Maklumat Kapolri Dinilai Ancam Kebebasan dan Bertentangan UU Pers
Jum'at, 01 Januari 2021 - 16:52 WIB
(Baca juga : Jokowi: Indonesia Telah Amankan Pasokan Vaksin dari Beberapa Negara )
Dia membeberkan, memang pemerintah telah melarang segala bentuk kegiatan atau aktivitas maupun penggunaan simbol serta membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Tetapi Suwarjono menggariskan, pembubaran FPI masih tetap menjadi domain media massa ketika media massa ingin memberitakannya. Atau, media massa mempunyai kewenangan untuk memberitakan pendapat masyarakat apabila masyarakat keberatan dengan pembubaran tersebut.
"Tentu (diberitakan) dengan alasan-alasan yang diterima sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini (poin 2 huruf d Maklumat Kapolri) berpotensi melanggar atau bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan yang lain termasuk akan bertabrakan dengan UU Pers," ujarnya.
(Baca juga : Respons Dampak Pandemi, Dana Rp1 Triliun Sudah Disebar ke Puluhan Koperasi )
Mantan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini mengungkapkan, bagi media massa beleid tersebut juga berpotensi melanggar kebebasan pers serta kebebasan berekspresi dan berpendapat melalui media massa. Karenanya Suwarjono mengajak seluruh teman-teman pers/media massa dan para jurnalis untuk menyuarakan agar ketentuan tersebut langsung dicabut.
"Saya mendesak atau mengajak teman-teman komunitas pers menyuarakan agar poin 2 huruf d ini bisa dicabut," bebernya.
Suwarjono menjelaskan, berdasarkan UU Pers maka pers atau media massa punya hak dan kebebasan untuk memberitakan, menyampaikan pendapat, dan menyiarkan suatu pendapat dalam berita sepanjang sesuai dengan kode etik jurnalistik. Berikutnya ujar dia, hak dan kebebasan berpendapat bagi seluruh warga negara termasuk pers/media massa juga ada dalam UUD 1945.
"Seperti halnya narasumber berpendapat tidak setuju dengan pembubaran ini, itu nggak apa-apa. Karena hak dan kebebasan berpendapat dijamin UUD," ucap Suwarjono.
Dia membeberkan, memang pemerintah telah melarang segala bentuk kegiatan atau aktivitas maupun penggunaan simbol serta membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Tetapi Suwarjono menggariskan, pembubaran FPI masih tetap menjadi domain media massa ketika media massa ingin memberitakannya. Atau, media massa mempunyai kewenangan untuk memberitakan pendapat masyarakat apabila masyarakat keberatan dengan pembubaran tersebut.
"Tentu (diberitakan) dengan alasan-alasan yang diterima sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini (poin 2 huruf d Maklumat Kapolri) berpotensi melanggar atau bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan yang lain termasuk akan bertabrakan dengan UU Pers," ujarnya.
(Baca juga : Respons Dampak Pandemi, Dana Rp1 Triliun Sudah Disebar ke Puluhan Koperasi )
Mantan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini mengungkapkan, bagi media massa beleid tersebut juga berpotensi melanggar kebebasan pers serta kebebasan berekspresi dan berpendapat melalui media massa. Karenanya Suwarjono mengajak seluruh teman-teman pers/media massa dan para jurnalis untuk menyuarakan agar ketentuan tersebut langsung dicabut.
"Saya mendesak atau mengajak teman-teman komunitas pers menyuarakan agar poin 2 huruf d ini bisa dicabut," bebernya.
Suwarjono menjelaskan, berdasarkan UU Pers maka pers atau media massa punya hak dan kebebasan untuk memberitakan, menyampaikan pendapat, dan menyiarkan suatu pendapat dalam berita sepanjang sesuai dengan kode etik jurnalistik. Berikutnya ujar dia, hak dan kebebasan berpendapat bagi seluruh warga negara termasuk pers/media massa juga ada dalam UUD 1945.
"Seperti halnya narasumber berpendapat tidak setuju dengan pembubaran ini, itu nggak apa-apa. Karena hak dan kebebasan berpendapat dijamin UUD," ucap Suwarjono.
(maf)
tulis komentar anda