Pengamat: Konflik Demokrat Ibarat Pertarungan Singa Jantan dan Harimau Lapar
Kamis, 04 Maret 2021 - 08:01 WIB
JAKARTA - Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS), Arman Salam menilai, bukan hal yang mustahil isu Kongres Luar Biasa (KLB) muncul di kelembagaan partai politik, termasuk yang dialami Partai Demokrat (PD) saat ini. Karena, tata cara dan aturan pun sudah ada dalam AD/ART PD.
"Namun ini bukan hal yang mudah. Jika dilihat dalam aturan PD menyangkut KLB ada beberapa poin yang sangat sulit misalnya harus dikehendaki oleh minimal 2/3 pengurus tingkat satu maupun dua dengan bukti keputusan pleno dalam masing masing tingkatan yang ditandatangani para ketua dan sekretaris," ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/3/2021).
Menurut Arman, poin yang lebih sulit lagi adalah harus mendapatkan persetujuan Majelis Tinggi yang diketuai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan poin-poin administratif lainnya yang harus dilakukan. "Sekali lagi bukan berarti tidak bisa. Kalau dilihat dari sisi kekuatan politik ini bukan pertarungan lucu-lucuan. Ini pertarungan singa jantan dan harimau lapar, SBY tidak akan diam saja Moeldoko berselancar atau kepada siapa pun itu yang mau merebut PD," ujarnya.
Lebih lanjut Arman melihat, isu KLB yang menimpa PD saat ini yang tampak muncul kepermukaan baru sebagian kecil pengurus tingkat satu maupun dua yang menginginkan KLB. Tapi, ia mengaku tidak pernah tahu hati pengurus atau pemegang suara yang lain, atau jangan sampai Moeldoko yang digadang-gadang sebagai kandidat kuat calon Ketua Umum versi KLB masuk pada perangkap ranah olah-mengolah para politisi. "Karena dinilai Moeldoko makanan empuk untuk diolah. Lumayan statement ingin KLB dapat "japrem"," ujarnya.
Menurut Arman, jika ujung KLB hanya melahirkan kepengurusan ganda sebuah partai, maka lagi-lagi ini adalah preseden buruk terhadap jalannya proses demokrasi, khususnya terhadap kelembagaan partai politik. Dampaknya, indek demokrasi bangsa kita pasti akan terus anjlok, dan tontonan ini tidak baik bagi pembelajaran demokrasi bagi anak bangsa.
Di sisi lain, sambung Arman, jika KLB terjadi, maka lakukan dengan apik dan harus 'all out' dan tuntas, karena di dalam KLB nanti pun berpotensi memunculkan 'Hantu blau' yang hanya ingin mengambil keuntungan secara politik. Selain itu, kata Arman, untuk menjadi calon atau seorang presiden tidak melulu harus menjadi ketua partai dulu, tingkatkan kinerja dan perbanyak melakukan program populer yang bisa menarik perhatian publik, dan susun tim yang efektif dan terukur. "Jokowi bukan seorang ketua umum partai tapi beliau bisa jadi presiden. Langkah politiknya ciamik dan populer dan menjadi manusia setengah dewa di mata publik saat itu," ungkap pria Lulusan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) itu.
"Namun ini bukan hal yang mudah. Jika dilihat dalam aturan PD menyangkut KLB ada beberapa poin yang sangat sulit misalnya harus dikehendaki oleh minimal 2/3 pengurus tingkat satu maupun dua dengan bukti keputusan pleno dalam masing masing tingkatan yang ditandatangani para ketua dan sekretaris," ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/3/2021).
Menurut Arman, poin yang lebih sulit lagi adalah harus mendapatkan persetujuan Majelis Tinggi yang diketuai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan poin-poin administratif lainnya yang harus dilakukan. "Sekali lagi bukan berarti tidak bisa. Kalau dilihat dari sisi kekuatan politik ini bukan pertarungan lucu-lucuan. Ini pertarungan singa jantan dan harimau lapar, SBY tidak akan diam saja Moeldoko berselancar atau kepada siapa pun itu yang mau merebut PD," ujarnya.
Lebih lanjut Arman melihat, isu KLB yang menimpa PD saat ini yang tampak muncul kepermukaan baru sebagian kecil pengurus tingkat satu maupun dua yang menginginkan KLB. Tapi, ia mengaku tidak pernah tahu hati pengurus atau pemegang suara yang lain, atau jangan sampai Moeldoko yang digadang-gadang sebagai kandidat kuat calon Ketua Umum versi KLB masuk pada perangkap ranah olah-mengolah para politisi. "Karena dinilai Moeldoko makanan empuk untuk diolah. Lumayan statement ingin KLB dapat "japrem"," ujarnya.
Menurut Arman, jika ujung KLB hanya melahirkan kepengurusan ganda sebuah partai, maka lagi-lagi ini adalah preseden buruk terhadap jalannya proses demokrasi, khususnya terhadap kelembagaan partai politik. Dampaknya, indek demokrasi bangsa kita pasti akan terus anjlok, dan tontonan ini tidak baik bagi pembelajaran demokrasi bagi anak bangsa.
Di sisi lain, sambung Arman, jika KLB terjadi, maka lakukan dengan apik dan harus 'all out' dan tuntas, karena di dalam KLB nanti pun berpotensi memunculkan 'Hantu blau' yang hanya ingin mengambil keuntungan secara politik. Selain itu, kata Arman, untuk menjadi calon atau seorang presiden tidak melulu harus menjadi ketua partai dulu, tingkatkan kinerja dan perbanyak melakukan program populer yang bisa menarik perhatian publik, dan susun tim yang efektif dan terukur. "Jokowi bukan seorang ketua umum partai tapi beliau bisa jadi presiden. Langkah politiknya ciamik dan populer dan menjadi manusia setengah dewa di mata publik saat itu," ungkap pria Lulusan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) itu.
(cip)
tulis komentar anda