Ngotot Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Legitimasi Pemerintah Jatuh
Jum'at, 15 Mei 2020 - 11:26 WIB
JAKARTA - Langkah pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan terus menuai kritikan. Aktivis Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (Polhukham) Nicholay Aprilindo menilai langkah pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan adalah langkah melawan hukum dan menantang hukum atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya.
Maka itu, dia mengkritik langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Nicholay meminta pemerintah tidak memaksakan kehendak untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan dalih apa pun yang akan membangkitkan kemarahan rakyat. "Selain itu Presiden dan atau pemerintah dapat dikategorikan melawan konstitusi UUD 1945," ujar Nicholay kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020).
Dia mengatakan, sebagai negara hukum seharusnya Presiden Jokowi dan atau pemerintah taat asas taat hukum dan memberi contoh ketaatan hukum pada rakyat. "Namun apabila Presiden dan atau pemerintah melawan hukum dengan alasan apa pun maka jangan salahkan rakyat bila rakyat juga melawan hukum bahkan menggunakan hukum rimba untuk menentukan serta mencari keadilannya sendiri," katanya.
Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI 2011 ini menjelaskan, BPJS berasal dari uang rakyat yang dicollect oleh pemerintah untuk dipakai oleh rakyat. Sehingga, lanjut dia, untuk menaikkan iuran BPJS seharusnya rakyat yang menentukan, bukan Presiden atau pemerintah yang berinisiatif atau menaikkan sepihak dengan alasan apa pun sangat tidak dibenarkan, apalagi bila dilakukan dengan cara-cara melawan hukum. ( ).
"Bila Presiden dan atau pemerintah tetat ngotot menaikkan iuran BPJS, legitimasi Presiden Jokowi dan atau pemerintah akan jatuh karena menimbulkan kemarahan rakyat di tengah rakyat sedang susah hidup, terpuruk dalam wabah virus China Covid-19," tuturnya.
Kemudian, kata dia, banyak juga rakyat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari wabah Covid -19 ini terjadi. "Maka rakyat bisa melakukan mosi tidak percaya, bahkan dapat terjadi gelombang tsunami revolusi rakyat semesta melawan Presiden dan atau pemerintah," pungkasnya.
Maka itu, dia mengkritik langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Nicholay meminta pemerintah tidak memaksakan kehendak untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan dalih apa pun yang akan membangkitkan kemarahan rakyat. "Selain itu Presiden dan atau pemerintah dapat dikategorikan melawan konstitusi UUD 1945," ujar Nicholay kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020).
Dia mengatakan, sebagai negara hukum seharusnya Presiden Jokowi dan atau pemerintah taat asas taat hukum dan memberi contoh ketaatan hukum pada rakyat. "Namun apabila Presiden dan atau pemerintah melawan hukum dengan alasan apa pun maka jangan salahkan rakyat bila rakyat juga melawan hukum bahkan menggunakan hukum rimba untuk menentukan serta mencari keadilannya sendiri," katanya.
Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI 2011 ini menjelaskan, BPJS berasal dari uang rakyat yang dicollect oleh pemerintah untuk dipakai oleh rakyat. Sehingga, lanjut dia, untuk menaikkan iuran BPJS seharusnya rakyat yang menentukan, bukan Presiden atau pemerintah yang berinisiatif atau menaikkan sepihak dengan alasan apa pun sangat tidak dibenarkan, apalagi bila dilakukan dengan cara-cara melawan hukum. ( ).
"Bila Presiden dan atau pemerintah tetat ngotot menaikkan iuran BPJS, legitimasi Presiden Jokowi dan atau pemerintah akan jatuh karena menimbulkan kemarahan rakyat di tengah rakyat sedang susah hidup, terpuruk dalam wabah virus China Covid-19," tuturnya.
Kemudian, kata dia, banyak juga rakyat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari wabah Covid -19 ini terjadi. "Maka rakyat bisa melakukan mosi tidak percaya, bahkan dapat terjadi gelombang tsunami revolusi rakyat semesta melawan Presiden dan atau pemerintah," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda