Serapan Anggaran Belum Maksimal
Senin, 28 Desember 2020 - 11:37 WIB
JAKARTA - Penyerapan anggaran di daerah menjadi salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19. Kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana sehingga perlu upaya ekstra untuk merealisasikannya.
Bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah ialah adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, ada tiga masalah klasik dalam pemerintahan daerah, yakni proporsi untuk birokrasi lebih besar dibandingkan belanja modal, serapan anggaran yang kurang optimal, dan kualitas laporan keuangan yang kurang baik. Menurut Robert, masih ada daerah yang belum mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian. ( )
Dia menambahkan poin terakhir, yakni terkait kualitas laporan keuangan sangat berhubungan dengan asas tata kelola yang baik (good governance). Dia pun mengkritik pemda-pemda yang tidak bisa menyerap anggaran secara maksimal. Alasannya, sejak Maret-April pemerintah pusat telah meminta pemda untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19. Besarannya yang harus disisihkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebanyak 35%.
"Refocusing itu ketiga bidang, yakni kesehatan, jaring sosial, dan penanganan dampak ekonomi. Kalau masih ada daerah daya serapnya itu bukan semata kinerja rendah, tapi komitmen daerah terhadap penanganan Covid-19 sangat rendah. Perintahnya jelas, minimal 35%. Kalau komitmennya benar, itu angka dasar ditambah dengan yang lain, minimal sudah bisa 90% yang terserap," kata dia saat dihubungi SINDO Media, Minggu (27/12/2020) kemarin.
Sebelumnya Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, masih ada sekitar Rp247 triliun dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang masih tersimpan di daerah per 10 Desember lalu. Dia pun berharap ada kenaikan penyerapan anggaran APBD oleh pemerintah daerah di ujung tahun. "Ada ironi karena di satu sisi ada anggaran yang tidak terpakai, sementara ada masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah. Kami selalu memantau penyerapan APBD karena bila tidak dibelanjakan stagnasi perekonomian akan terus terjadi di masyarakat," ujar Kastorius pekan lalu.
Berdasarkan catatan KPPOD, rendahnya daya serap anggaran selalu muncul saban tahun selama 20 tahun terakhir. Ini disebut oleh lembaga tersebut sebagai masalah fundamental yang belum bisa dibereskan. (
)
Robert menyatakan, terkait anggaran yang masih menganggur yang jumlahnya cukup besar, Rp274 triliun, tentu akan sulit untuk merealisasikannya di tahun ini. Di sisi lain, pandemi telah menghancurkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan penanganan kesehatan yang prima mengingat sudah banyak korban jiwa karena terpapar Covid-19. "Secara administrasi belanja itu tutup buku pada 15 Desember, jadi tidak mungkin ada belanja besar. Ini tinggal untuk penyelesaian administrasi saja. Kita tinggal melihat realisasi dari proyek, bukan realisasi anggaran," tuturnya.
Pada April lalu Kementerian Keuangan juga pernah memberikan peringatan kepada 381 pemda yang belum merealokasi anggaran untuk penanganan pandemi. Namun, Robert menjelaskan pemerintah pusat harus memperhatikan secara detail realokasi yang dilakukan pemda. Dikhawatirkan di atas kertas sudah, tapi realisasinya belum. "Ini harus dilihat apa masalahnya? Kalau teknis, apa itu? (Misal) di lapangan sulit menyerap anggaran secara langsung. Atau memang masalah politis, yakni komitmen rendah. Kalau teknis, ini bisa jadi pembelajaran ke depan bagaimana strategi manajemen keuangan di masa pandemi. Belanja tetap terserap dan pihak ketiga menjalankan proyek di masa pandemi," paparnya.
Bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah ialah adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, ada tiga masalah klasik dalam pemerintahan daerah, yakni proporsi untuk birokrasi lebih besar dibandingkan belanja modal, serapan anggaran yang kurang optimal, dan kualitas laporan keuangan yang kurang baik. Menurut Robert, masih ada daerah yang belum mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian. ( )
Dia menambahkan poin terakhir, yakni terkait kualitas laporan keuangan sangat berhubungan dengan asas tata kelola yang baik (good governance). Dia pun mengkritik pemda-pemda yang tidak bisa menyerap anggaran secara maksimal. Alasannya, sejak Maret-April pemerintah pusat telah meminta pemda untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19. Besarannya yang harus disisihkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebanyak 35%.
"Refocusing itu ketiga bidang, yakni kesehatan, jaring sosial, dan penanganan dampak ekonomi. Kalau masih ada daerah daya serapnya itu bukan semata kinerja rendah, tapi komitmen daerah terhadap penanganan Covid-19 sangat rendah. Perintahnya jelas, minimal 35%. Kalau komitmennya benar, itu angka dasar ditambah dengan yang lain, minimal sudah bisa 90% yang terserap," kata dia saat dihubungi SINDO Media, Minggu (27/12/2020) kemarin.
Sebelumnya Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, masih ada sekitar Rp247 triliun dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang masih tersimpan di daerah per 10 Desember lalu. Dia pun berharap ada kenaikan penyerapan anggaran APBD oleh pemerintah daerah di ujung tahun. "Ada ironi karena di satu sisi ada anggaran yang tidak terpakai, sementara ada masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah. Kami selalu memantau penyerapan APBD karena bila tidak dibelanjakan stagnasi perekonomian akan terus terjadi di masyarakat," ujar Kastorius pekan lalu.
Berdasarkan catatan KPPOD, rendahnya daya serap anggaran selalu muncul saban tahun selama 20 tahun terakhir. Ini disebut oleh lembaga tersebut sebagai masalah fundamental yang belum bisa dibereskan. (
Baca Juga
Robert menyatakan, terkait anggaran yang masih menganggur yang jumlahnya cukup besar, Rp274 triliun, tentu akan sulit untuk merealisasikannya di tahun ini. Di sisi lain, pandemi telah menghancurkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan penanganan kesehatan yang prima mengingat sudah banyak korban jiwa karena terpapar Covid-19. "Secara administrasi belanja itu tutup buku pada 15 Desember, jadi tidak mungkin ada belanja besar. Ini tinggal untuk penyelesaian administrasi saja. Kita tinggal melihat realisasi dari proyek, bukan realisasi anggaran," tuturnya.
Pada April lalu Kementerian Keuangan juga pernah memberikan peringatan kepada 381 pemda yang belum merealokasi anggaran untuk penanganan pandemi. Namun, Robert menjelaskan pemerintah pusat harus memperhatikan secara detail realokasi yang dilakukan pemda. Dikhawatirkan di atas kertas sudah, tapi realisasinya belum. "Ini harus dilihat apa masalahnya? Kalau teknis, apa itu? (Misal) di lapangan sulit menyerap anggaran secara langsung. Atau memang masalah politis, yakni komitmen rendah. Kalau teknis, ini bisa jadi pembelajaran ke depan bagaimana strategi manajemen keuangan di masa pandemi. Belanja tetap terserap dan pihak ketiga menjalankan proyek di masa pandemi," paparnya.
tulis komentar anda