Kepala BPH Migas: ASDP Tidak Komitmen Terapkan Flowmeter Digital dalam Pengisian BBM Subsidi
Kamis, 31 Desember 2020 - 11:12 WIB
CILEGON - Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M. Fanshurullah Asa bersama tim Satuan Tugas Natal dan Tahun Baru (Satgas Nataru) Tahun 2020 menemukan pelanggaran penerapan program IT di lokasi pengisian BBM Solar Subsidi saat pengawasan mendadak di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Rabu (30/12/2020).
Dalam kesempatan tersebut Kepala BPH Migas beserta tim Satgas mendapati baru dua lokasi pengisian saja yang sudah menggunakan flowmeter digital berbasis aplikasi. Sementara lima lokasi pengisian lainnya masih dilakukan dengan penyaluran secara manual dari tangki dan menggunakan handy talky (HT).
“Lima lokasi yang hanya menyalurkan BBM subsidi dengan HT sudah pasti rawan penyalahgunaan BBM karena setiap saat mobil jenis apa pun bisa masuk keluar ke lokasi tersebut,” kata Ifan, sapaan M. Fanshurullah Asa melalui keterangan tertulis.
Ifan telah menyampaikan langsung kepada General Manager PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak Hasan Lessy untuk segera memasang flowmeter digital di lima lokasi pengisian BBM tersebut dalam waktu tiga bulan ke depan. Pasalnya, ungkap Ifan, sejak tahun lalu Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi telah menyatakan komitmennya untuk menerapkan flowmeter digital di semua pelabuhan penyeberangan yang dikelola PT ASDP di seluruh wilayah Indonesia dengan Pelabuhan Merak sebagai pelabuhan percontohannya.
Berdasarkan pengawasan BPH Migas sejak Maret 2020, hanya dua lokasi pengisian di Pelabuhan Merak yang dilengkapi flowmeter digital. Artinya, selama sembilan bulan terakhir tidak ada progres penambahan flowmeter digital di pelabuhan percontohan tersebut.
BPH Migas menginstruksikan PT ASDP untuk segera memasang flowmeter digital di semua pelabuhannya. Jika tidak, BPH Migas akan mempertimbangkan untuk mengurangi kuota BBM Bersubsidi pada triwulan selanjutnya. Pada 2020 sendiri BPH Migas telah mengalokasikan kuota BBM Bersubsidi kepada PT ASDP sebanyak 238.369 kiloliter dan sebesar
63.900 kiloliter untuk triwulan I tahun 2021.
“Sanksi ini penting karena kondisi keuangan negara sedang sulit, bahkan defisit anggaran mencapai Rp800 triliun lebih. Jangan sampai uang APBN untuk subsidi disalahgunakan dan tidak tepat sasaran,” tegas Ifan.
Ancaman sanksi tegas ini bukan tanpa alasan, sebab terdapat 40 kapal yang menggunakan BBM Solar Subsidi yang dikelola PT ASDP di rute Pelabuhan Merak-Bakauheni. Namun, dari 40 kapal tersebut, ternyata hanya 8 kapal yang dimiliki langsung oleh PT ASDP sebagai BUMN. Sementara 32 kapal lainnya adalah milik swasta yang dikoordinasikan oleh PT ASDP dengan izin dari Kementerian Perhubungan.
Demi semakin menekan penggunaan BBM Solar Subsidi yang jumlahnya mencapai sekitar 1 milyar liter, Ifan menambahkan, sudah seharusnya Pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong konversi penggunaan LNG (liquid natural gas) untuk transportasi laut dan kereta api yang jauh lebih murah, aman, bersih, dan cadangan gasnya berlimpah di dalam negeri.
Temuan lain oleh Kepala BPH Migas beserta tim Satgas yakni adanya valve dan peralatan di lokasi pengisian BBM untuk kapal yang tertulis status kalibrasi terakhirnya pada 2016. Hal ini tentu melanggar ketentuan metrologi yang mewajibkan pengukuran kalibrasi dilakukan setiap satu tahun sekali.
Dalam kesempatan tersebut Kepala BPH Migas beserta tim Satgas mendapati baru dua lokasi pengisian saja yang sudah menggunakan flowmeter digital berbasis aplikasi. Sementara lima lokasi pengisian lainnya masih dilakukan dengan penyaluran secara manual dari tangki dan menggunakan handy talky (HT).
“Lima lokasi yang hanya menyalurkan BBM subsidi dengan HT sudah pasti rawan penyalahgunaan BBM karena setiap saat mobil jenis apa pun bisa masuk keluar ke lokasi tersebut,” kata Ifan, sapaan M. Fanshurullah Asa melalui keterangan tertulis.
Ifan telah menyampaikan langsung kepada General Manager PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak Hasan Lessy untuk segera memasang flowmeter digital di lima lokasi pengisian BBM tersebut dalam waktu tiga bulan ke depan. Pasalnya, ungkap Ifan, sejak tahun lalu Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi telah menyatakan komitmennya untuk menerapkan flowmeter digital di semua pelabuhan penyeberangan yang dikelola PT ASDP di seluruh wilayah Indonesia dengan Pelabuhan Merak sebagai pelabuhan percontohannya.
Berdasarkan pengawasan BPH Migas sejak Maret 2020, hanya dua lokasi pengisian di Pelabuhan Merak yang dilengkapi flowmeter digital. Artinya, selama sembilan bulan terakhir tidak ada progres penambahan flowmeter digital di pelabuhan percontohan tersebut.
BPH Migas menginstruksikan PT ASDP untuk segera memasang flowmeter digital di semua pelabuhannya. Jika tidak, BPH Migas akan mempertimbangkan untuk mengurangi kuota BBM Bersubsidi pada triwulan selanjutnya. Pada 2020 sendiri BPH Migas telah mengalokasikan kuota BBM Bersubsidi kepada PT ASDP sebanyak 238.369 kiloliter dan sebesar
63.900 kiloliter untuk triwulan I tahun 2021.
“Sanksi ini penting karena kondisi keuangan negara sedang sulit, bahkan defisit anggaran mencapai Rp800 triliun lebih. Jangan sampai uang APBN untuk subsidi disalahgunakan dan tidak tepat sasaran,” tegas Ifan.
Ancaman sanksi tegas ini bukan tanpa alasan, sebab terdapat 40 kapal yang menggunakan BBM Solar Subsidi yang dikelola PT ASDP di rute Pelabuhan Merak-Bakauheni. Namun, dari 40 kapal tersebut, ternyata hanya 8 kapal yang dimiliki langsung oleh PT ASDP sebagai BUMN. Sementara 32 kapal lainnya adalah milik swasta yang dikoordinasikan oleh PT ASDP dengan izin dari Kementerian Perhubungan.
Demi semakin menekan penggunaan BBM Solar Subsidi yang jumlahnya mencapai sekitar 1 milyar liter, Ifan menambahkan, sudah seharusnya Pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong konversi penggunaan LNG (liquid natural gas) untuk transportasi laut dan kereta api yang jauh lebih murah, aman, bersih, dan cadangan gasnya berlimpah di dalam negeri.
Temuan lain oleh Kepala BPH Migas beserta tim Satgas yakni adanya valve dan peralatan di lokasi pengisian BBM untuk kapal yang tertulis status kalibrasi terakhirnya pada 2016. Hal ini tentu melanggar ketentuan metrologi yang mewajibkan pengukuran kalibrasi dilakukan setiap satu tahun sekali.
(ars)
Lihat Juga :
tulis komentar anda