Walhi: Pernyataan Jokowi Banjir Kalsel Akibat Curah Hujan Tinggi Perlu Diuji

Rabu, 20 Januari 2021 - 19:44 WIB
Setali tiga uang, Manager Riset dan Kampanye Hutan Kita Institute (HaKI) Adiosyafri mengatakan, anomali hujan yang sangat tinggi dalam sepuluh hari terakhir di Kalsel dan menyebabkan banjir sangat dahsyat di 50 tahun terakhir, tentu tidak akan terjadi tanpa sebab, sebagaimana hukum sebab akibat. Adios sendiri mengakui, dari beberapa data yang dihimpun menunjukkan bahwa kemampuan sungai Barito telah sangat over kapasitas menampung air larian (run-off), sehingga air meluap.

“Tapi, jika tutupan hutan di Kalsel masih bagus dan merata tentu air larian ini akan dapat terhambat dan lebih teratur mengalirnya, sehingga luapan air (banjir) akan lebih terkendali,” kata pria yang kini rajin mengadvokasi ancaman alih fungsi lahan Hutan Harapan, di perbatasan Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi.

“Alam sudah marah dan tidak mampu lagi bertahan dari kerusakan yang telah terjadi. Berdasarkan data kawan-kawan Walhi Kalsel bahwa hampir 60% alam Kalsel telah dieksploitasi oleh kegiatan pertambangan, tanaman sawit, dan hutan tanaman industri (HTI). Makanya, segera dilakukan evaluasi ketaatan dan kesesuaian dengan tata ruang bagi perizinan yg berbasis lahan. Penegakan hukum harus dilakukan, jangan mengorbankan kepentingan orang banyak dan masa depan anak cucu, demi kepentingan sekelompok pengusaha hitam,” lanjut Adios.

(Baca: Banjir Kalsel, Apkasindo Sebut LSM Jangan Salahkan Pemerintah dan Sawit)

Di tempat lain, aktivis lingkungan dari Kelompok Stacia Hijau (KSH) Fadlik Al-Iman tak menampik jika banjir yang terjadi di Kalsel akibat hujan hingga membuat sungai Barito meluap. Kendati begitu, kata dia, selain curah hujan yang cukup tinggi, hutan di Kalimantan juga beralih fungsi jadi sawit atau perkebunan, tambang, kantor pemerintahan, ladang, dan sawah.

“Saya mau kasih analogi ke Pak Presiden. Memberikan penjelasan yang mencerdaskan. Kalau banjir karena sungai meluap semua orang nggak usah dikabari. Malah sudah merasakan basahnya, semata kaki, sepaha, sedada bahkan terendam kepalanya. Sama seperti kalau ditanya kenapa kebakaran. Jawabnya karena apinya besar. Mestinya menjelaskan penyebabnya karena arus pendek listrik, tetangga membakar sampah, ledakan tabung gas, dan lain-lain. Sehingga masyarakat tercerdaskan,” kata dia.

Pria yang lebih dari 10 tahun mengadvokasi penyelamatan orangutan Kalimantan ini berujar, bahwa jangankan manusia, fauna yang hidup di hutan Kalimantan dalam hal ini orangutan, sudah merasakan tak nyaman akibat rusaknya hutan di Kalimantan. Apalagi, kata dia, orangutan punya daya jelajah sendiri, punya daerah kekuasaan tersendiri. Ketika hutannya hilang, tak heran jika ada orangutan ditemukan di kebun-kebun, pemukiman masyarakat, sampai di sejumlah area perusahaan.

“Jika dikaji, ternyata daerahnya yang dialihfungsikan manusia. Orangutan tak tahu mencari makan di mana. Saya beberapa kali mengambil orangutan yang dipelihara masyarakat di sekitar pinggiran hutan. Alasannya orangutan datang ke kebun. Tak tega maka masyarakat memeliharanya. Ada beberapa juga yang langsung menelepon ke Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin) dan langsung ditindak lanjuti dengan mengadukan ke institusi yang berwenang yakni BKSDA. Karena mereka memang memiliki tim rescue sendiri yang berpengalaman,” ujar Fadlik.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(muh)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More