Sekjen MUI: Berkumpul di Masjid Dilarang, Tapi di Mal dan Bandara Tidak
Minggu, 17 Mei 2020 - 14:22 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menyatakan, ada ironi atau hal-hal yang sangat sulit diterima dengan akal sehat dalam usaha memutus mata rantai penyebaran virus Corona (COVID-19) yang belum dapat diprediksi secara pasti kapan berakhirnya.
"Di satu sisi kita tegas dalam menghadapi masalah tapi di sisi lain kita longgar sehingga usaha kita untuk membendung dan menghentikan secepatnya penyebaran virus Corona tersebut menjadi terkendala karena adanya ambivalensi sikap dari pemerintah yang tegas dengan rumah ibadah tapi tidak tegas dengan lainnya," ujar Anwar kepada SINDOnews, Minggu (17/5/2020). (Baca juga: Wamenag Bicara Peradaban dan Kaidah Islam untuk Atasi Pandemi Corona)
Anwar mengatakan, bagi MUI setelah melihat dan mengkaji tentang virus Corona ini serta bahaya dan dampak buruk serta kemudaratan yang bisa ditimbulkannya, MUI telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah supaya tidak melaksanakan salat Jumat dan salat berjamaah lima waktu serta salat tarawih di masjid maupun musala, dan mengimbau agar mengerjakannya di rumah saja.
Menurutnya, Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke masjid bagi melaksanakan salat Jumat dan salat berjamaah. Dirinya merasa ini merupakan tindakan yang benar. (Baca juga: Perkuat Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Dampak Pandemi Corona)
"Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat-tempat lainnya," tutur dia.
Bahkan dia mengaku mendengar di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat jumat dan salat jamaah serta tarawih di masjid karena berbahaya.
"Tetapi di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara mengimbau masyarakat di pasar, di mal, dijalan, di bandara, di kantor dan di pabrik dan sebagainya mengingatkan mereka supaya tidak berkumpul-kumpul karena berbahaya," ungkapnya.
Hal demikian menurut Anwar, tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat, apalagi melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI. Padahal dalam fatwa MUI yang ada dijelaskan bahwa di wilayah atau daerah yang penyebaran virusnya terkendali umat Islam bisa menyelenggarakan salat Jumat dan salat berjamaah dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ada.
"Tetapi pemerintah dan petugas tetap saja melarang tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sehingga terjadilah adu mulut di antara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut," ucap Anwar.
"Di satu sisi kita tegas dalam menghadapi masalah tapi di sisi lain kita longgar sehingga usaha kita untuk membendung dan menghentikan secepatnya penyebaran virus Corona tersebut menjadi terkendala karena adanya ambivalensi sikap dari pemerintah yang tegas dengan rumah ibadah tapi tidak tegas dengan lainnya," ujar Anwar kepada SINDOnews, Minggu (17/5/2020). (Baca juga: Wamenag Bicara Peradaban dan Kaidah Islam untuk Atasi Pandemi Corona)
Anwar mengatakan, bagi MUI setelah melihat dan mengkaji tentang virus Corona ini serta bahaya dan dampak buruk serta kemudaratan yang bisa ditimbulkannya, MUI telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah supaya tidak melaksanakan salat Jumat dan salat berjamaah lima waktu serta salat tarawih di masjid maupun musala, dan mengimbau agar mengerjakannya di rumah saja.
Menurutnya, Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke masjid bagi melaksanakan salat Jumat dan salat berjamaah. Dirinya merasa ini merupakan tindakan yang benar. (Baca juga: Perkuat Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Dampak Pandemi Corona)
"Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat-tempat lainnya," tutur dia.
Bahkan dia mengaku mendengar di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat jumat dan salat jamaah serta tarawih di masjid karena berbahaya.
"Tetapi di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara mengimbau masyarakat di pasar, di mal, dijalan, di bandara, di kantor dan di pabrik dan sebagainya mengingatkan mereka supaya tidak berkumpul-kumpul karena berbahaya," ungkapnya.
Hal demikian menurut Anwar, tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat, apalagi melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI. Padahal dalam fatwa MUI yang ada dijelaskan bahwa di wilayah atau daerah yang penyebaran virusnya terkendali umat Islam bisa menyelenggarakan salat Jumat dan salat berjamaah dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ada.
"Tetapi pemerintah dan petugas tetap saja melarang tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sehingga terjadilah adu mulut di antara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut," ucap Anwar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda