Terumbu Karang di Tengah Pandemi
Selasa, 19 Mei 2020 - 07:00 WIB
Joshua Breinhmamana
Program Officer COREMAP-CTI Asian Development Bank
Kemunculan penyakit yang menyerang sistem pernapasan manusia yang disebabkan virus korona atau dikenal dengan Covid-19, sontak membuat masyarakat dunia kalang kabut. Bagaimana tidak, virus ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang kelas sosial sang korban. Tingkat persebarannya juga tergolong masif.
Indonesia tak luput dari serangan. Hal ini dikonfirmasi secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 untuk kasus positif pertama. Sejak terdeteksi, Indonesia belum bisa dikatakan "bersih" dari virus korona sampai hari ini. Tren kasus positif cenderung meningkat. Per 13 Mei 2020, jumlah warga yang terjangkit sebanyak 15.438 orang. Adapun angka pasien yang berhasil sembuh 3.287 orang, lebih banyak dari yang meninggal, 1.028 orang.
Virus yang jadi momok menakutkan ini telah menghantam sektor usaha nasional, salah satunya pariwisata. Tak sedikit tempat wisata yang terpaksa ditutup. Alasannya jelas, karena sepi pengunjung dari dalam negeri dan luar negeri. Kondisi tersebut merupakan imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Langkah ini dipilih untuk mempercepat berlalunya pandemi dengan cara membatasi kegiatan tertentu, termasuk pergerakan orang.
Sementara itu, meluasnya penerapan lockdown di beberapa negara berdampak terhadap pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Dalam kurun Januari-Februari 2020, pertumbuhan wisatawan mancanegara dikategorikan negatif. Penyusutan ini menembus angka 30,42%. Dilihat dari pintu masuk utama melalui bandar udara, maka terdapat 3 provinsi dengan penurunan terbesar, yaitu Bali 32%, Nusa Tenggara Barat 32,36%, dan Sulawesi Utara 92,58% (Kemenparekraf, 2020). Uniknya, ketiga provinsi tersebut dikenal unggul dalam hal wisata bahari dan eksotisme terumbu karangnya.
Momentum Pemulihan
Di tengah pandemi, masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor wisata bahari praktis mengalami kegetiran. Pendapatan kian tipis, sedangkan tuntutan hidup terus berjalan. Namun di balik pukulan keras pandemi, ternyata ada maksud yang hendak disampaikan alam semesta. Pesan ini disinyalir sebagai titik awal penyeimbangan ekosistem yang selama ini diusik manusia, salah satunya terumbu karang.
Sebelum virus korona muncul, tentu saja terumbu karang menerima dampak langsung yang timbul dari aktivitas wisata bahari, seperti kontak fisik, baik sengaja maupun tidak disengaja terhadap terumbu karang saat wisatawan melakukan diving atau snorkeling . Gangguan (disturbance ) tersebut secara kumulatif berkontribusi menekan terumbu karang (Hawkins et al,2005). Belum lagi ditambah kegiatan destructive fishing, illegal fishing , dan perubahan iklim global yang membuat suhu air laut meningkat sehingga berdampak terhadap pemerosotan luas tutupan karang.
Program Officer COREMAP-CTI Asian Development Bank
Kemunculan penyakit yang menyerang sistem pernapasan manusia yang disebabkan virus korona atau dikenal dengan Covid-19, sontak membuat masyarakat dunia kalang kabut. Bagaimana tidak, virus ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang kelas sosial sang korban. Tingkat persebarannya juga tergolong masif.
Indonesia tak luput dari serangan. Hal ini dikonfirmasi secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 untuk kasus positif pertama. Sejak terdeteksi, Indonesia belum bisa dikatakan "bersih" dari virus korona sampai hari ini. Tren kasus positif cenderung meningkat. Per 13 Mei 2020, jumlah warga yang terjangkit sebanyak 15.438 orang. Adapun angka pasien yang berhasil sembuh 3.287 orang, lebih banyak dari yang meninggal, 1.028 orang.
Virus yang jadi momok menakutkan ini telah menghantam sektor usaha nasional, salah satunya pariwisata. Tak sedikit tempat wisata yang terpaksa ditutup. Alasannya jelas, karena sepi pengunjung dari dalam negeri dan luar negeri. Kondisi tersebut merupakan imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Langkah ini dipilih untuk mempercepat berlalunya pandemi dengan cara membatasi kegiatan tertentu, termasuk pergerakan orang.
Sementara itu, meluasnya penerapan lockdown di beberapa negara berdampak terhadap pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Dalam kurun Januari-Februari 2020, pertumbuhan wisatawan mancanegara dikategorikan negatif. Penyusutan ini menembus angka 30,42%. Dilihat dari pintu masuk utama melalui bandar udara, maka terdapat 3 provinsi dengan penurunan terbesar, yaitu Bali 32%, Nusa Tenggara Barat 32,36%, dan Sulawesi Utara 92,58% (Kemenparekraf, 2020). Uniknya, ketiga provinsi tersebut dikenal unggul dalam hal wisata bahari dan eksotisme terumbu karangnya.
Momentum Pemulihan
Di tengah pandemi, masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor wisata bahari praktis mengalami kegetiran. Pendapatan kian tipis, sedangkan tuntutan hidup terus berjalan. Namun di balik pukulan keras pandemi, ternyata ada maksud yang hendak disampaikan alam semesta. Pesan ini disinyalir sebagai titik awal penyeimbangan ekosistem yang selama ini diusik manusia, salah satunya terumbu karang.
Sebelum virus korona muncul, tentu saja terumbu karang menerima dampak langsung yang timbul dari aktivitas wisata bahari, seperti kontak fisik, baik sengaja maupun tidak disengaja terhadap terumbu karang saat wisatawan melakukan diving atau snorkeling . Gangguan (disturbance ) tersebut secara kumulatif berkontribusi menekan terumbu karang (Hawkins et al,2005). Belum lagi ditambah kegiatan destructive fishing, illegal fishing , dan perubahan iklim global yang membuat suhu air laut meningkat sehingga berdampak terhadap pemerosotan luas tutupan karang.
tulis komentar anda