya Fickar menilai, yang lebih arif bagi Kemenkumham menyarankan kubu Mooedoko untuk penggantian nama partai, seperti demokrat perjuangan itu akan kebih baik, sekaligus menguji apakah kepengurusan partai KLB nemang didukung oleh anggota-anggotanya di level pengurus cabang dan ranting.
Di sisi lain kata dia, secara yuridis tidak ada alasan Kemenkumham menerima pendaftaran kubu Moeldoko, karena berdasarkan UU Politik, bagi parpol yang tengah bersengketa diserahkan untuk diselesaikan dulu melalui Mahkamah Partai secara intetnal. Artinya menurut Fickar, jika pemerintah dalam hal ini Menkumham menerimanya maka akan terjebak melanggar UU UU Parpol.
"Marzuki alie cs memperkuat dengan menggugat DPP Demokrat minta dibatalin pemecatannya. Itu artinya KLB itu tidak sah diselenggarakan oleh orang-orang yang bukan lagi dari parpol demokrat," pungkas dia.
Menurut Fickar, KLB Sibolangit selain tidak menghargai bahkan menginjak-injak konstitusi partai yang resmi, juga menggambarkan ancaman terhadap demokrasi karena peristiwa seperti ini sangat mungkin dialami oleh partai partai lain yang notabene sebagai tiangnya demokrasi.
Lebih lanjut Fickar mengatakan, KLB terhadap parpol bisa saja dilakukan oleh orang yang berduit dan memegang kekuasaan di penerintahan, dan ini merupakan bumerang bagi kelangsungan demokrasi sebuah bangsa.
"Karena itu jika pemerintah cq kemenkumham menerima pengesahannya, ini awal dari kiamat demokrasi kepartaian," kata pakar hukum pidana asal Universitas Trisakti itu.
Sebaliknya Fickar menilai, yang lebih arif bagi Kemenkumham menyarankan kubu Mooedoko untuk penggantian nama partai, seperti demokrat perjuangan itu akan kebih baik, sekaligus menguji apakah kepengurusan partai KLB nemang didukung oleh anggota-anggotanya di level pengurus cabang dan ranting.
Di sisi lain kata dia, secara yuridis tidak ada alasan Kemenkumham menerima pendaftaran kubu Moeldoko, karena berdasarkan UU Politik, bagi parpol yang tengah bersengketa diserahkan untuk diselesaikan dulu melalui Mahkamah Partai secara intetnal. Artinya menurut Fickar, jika pemerintah dalam hal ini Menkumham menerimanya maka akan terjebak melanggar UU UU Parpol.
"Marzuki alie cs memperkuat dengan menggugat DPP Demokrat minta dibatalin pemecatannya. Itu artinya KLB itu tidak sah diselenggarakan oleh orang-orang yang bukan lagi dari parpol demokrat," pungkas dia.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda