Reshuffle, Antara Performa Pemerintah dan Dilema Demokrasi

Jum'at, 08 Januari 2021 - 06:10 WIB
Firman Noor (Foto: Istimewa)
Firman Noor

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)

Reshuffle kabinet menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh setiap presiden manakala dirasakan terdapat berbagai kelemahan serius terkait dengan performa para menteri di kabinetnya. Ini sesuatu yang wajar dan biasa dilakukan oleh pemerintahan mana pun. Terkait dengan itu, jelang akhir 2020 Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle pertama dalam periode kedua jabatannya sebagai presiden. Seperti diketahui, ada enam orang menteri dan lima orang wakil menteri baru dalam kabinetnya kali ini.

Perbaikan Performa Pemerintah



Terdapat beberapa pertimbangan pokok mengapa reshuffle itu akhirnya dilakukan setelah publik cukup lama menunggu. Pertama, terkait dengan upaya presiden memulihkan kembali kehidupan perekonomian, baik pada saat ini maupun peningkatannya pascapandemi Covid-19. Untuk itulah dimasukkan beberapa menteri baru yang dianggap memiliki kapabilitas yang mumpuni, yang diharapkan akan membawa angin perubahan, ramah pasar, dan mampu bekerja sama dengan baik dengan menteri-manteri lainnya.

Hal berikutnya adalah presiden juga ingin memulihkan citra pemerintahannya yang telah demikian tercoreng dengan tertangkapnya dua menterinya (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu berdekatan karena praktik korupsi. Terkait dengan ini, maka faktor integritas seseorang menjadi pertimbangannya.

Pertimbangan lain adalah bahwa reshuffle kali ini secara politis harus tetap menjaga, bahkan memperkuat soliditas dukungan atas koalisi yang sudah dibangun Jokowi selama ini. Untuk itu, faktor akspetabilitas secara politis juga menjadi pertimbangan. Ini tercermin pada komposisi jatah partai tetap tidak berubah dan dimasukkannya figur-figur seperti Sandiaga Uno yang mewakili kelompok lain di Gerindra di pos Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; dan Yaqut Cholil Qoumas yang mewakili Nahdlatul Ulama (NU) di pos Kementerian Agama.

Dengan berbagai pertimbangan itu--kapabilitas, integritas dan akseptabilitas--diharapkan bahwa masuknya beberapa sosok baru itu dapat segera membantun Presiden menemukan solusi, terutama terkait situasi perekonomian kita secara lebih konkret dan holistik. Selain itu, diharapkan agar penanggulangan pandemi Covid-19, termasuk penyediaan vaksin dalam skala besar, dapat mengalami akselerasi. Dan, juga dapat menciptakan situasi kehidupan sosial-politik yang kondusif, termasuk yang terpenting mengembalikan kepercayaan masyarakat dan penciptaan stabilitas politik.

Untuk memantapkan performa pemerintah perlu dikembangkan pola komunikasi yang intens antara presiden dan para menterinya agar visi dan misi presiden benar-benar dapat dijalankan dengan baik. Di sisi lain presiden juga harus memberikan kepercayaan penuh kepada para menteri untuk dapat menjalankan konsep-konsep mereka dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang menteri.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More