Respons GMNI Soal Ormas FPI Dibubarkan
Kamis, 31 Desember 2020 - 20:23 WIB
JAKARTA - Pemerintah secara resmi telah membubarkan organisasi massa Front Pembela Islam ( FPI ) dan melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama FPI . Keputusan ini disampaikan pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani enam menteri/kepala lembaga.
(Baca juga: Polemik FPI, Advokat Ini Nilai Ormas Tak Terdaftar Bukan Berarti Ilegal)
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino menilai keputusan tersebut berdampak positif terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia.
(Baca juga: Pembubaran Tak Efektif, Anggota FPI Bisa Bikin Ormas Baru)
Pasalnya, syarat agar demokrasi berjalan sehat maka perlu adanya penindakan hukum yang tegas terhadap kelompok-kelompok yang berupaya memaksakan kehendak melalui cara-cara kekerasan seperti ekstrimis, milisi, preman dan berbagai organisasi semacam mafia lainnya.
"Saya kira keputusan ini tidak selalu berdampak negatif terhadap demokrasi. Menindak tegas kelompok yang berupaya memaksakan kehendak melalui cara-cara kekerasan justru diperlukan untuk melindungi demokrasi", papar Arjuna
FPI menurut Arjuna bukanlah termasuk kategori civil society, melainkan milisi sipil yang dibentuk oleh kekuasaan Orde Baru yang justru untuk merusak demokrasi melalui gerakan etno-religius yang ekstrim. Sehingga pemerintahan demokrasi tidak memiliki kewajiban untuk mentoleransi kelompok yang berperilaku uncivil (melawan hukum). Dengan kata lain, FPI hanyalah alat Oligarki bukan civil society.
"Demokrasi hanya berlaku untuk civil society, yakni kelompok masyarakat yang menghormati aturan main (rule of law) demokratis. Tidak berlaku untuk kelompok yang berwatak uncivil. Bagi masyarakat yang berwatak uncivil yang diberlakukan adalah penegakan hukum demi berlangsungnya demokrasi," tambah Arjuna
(Baca juga: Polemik FPI, Advokat Ini Nilai Ormas Tak Terdaftar Bukan Berarti Ilegal)
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino menilai keputusan tersebut berdampak positif terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia.
(Baca juga: Pembubaran Tak Efektif, Anggota FPI Bisa Bikin Ormas Baru)
Pasalnya, syarat agar demokrasi berjalan sehat maka perlu adanya penindakan hukum yang tegas terhadap kelompok-kelompok yang berupaya memaksakan kehendak melalui cara-cara kekerasan seperti ekstrimis, milisi, preman dan berbagai organisasi semacam mafia lainnya.
"Saya kira keputusan ini tidak selalu berdampak negatif terhadap demokrasi. Menindak tegas kelompok yang berupaya memaksakan kehendak melalui cara-cara kekerasan justru diperlukan untuk melindungi demokrasi", papar Arjuna
FPI menurut Arjuna bukanlah termasuk kategori civil society, melainkan milisi sipil yang dibentuk oleh kekuasaan Orde Baru yang justru untuk merusak demokrasi melalui gerakan etno-religius yang ekstrim. Sehingga pemerintahan demokrasi tidak memiliki kewajiban untuk mentoleransi kelompok yang berperilaku uncivil (melawan hukum). Dengan kata lain, FPI hanyalah alat Oligarki bukan civil society.
"Demokrasi hanya berlaku untuk civil society, yakni kelompok masyarakat yang menghormati aturan main (rule of law) demokratis. Tidak berlaku untuk kelompok yang berwatak uncivil. Bagi masyarakat yang berwatak uncivil yang diberlakukan adalah penegakan hukum demi berlangsungnya demokrasi," tambah Arjuna
tulis komentar anda