GAMKI Pertanyakan Komitmen Kapolri dalam Kasus Nakes Pematangsiantar
Senin, 01 Maret 2021 - 18:01 WIB
JAKARTA - Puluhan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) DKI Jakarta mendatangi gedung Mabes Polri, Senin (1/3/2021). Kehadiran aktivis Gereja itu untuk menuntut Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo segera menindaklanjuti penetapan tersangka 4 tenaga kesehatan (Nakes) oleh Polres Pematangsiantar yang bertentangan terhadap prinsip pemerintah dalam memberantas Covid-19.
Koordinator aksi Richard RH mengatakan, aksi tersebut sebagai langkah awal untuk mengevuasi 100 hari kerja Kapolri. Menurutnya, kebijakan Kapolri belum menunjukkan langkah tegas terhadap pelaku-pelaku radikalisme di Indonesia. Seperti yang baru ini terjadi di Kota Pematangsiantar, dimana 4 nakes ditetapkan sebagai tersangka dengan landasan hukum yang tidak jelas. "Kepolisian masih bisa di intervensi oleh banyaknya massa yang demo. Kejadian ini dapat membuat citra buruk kepolisian dan masih jauh dari komitmen Kapolri dalam memberantas radikalisme. Kami mengecap segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di NKRI, sebab seluruh warga negara sama dimata hukum," ucapnya dalam orasi.
Richard menjelaskan, penetapan tersangka terhadap 4 nakes atas tindakan memandikan jenazah wanita yang diputus positif Corona sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Sebab, pasal yang menjerat 4 nakes yakni, UU Penistaan Agama dihentikan oleh pihak Kejaksaan dengan alasan 4 Nakes tidak terbukti melanggar pasal 156 A Jo Pasal 55 UU tentang Penistaan Agama. "Kami meminta kepada Kapolri untuk mencopot Kapolres Siantar, karena telah sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka, hingga saat ini Kota Siantar pun sudah tidak lagi Kota Toleran dan mengakibatkan kegaduhan antar agama di Kota Pematangsiantar," tambahnya.
Richard meminta Polri harus netral dalam mengatasi kasus penanganan Covid-19, apalagi pihak yang ditetapkan tersangka adalah tenaga kesehatan itu sendiri. Dia menilai, tugas kepolisian seharusnya membantu pemerintah memperkuat kewajiban physical distancing melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) No. 9 Tahun 2020. Dalam konteks inilah, katanya, Polri dapat disebut sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. "Peran kepolisian yang demikian krusial dan signifikan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun yang terjadi saat ini Polri terlibat dalam mempidana nakes yang sedang menjalankan tugasnya dimasa pandemi," katanya.
Dia juga meminta agar kepolisian dapat menjamin keamanan dan keselamatan setiap nakes dalam menjalankan tugas-tugasnya. Menurutnya, dalam situasi pandemi para petugas medis adalah garda terdepan dalam memerangi virus Corona. Mereka juga berkutat dengan risiko dan nyawa taruhannya. "Semua dilakukan untuk melayani masyarakat agar selamat. Bukannya berterima kasih atas pengabdian mereka. Kepolisian harus melindungi petugas medis dari kasus serupa di kemudian hari. Sebab petugas medis adalah pihak yang berjuang sekuat tenaga dalam membentengi masyarakat dari Covid-19. Kerja keras mereka harus dihargai, keselamatan mereka harus dinomorsatukan," pungkasnya.
Koordinator aksi Richard RH mengatakan, aksi tersebut sebagai langkah awal untuk mengevuasi 100 hari kerja Kapolri. Menurutnya, kebijakan Kapolri belum menunjukkan langkah tegas terhadap pelaku-pelaku radikalisme di Indonesia. Seperti yang baru ini terjadi di Kota Pematangsiantar, dimana 4 nakes ditetapkan sebagai tersangka dengan landasan hukum yang tidak jelas. "Kepolisian masih bisa di intervensi oleh banyaknya massa yang demo. Kejadian ini dapat membuat citra buruk kepolisian dan masih jauh dari komitmen Kapolri dalam memberantas radikalisme. Kami mengecap segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di NKRI, sebab seluruh warga negara sama dimata hukum," ucapnya dalam orasi.
Richard menjelaskan, penetapan tersangka terhadap 4 nakes atas tindakan memandikan jenazah wanita yang diputus positif Corona sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Sebab, pasal yang menjerat 4 nakes yakni, UU Penistaan Agama dihentikan oleh pihak Kejaksaan dengan alasan 4 Nakes tidak terbukti melanggar pasal 156 A Jo Pasal 55 UU tentang Penistaan Agama. "Kami meminta kepada Kapolri untuk mencopot Kapolres Siantar, karena telah sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka, hingga saat ini Kota Siantar pun sudah tidak lagi Kota Toleran dan mengakibatkan kegaduhan antar agama di Kota Pematangsiantar," tambahnya.
Richard meminta Polri harus netral dalam mengatasi kasus penanganan Covid-19, apalagi pihak yang ditetapkan tersangka adalah tenaga kesehatan itu sendiri. Dia menilai, tugas kepolisian seharusnya membantu pemerintah memperkuat kewajiban physical distancing melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) No. 9 Tahun 2020. Dalam konteks inilah, katanya, Polri dapat disebut sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. "Peran kepolisian yang demikian krusial dan signifikan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun yang terjadi saat ini Polri terlibat dalam mempidana nakes yang sedang menjalankan tugasnya dimasa pandemi," katanya.
Dia juga meminta agar kepolisian dapat menjamin keamanan dan keselamatan setiap nakes dalam menjalankan tugas-tugasnya. Menurutnya, dalam situasi pandemi para petugas medis adalah garda terdepan dalam memerangi virus Corona. Mereka juga berkutat dengan risiko dan nyawa taruhannya. "Semua dilakukan untuk melayani masyarakat agar selamat. Bukannya berterima kasih atas pengabdian mereka. Kepolisian harus melindungi petugas medis dari kasus serupa di kemudian hari. Sebab petugas medis adalah pihak yang berjuang sekuat tenaga dalam membentengi masyarakat dari Covid-19. Kerja keras mereka harus dihargai, keselamatan mereka harus dinomorsatukan," pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda