Tanpa Proses Peradilan, Penghapusan Hak Politik Eks FPI-HTI adalah Diskriminasi
Jum'at, 29 Januari 2021 - 08:30 WIB
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang sedang digodok di DPR mengatur pelarangan terhadap eks anggota Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) dan Front PembeIa Islam (FPI) untuk memilih dan dipilih. Larangan itu berlaku pada seluruh jabatan publik, baik di ranah eksekutif maupun legislatif.
Sekretaris Nasional Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai pencabutan hak politik warga negara tanpa melalui proses peradilan tidak tepat.
"Penghapusan hak pilih eks HTI dan FPI tanpa melalui proses peradilan merupakan diskriminasi terstruktur yang dilakukan negara terhadap hak warga negara," jelasnya saat dihubungi Sindonews, Jumat (29/1/2021).
(Baca: Pencabutan Hak Politik Eks HTI dan FPI Jangan Sampai Sasar Lawan Politik)
Erwin mengatakan lebih lanjut bahwa kebijakan ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi dan persamaan di depan hukum.
"Kebijakan ini mirip dengan kebijakan diskriminatif terhadap eks PKI (partai komunis Indonesia), yang sudah dibatalkan MK," ujar Erwin menandaskan.
(Baca: Hak Pilih Eks HTI dan FPI Dicabut, PKS: DPR dan Pemerintah Harus Hati-hati)
Pencabutan hak politik mantan anggota HTI dan FPI disinggung dalam draf RUU Pemilu. Di dalamnya disebutkna syarat baru untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, yaitu calon presiden dan wakil presiden harus dari kader partai politik dan bukanlah mantan anggota HTI. Hal itu tertuang dalam draf RUU Pemilu di Pasal 311 huruf P.
"Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari kepolisian," bunyi pasal tersebut sebagaimana dikutip, Senin (25/1/2021).
Sekretaris Nasional Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai pencabutan hak politik warga negara tanpa melalui proses peradilan tidak tepat.
"Penghapusan hak pilih eks HTI dan FPI tanpa melalui proses peradilan merupakan diskriminasi terstruktur yang dilakukan negara terhadap hak warga negara," jelasnya saat dihubungi Sindonews, Jumat (29/1/2021).
(Baca: Pencabutan Hak Politik Eks HTI dan FPI Jangan Sampai Sasar Lawan Politik)
Erwin mengatakan lebih lanjut bahwa kebijakan ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi dan persamaan di depan hukum.
"Kebijakan ini mirip dengan kebijakan diskriminatif terhadap eks PKI (partai komunis Indonesia), yang sudah dibatalkan MK," ujar Erwin menandaskan.
(Baca: Hak Pilih Eks HTI dan FPI Dicabut, PKS: DPR dan Pemerintah Harus Hati-hati)
Pencabutan hak politik mantan anggota HTI dan FPI disinggung dalam draf RUU Pemilu. Di dalamnya disebutkna syarat baru untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, yaitu calon presiden dan wakil presiden harus dari kader partai politik dan bukanlah mantan anggota HTI. Hal itu tertuang dalam draf RUU Pemilu di Pasal 311 huruf P.
"Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari kepolisian," bunyi pasal tersebut sebagaimana dikutip, Senin (25/1/2021).
(muh)
tulis komentar anda