Ngotot Pilkada Digelar 2022 dan 2023, PKS Gunakan Argumen Mendagri
Sabtu, 13 Maret 2021 - 14:09 WIB
JAKARTA - Ketua Departemen Politik DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ), Nabil Ahmad Fauzi mengaku pihaknya berharap Pilkada Serentak 2022 dan 2023 tetap digelar di tahun itu dan tidak dilaksanakan di tahun 2024 atau bersamaan waktunya dengan pemilu nasional.
Nabil mengatakan keinginan agar Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilakukan sesuai waktu sekaligus untuk menjawab argumen pemerintah bahwa pilkada tak perlu dilakukan di tahun tersebut karena menyangkut anggaran yang bisa dimaksimalkan untuk penanganan COVID-19.
"Justru itu kita menggunakan argumennya Mendagri Tito ketika kenapa menjustify Pilkada 2020 tetap dijalankan," ujar Nabil dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu' secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Lebih lanjut Nabil menjelaskan jika argumennya adalah soal angggaran penanganan pandemi maka bisa diambil sesuai instrumen belanja negara yang bersumber dari APBN dan APBD. "Kenapa argumen itu tidak digunakan ketika pembahasan ini," ucaprnya.
Menurut Nabil, soal perlunya Pilkada tetap dilaksanakan 2022 dan 2023 untuk mendapatkan kepala daerah yang definitif. Dia menegaskan semua partai politik memiliki kepentingan mempunyai pemimpin definitif.
Termasuk soal adanya prasangka yang menyebutkan jika Pilkada Serentak dilakukan 2024 maka muncul isu keuntungan politik yang didapat parpol tertentu.
"Kalau soal prasangka itu kan persepsi. artinya kita pun sebenarnya tidak ada jaminan kepala daerah itu memang mudah dalam setiap pertarungan saat ini. Kalau dikatakan jegal menjegal itu kan persepsi," tandasnya.
Nabil mengatakan keinginan agar Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilakukan sesuai waktu sekaligus untuk menjawab argumen pemerintah bahwa pilkada tak perlu dilakukan di tahun tersebut karena menyangkut anggaran yang bisa dimaksimalkan untuk penanganan COVID-19.
"Justru itu kita menggunakan argumennya Mendagri Tito ketika kenapa menjustify Pilkada 2020 tetap dijalankan," ujar Nabil dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Implikasi Batalnya Revisi UU Pemilu' secara virtual, Sabtu (13/3/2021).
Lebih lanjut Nabil menjelaskan jika argumennya adalah soal angggaran penanganan pandemi maka bisa diambil sesuai instrumen belanja negara yang bersumber dari APBN dan APBD. "Kenapa argumen itu tidak digunakan ketika pembahasan ini," ucaprnya.
Menurut Nabil, soal perlunya Pilkada tetap dilaksanakan 2022 dan 2023 untuk mendapatkan kepala daerah yang definitif. Dia menegaskan semua partai politik memiliki kepentingan mempunyai pemimpin definitif.
Termasuk soal adanya prasangka yang menyebutkan jika Pilkada Serentak dilakukan 2024 maka muncul isu keuntungan politik yang didapat parpol tertentu.
"Kalau soal prasangka itu kan persepsi. artinya kita pun sebenarnya tidak ada jaminan kepala daerah itu memang mudah dalam setiap pertarungan saat ini. Kalau dikatakan jegal menjegal itu kan persepsi," tandasnya.
(kri)
tulis komentar anda