Pembatasan Jawa-Bali Disebut Kontraproduktif, Kenapa?
Jum'at, 08 Januari 2021 - 11:26 WIB
JAKARTA - Di penghujung tahun 2020 perekonomian Indonesia mulai bergeliat. Di tengah pandemi Covid-19, PDB mencapai angka -3,49%, membaik dibadingkan periode sebelumnya sebesar -5,32%. Tren positif kembali berlanjut dengan penguatan IHSG dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sebagai reaksi atas berita kehadiran vaksin di Tanah Air.
(Baca juga : Jokowi Pilih Calon Kapolri yang Manut, Bukan Polisi Reformis )
Direktur Riset dan Program Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Surya Vandiantara mengatakan, dengan tren tersebut seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif seperti pembatasan PSBB Jawa-Bali.
”Pemerintah seharusnya terus melanjutkan tren positif hingga APBN 2021 sehingga momentum pertumbuhan di 2021 bisa terus terjaga,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (8/1/2021).
(Baca: Suksesnya PSBB Jawa-Bali Tergantung Masyarakat)
Menurut analisis ekonomi-politik asal UIN Jakarta ini, kebijakan PSBB Jawa-Bali malah akan menekan pasar karena kegiatan produksi terhambat. Baginya, ketika yang diperbolehkan WFO hanya 25%, bagaimana mungkin bisa mendorong pertumbuhan PDB.
"Semisal satu pabrik ada 1000 pekerja, yang boleh bekerja cuma 250 orang, apa mungkin yang 250 ini bisa melakukan kegiatan produksi setara dengan 1000 orang ? Lalu yang menanggung pekerjaan 750 lainnya siapa? Ini dalam sehari," beber dia.
(Baca juga : Abu Bakar Ba'asyir Bebas, Korban Bom Bali Marah )
Lebih lanjut Surya mengatakan, kemudian kebijakan ini dilakukan selama 15 hari dari 11-25 Januari 2021, maka bisa dibayangakan penurunan produksinya. Jika dikalkulasi, ia menilai, pekerjaan produksi 750 orang x 15 hari = 11.250 kegiatan produksi akan hilang karena kebijakan ini.
(Baca juga : Jokowi Pilih Calon Kapolri yang Manut, Bukan Polisi Reformis )
Direktur Riset dan Program Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Surya Vandiantara mengatakan, dengan tren tersebut seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif seperti pembatasan PSBB Jawa-Bali.
”Pemerintah seharusnya terus melanjutkan tren positif hingga APBN 2021 sehingga momentum pertumbuhan di 2021 bisa terus terjaga,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (8/1/2021).
(Baca: Suksesnya PSBB Jawa-Bali Tergantung Masyarakat)
Menurut analisis ekonomi-politik asal UIN Jakarta ini, kebijakan PSBB Jawa-Bali malah akan menekan pasar karena kegiatan produksi terhambat. Baginya, ketika yang diperbolehkan WFO hanya 25%, bagaimana mungkin bisa mendorong pertumbuhan PDB.
"Semisal satu pabrik ada 1000 pekerja, yang boleh bekerja cuma 250 orang, apa mungkin yang 250 ini bisa melakukan kegiatan produksi setara dengan 1000 orang ? Lalu yang menanggung pekerjaan 750 lainnya siapa? Ini dalam sehari," beber dia.
(Baca juga : Abu Bakar Ba'asyir Bebas, Korban Bom Bali Marah )
Lebih lanjut Surya mengatakan, kemudian kebijakan ini dilakukan selama 15 hari dari 11-25 Januari 2021, maka bisa dibayangakan penurunan produksinya. Jika dikalkulasi, ia menilai, pekerjaan produksi 750 orang x 15 hari = 11.250 kegiatan produksi akan hilang karena kebijakan ini.
tulis komentar anda